- Kapal patroli PSDKP menangkap kapal berbendera Vietnam yang sedang melaut di perairan Natuna.
- Kapal tersebut diketahui tidak memiliki izin tangkap dan menggunakan alat tangkap merusak pair trawl. Beberapa hasil laut di Natuna ditemukan dalam kapal.
- IOJI memprediksi intrusi kapal asing ke Natuna mulai meningkat lagi setelah tiga bulan terakhir.
- WALHI Indonesia meminta pemerintah tidak hanya melakukan antisipasi dari hilir, tetapi dari hulu melalui diplomasi ke Vietnam.
Kapal ikan asing berbendera Vietnam kembali tertangkap basah sedang mencuri ikan di laut Natuna Utara oleh kapal pengawas kelautan dan perikanan. Kapal Vietnam yang melakukan praktek illegal, unreported and unregulated fishing (IUUF) itu mencoba kabur dari kapal pengawas.
Penangkapan berawal ketika kapal pengawasan ORCA 03 yang dinakhodai oleh Kapten Mohammad Ma’ruf melakukan patroli di WPP711 Laut Natuna Utara, Senin, 27 Maret 2023. Sekitar pukul 13.05 wib petugas kapal patroli melihat satu kapal diduga ilegal berbendera Vietnam bernama TG 9817 TS sedang melaut.
Kapal Vietnam tersebut sedang mengoperasikan alat tangkap pair trawl yang sangat merusak dan dilarang. Petugas KP Orca 03 langsung memberikan peringatan penghentian kepada kapal. “Sempat terjadi perlawanan,” kata Adin Nurawaluddin, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam siaran persnya, Kamis, 30 Maret 2023.
Kapal tersebut sempat mencoba kabur ketika diminta petugas KP Orca 03 berhenti. Mereka memutuskan jaring pair trawl yang sedang terpasang di laut. Kemudian mencoba melarikan diri. Namun, kapal bisa dihentikan.
Petugas KP. Orca 03 langsung melakukan pemeriksaan. Kapal tersebut merupakan kapal bantu pair trawl yang diawaki oleh dua orang ABK berkewarganegaraan Vietnam. Selain itu di dalam kapal terdapat muatan udang kipas 26 ekor, hiu 10 ekor, kepiting 8 ekor dan lobster 2 ekor.
Barang bukti yang ditemukan telah diamankan oleh petugas dan Kapal TG 9817 TS dibawa menuju Stasiun Pengawasan (Satwas) SDKP Anambas untuk melalui proses hukum lebih lanjut. “KKP akan terus hadir di laut melalui operasi pengawasan siskamling laut. Ini merupakan komitmen kami untuk terus hadir mengawasi WPPNRI dari potensi ancaman illegal fishing,” tegas Adin.
baca : Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia
Intrusi Kapal Asing di Natuna Mulai Meningkat
Data pantauan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menunjukan akan terjadinya peningkatan jumlah kapal asing Vietnam yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara. Pasalnya, tiga bulan belakangan mulai menurun karena gelombang laut yang cukup tinggi.
Seperti biasanya pengamatan yang dilakukan IOJI menggunakan dua medium yaitu citra satelit dan automatic identification system (AIS) menunjukan peningkatan jumlah kapal asing masuk ke Laut Natuna pada bulan Maret lalu.
Setidaknya terdeteksi kapal asing