Mongabay.co.id

Ada Lukisan Prasejarah Belalang Ranting di Situs Megalitik Tutari

 

 

Situs Megalitik Tutari, merupakan situs bersejarah dari masa prasejarah yang memiliki lukisan peninggalan budaya nenek moyang Suku Tutari. Situs yang berlokasi di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, ini merupakan satu dari sekian banyak situs arkeologi yang ada di tanah Papua.

Pada November 2023, tim arkeolog melakukan kegiatan konservasi dengan cara membersihkan kerusakan yang timbul akibat faktor biotis, pada permukaan yang terdapat pada lukisan prasejarah itu.

Faktor ini diakibatkan pertumbuhan jasad biotis dari jenis alga, lumut dan lichen. Kegiatan ini pun berhasil memunculkan kembali motif-motif lukisan yang terdapat pada permukaan batu.

“Konservasi ini berhasil menemukan data terbaru mengenai gambar prasejarah yang digoreskan pada permukaan batu. Motif yang baru ditemukan di bongkahan batu yaitu belalang ranting,” ungkap Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, kepada Mongabay Indonesia, awal Maret 2024.

Baca: Perilaku Aneh dan Kamuflase Belalang Ranting

 

Lukisan prasejarah belalang ranting ini ditemukan di Situs Megalitik Tutari. Foto: Hari Suroto/BRIN

 

Berdasarkan temuan tersebut, meski terdapat banyak spesies, Hari menduga belalang ranting merupakan satwa endemik Bukit Tutari. Belalang ini dilukiskan pada permukaan batu oleh etnis Tutari pada masa prasejarah.

Lukisan lain juga banyak ditemukan dengan motif bervariasi. Motif tersebut merupakan hasil implementasi pengetahuan kognitif masyarakat Tutari tentang lingkungan alam, yang dituangkan pada media batu. Juga, sebagai gambaran nilai-nilai kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan religi Suku Tutari.

“Motif belalang ranting digoreskan pada permukaan batu, memiliki makna, mereka  berharap akan mendapatkan binatang buruan. Ritual ini dilakukan sebelum berburu ke hutan,” ujar Hari.

Dijelaskan Hari, belalang ranting di situs tersebut berwarna putih menyerupai ranting pohon kayu putih. Selain itu ada juga belalang ranting berwarna hijau menyerupai daun.

Warna ini sebagai kamuflase, untuk menghindari serangan pemangsa. Belalang ranting ini memakan daun-daun pohon kayu putih. Jika disentuh, mereka akan menjatuhkan diri, berdiam, dan berkamuflase seperti ranting.

Peninggalan-peninggalan di situs megalitik Tutari terdiri beberapa jenis. Ada batu berlukis, pahatan batu, jajaran batu, batu temu gelang. Ada juga menhir atau batu tegak, lambang Suku Tutari yang meninggal dalam perang pada masa lalu.

“Tempat ini disakralkan masyarakat sekitar. Pada permukaan batu di situs ini terdapat gambar kura-kura, manusia, kadal, flora, benda budaya, serta gambar abstrak dan geometris,” ujarnya.

Baca: Ini Fakta Unik Tentang Belalang

 

Belalang ranting di Situs Megalitik Tutari. Foto: Hari Suroto/BRIN

 

Dalam buku berjudul “Belajar Bersama Nenek Moyang di Situs Megalitik Tutari” [2019], disebut bahwa tinggalan megalitik ini sebagai gambaran kesatuan antara manusia, lingkungan, dan budaya.

Manusia berperan sebagai pelaku yang mengeksploitasi lingkungan untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan hidupnya. Lingkungan sebagai wadah penyedia berbagai kebutuhan manusia dan budaya sebagai sistem, alat, serta produk untuk mengeksploitasi lingkungan.

Ketiga konsep tersebut kemudian oleh masyarakat Tutari diimplementasikan dalam bentuk tatanan tinggalan budaya megalitik seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini. Konsep budaya tersebut mencerminkan sistem kepercayaan kepada roh nenek moyang dan kehidupan setelah kematian, serta pada kekuatan alam lainnya.

“Situs Megalitik Tutari merupakan gambaran tentang pandangan hidup masyarakat Suku Tutari yang dituangkan dalam berbagai bentuk objek budaya, yang ditata dalam sebuah ruang dengan pola menggambarkan suatu kosmos,” tulis Erlin Novita Idje Djam, dalam buku tersebut.

Baca juga: Serangga Ranting Baru, Spesies yang Ditemukan Remaja NTT

 

Lukisan prasejarah belalang ranting ini terlihat jelas di Situs Megalitik Tutari. Foto: Hari Suroto/BRIN

 

Banyak jenis

Belalang ranting dikenal juga dengan sebutan serangga tongkat atau belalang tongkat/stick insect. Satwa ini dapat ditemui di negara subtropis, namun lebih banyak di negara-negara tropis seperti Indonesia. Namun, di Indonesia belum banyak yang melakukan penelitian tentang serangga ini.

Diketahui bahwa serangga ini termasuk dalam famili Phasmatodea dan diperkirakan sebanyak 3.500 spesies tersebar di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis. Sementara di Selandia Baru, para peneliti telah mengidentifikasi sepuluh genus belalang ranting dan sebanyak 23 spesies yang dikenali.

 

Belalang ranting yang hinggap di cabang pohon bunga. Foto: Adyagustian/Wikimedia Commons/CC 4.0

 

Meski demikian jumlah ini kemungkinan akan bertambah seiring dengan kemajuan penelitian taksonomi dan para ilmuwan sudah mengetahui adanya spesies yang belum terdeskripsi dari berbagai lokasi.

Hal unik lainnya adalah banyak spesies belalang ranting, termasuk beberapa yang ditemukan spesiesnya di Selandia Baru, dapat bereproduksi tanpa jantan atau tanpa melalui perkawinan; suatu cara reproduksi yang dikenal dengan nama partenogenesis.

Meski demikian, ketika gagal berkamuflase, jenis belalang ini akan menjadi santapan yang empuk bagi para predator utamanya yakni burung dan juga predator lain seperti berbagai jenis mamalia, reptil, bahkan laba-laba.

 

Ilmuwan: Perubahan Iklim Mempercepat Kiamat Serangga

 

Exit mobile version