Mongabay.co.id

Intrusi Kapal Ikan Asing ke Perairan Indonesia Semakin Berani

 

Aktivitas penangkapan ikan dengan cara ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar aturan (IUUF), tidak hanya dilakukan kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam yang banyak beraksi di sekitar Laut Natuna Utara (LNU). Namun juga, dilakukan KIA berbendera Malaysia dan Filipina.

Dua bendera dari negara tetangga itu, banyak dimanfaatkan untuk kegiatan IUUF di sekitar perairan laut Selat Malaka yang masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 dan Laut Sulawesi yang masuk WPPNRI 716.

Terungkapnya KIA dengan dua bendera tersebut, berkat kinerja apik dari Kapal Pengawas (KP) Hiu 16 yang dioperasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kapal tersebut sukses mengamankan satu unit KIA tanpa izin berbendera Malaysia di Selat Malaka.

Sementara, pada waktu sebelumnya KP Orca 04 yang juga dioperasikan KKP, sukses menghentikan aksi illegal dari KIA berbendera Filipina di Laut Sulawesi. Saat ditangkap, kedua kapal berbendera berbeda itu sama-sama ketahuan sedang melakukan IUUF.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono menjelaskan, penangkapan KIA berbendera Malaysia berhasil dilakukan pada Sabtu (2/3/2024) pukul 11.04 WIB.

Saat berhasil dihentikan, kapal kemudian diperiksa dan selanjutnya ditahan karena kapal terbukti tidak dilengkapi dengan dokumen perizinan berusaha penangkapan ikan yang sah. Selain itu, kapal tersebut juga ditangkap karena terbukti menggunakan alat penangkapan ikan (API) yang merusak, yiatu trawl.

Kapal yang saat ini ditahan di Pangkalan PSDKP Belawan, Medan, Sumatera Utara itu, diketahui menerapkan modus operandi dengan cara melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah perbatasan Malaysia dengan Indonesia.

Setelah berhasil masuk ke dalam wilayah Indonesia, kapal kemudian diketahui menyimpan bendera Malaysia yang seharusnya dipasang sebagai identitas kapal. Cara tersebut dilakukan, karena kapal ingin beraksi secara illegal di wilayah perairan Indonesia.

baca : Kapal Ikan Vietnam Ditangkap di Natuna, Mulai Mengancam Zona Konservasi

 

Plt. Dirjen PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono, memberikan arahan terkait strategi operasi patroli kapal pengawas di daerah perbatasan yang rawan illegal fishing kepada jajaran Awak Kapal Pengawas. Foto : KKP

 

KP Hiu 16 kemudian mengawal kapal tersebut ke dermaga Satuan Pengawas (Satwas) PSDKP Langsa, Aceh dan tiba pada Minggu (3/3/2024). Di sana, tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melaksanakan pelimpahan berkas perkara awak kapal dan bukti kasus tersebut dari Nakhoda KP Hiu 16 Albert Pessing.

Berdasarkan pemeriksaan, kapal berbendera Malaysia itu diduga melakukan pelanggaran karena berkegiatan di WPPNRI 571 tanpa izin dari Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian, kapal juga melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) Sektor Kelautan dan Perikanan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Penggati UU (Perpu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 85 Jo Pasal 9 UU No 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

“Dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal dua milliar rupiah,” terang Pung Nugroho Saksono belum lama ini di Jakarta.

Menurut penjelasan dia, KIA berbendera Malaysia tersebut adalah KM KF 5032 dengan jenis seakeeping seberat 60 GT. Terdapat lima orang yang bertugas sebagai awak kapal perikanan (AKP) dan semuanya berstatus warga negara asing (WNA) Myanmar.

“Termasuk, nakhoda kapal berinisial TS, 41 tahun, juga WNA Myanmar. Saat ditangkap, kapal tersebut membawa muatan ikan yang dicampur sebanyak 110 kilogram,” terang dia.

Selain KM KF 5032, KKP juga menangkap KIA berbendera Filipina di perairan Laut Sulawesi karena terbukti melakukan aktivitas IUUF. Saat ditangkap, kapal tidak bisa menunjukkan dokumen perizinan yang diterbitkan Pemerintah Indonesia.

Pung Nugroho Saksono mengatakan, kapal yang diamankan oleh KP Orca 04 itu diketahui berjenis light boat dan menggunakan API jenis purse seine. Kapal berinisial FB LB JM A-2 itu kemudian dikawal oleh KP Orca 02 untuk dibawa ke Pangkalan PSDKP Bitung, Sulawesi Utara.

baca juga : Nelayan Keluhkan Kapal Ikan dari Luar Maluku Utara, KKP Tangkap 13 Kapal di Perairan Halmahera

 

KP. Orca 04 melakukan henrikhan (penghentian, pemeriksaan, dan penahanan) terhadap satu kapal ikan asing (KIA) berbendera Filipina berinisial FB. LB. JM A-2 yang diduga melakukan illegal fishing di WPPNRI 716 Laut Sulawesi pada Selasa (27/02/2024). Foto : KKP

 

Dia menjelaskan, KIA asal Filipina tersebut merupakan kapal yang melakukan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia. Namun saat ditangkap, tidak ditemukan kapal penangkap atau kapal penampung. Kapal juga diketahui lebih suka menggunakan rumpon untuk mengumpulkan ikan yang akan ditangkap.

“Dengan demikian, kapal bisa menangkap ikan dalam jumlah yang banyak,” tutur dia.

Berdasarkan pemeriksaan, kapal tersebut beranggotakan AKP sebanyak tiga orang, dengan NB sebagai nakhoda. Sementara, dua orang lain berperan sebagai anak buah kapal (ABK). Kapal tersebut melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) UU 31/2004 sebagaimana telah diubah dengan UU 6/2023.

“Keberhasilan penangkapan FB LB JM A-2, KP Orca 04 sudah menangkap 11 KIA dan 13 kapal ikan Indonesia,” tambah dia.

Kepala Pangkalan Stasiun PSDKP Belawan Muhamad Syamsu Rokhman menjelaskan, saat kapal Malaysia ditangkap oleh KP Hiu 16, Malaysia Coast Guard kemudian melakukan kontak komunikasi dengan kapal. Mereka ingin memastikan posisi kapal ikan mereka dan alasan dibawa.

Namun, setelah dilakukan pengecekan data secara bersama, pihak Malaysia Coast Guard akhirnya mengakui kesalahan kapal ikannya dan mempersilakan dibawa menuju Satwas PSDKP Langsa untuk diproses hukum lebih lanjut.

Saat dilakukan penghentian, pemeriksaan, membawa, dan menahan (henrikhan) oleh KP Hiu 16, ABK KM KF 5032 sempat melakukan aksi perlawanan. Bahkan, ada dua orang yang diketahui berusaha melarikan diri dengan cara melompat ke laut.

“Namun (berkat) aksi sigap awak kapal pengawas KP HIU 16, para ABK yang menceburkan diri ke laut berhasil diamankan,” terangnya.

baca juga : Siskamling Laut KKP: Kapal Asing Vietnam Ditangkap di Natuna Utara

 

KP. Orca 04 melakukan henrikhan (penghentian, pemeriksaan, dan penahanan) terhadap satu kapal ikan asing (KIA) berbendera Filipina berinisial FB. LB. JM A-2 yang diduga melakukan illegal fishing di WPPNRI 716 Laut Sulawesi pada Selasa (27/02/2024). Foto : KKP

 

Kapal Vietnam

Sebelumnya, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) merilis hasil deteksi dan analisis tentang ancaman besar dari IUUF di wilayah perairan Indonesia. Salah satunya, laporan dari nelayan lokal di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang melaporkan ada gerak KIA berbendera Vietnam di LNU sebelah timur melakukan IUUF pada 20 November 2023.

IOJI menyebutkan kalau kapal hanya berjarak 49 mil dari pulau Senua di Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur. Kapal-kapal itu diketahui secara aktif melakukan penangkapan ikan dengan API pair trawl di area tumpang tindih ZEE yang menjadi klaim antara Indonesia dan Vietnam. Bahkan, jauh masuk ke wilayah selatan dari area tumpang tindih klaim ZEE.

IOJI mengklaim, nelayan lokal Natuna sudah banyak mengeluhkan dampak negatif akibat penetrasi yang dilakukan KIA Vietnam. Mereka merasa terancam, karena mata pencaharian nelayan lokal bergantung pada sumber perikanan di wilayah perairan LNU.

“Hasil tangkapan mereka berkurang, yang memaksa nelayan melaut hingga ke ZEE Malaysia,” ungkap Andreas Aditya Salim, peneliti IOJI.

Perbuatan KIA berbendera Vietnam tersebut sudah diganjar sanksi oleh Uni Eropa sejak 2017. Sanksi berupa kartu kuning itu diberikan kepada Pemerintah Vietnam, karena mereka tidak berhasil memenuhi kewajiban sebagai negara bendera (flag state) untuk memastikan benderanya tidak terlibat dalam kegiatan IUUF.

Perbuatan KIA Vietnam itu seharusnya bisa dicegah oleh kapal patrol pengawas perikanan Vietnam Fisheries Resource Surveillance (VFRS) yang secara konsisten masih beroperasi di sepanjang garis batas landas kontinen.

Namun, VPRS tidak proaktif untuk memastikan KIA Vietnam tidak menangkap ikan di area tumpang tindih dan bahkan jauh hingga ke wilayah selatan di luar area tumpang tindih yang secara geografis sudah masuk ke wilayah yurisdiksi (ZEE) Indonesia.

Nelayan lokal Natuna, yang mata pencahariannya memang bergantung kepada sumber daya perikanan Laut Natuna Utara (LNU), telah merasakan secara langsung dampak negatif dari operasi kapal ikan Vietnam di LNU.

“Oleh karena itu, sikap tegas Pemerintah Indonesia berupa peningkatan intensitas patroli serta penegakan hukum sangat diperlukan,” ucapnya.

baca juga : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing

 

Petugas Polair dengan senjata lengkap menjaga para ABK Kapal Ikan Asing Vietnam yang mencuri ikan di Laut Natuna utara pada 22 Oktober 2023 lalu. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Tantangan utama yang harus dihadapi Pemerintah Indonesia dalam melakukan pemberantasan IUUF di LNU, adalah minimnya sarana, prasarana, dan anggaran untuk melakukan patroli secara rutin dan terus-menerus.

Di sisi yang lain, Indonesia dan Vietnam masih belum mengumumkan secara resmi titik-titik koordinat batas kedua negara berdasarkan hasil kesepakatan batas ZEE pada Desember 2022. Situasi itu memengaruhi msikap tegas pada penegakan hukum di wilayah yurisdiksi LNU.

Selain di LNU, ancaman juga masih muncul dari kegiatan IUUF di wilayah perairan Indonesia bagian timur. Berdasarkan data AIS, IOJI mendeteksi kapal angkut ikan Fu Yuan Yu F77 berbendera Cina berlayar dari Tual (Maluku) menuju Laut Arafura sepanjang September hingga Desember 2023.

Andreas mengatakan, sepanjang kapal tersebut beroperasi, diduga kuat ada pelanggaran hukum karena terdeteksi sempat mematikan AIS saat berada di Laut Arafura. Perbuatan tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Semua fakta itu menjadi bagian dari hasil deteksi dan analisis yang dilakukan IOJI selama hampir sembilan bulan yang dihitung sejak April 2023 hingga Januari 2024.s IOJI menggunakan sumber data resmi dan terbuka (open sources) dari berbagai lembaga terpercaya.

Sumber open source itu berasal dari sistem identifikasi otomatis (AIS) yang terpasang pada kapal ikan, data perizinan kapal ikan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan data satelit (Sentinel 1 dan Sentinel 2, dan Unseenlabs).

Lalu, ada juga sumber open source yang berasal dari data yang diolah oleh lembaga-lembaga riset, seperti Asia Maritime Transparency Initiative Center for Strategic and International Studies (AMTI CSIS), Skytruth, dan Global Fishing Watch (GFW).

Menggunakan data-data tersebut, IOJI berhasil mendeteksi ancaman maritim di wilayah perairan yang mencakup laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Serta, wilayah yurisdiksi nasional mencakup zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen, dan zona tambahan.

 

Kapal penelitian Nan Feng milik South China Sea Fisheries Research Institute yang dideteksi berlayar di sekitar perairan Laut Natuna Utara (LNU).
pada 1-3 Mei 2023 tanpa izin pemerintah Indonesia. Foto : vesseltracker.com

 

Ancaman kemaritiman itu, mencakup aktivitas riset ilmiah kelautan oleh kapal asing; pencemaran minyak (oil spill) lintas negara; dan dugaan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) oleh kapal ikan asing dan kapal ikan Indonesia.

Berdasarkan hasil deteksi dan analisis tersebut, ada pergerakan dua kapal riset kelautan berbendera Cina, Nan Feng dan Jia Geng. Keduanya terdeteksi sedang berlayar di sekitar perairan LNU. Nan Feng terdeteksi berada di LNU pada 1-3 Mei 2023, dan Jia Geng pada 29 April-1 Mei 2023.

Walau sama-sama kapal riset kelautan, keduanya memiliki perbedaan. Nan Feng adalah kapal riset sumber daya perikanan, sedang Jia Geng berjenis Moving Vessel Profiler (MVP), yaitu kapal yang bisa melakukan riset oseanografi dengan kecepatan tinggi.

IOJI mendeteksi kalau kedua kapal riset tersebut melakukan aktivitasnya pada wilayah yurisdiksi Indonesia, tepatnya di wilayah ZEE Indonesia. Kegiatan yang dilakukan dua kapal tersebut diketahui menjadi bagian dari aktivitas riset kelautan Cina meliputi Laut Cina Selatan.

IOJI mengungkapkan kalau temuan itu memberi dukungan teoretis yang penting untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam seperti mineral, minyak bumi, gas alam, dan endapan logam berat di dasar Laut Cina Selatan.

Berdasarkan data hasil ulasan dari AMTI CSIS, ternyata riset ilmiah kelautan yang dilakukan Cina tidak hanya dilakukan untuk kepentingan komersial dan ilmu pengetahuan saja. Namun juga, dilakukan untuk mengejar tujuan strategis dan militer dalam rangka melaksanakan agenda geopolitik Cina. (***)

 

 

Keamanan Laut Jadi Tugas Penting untuk Presiden RI Terpilih

 

Exit mobile version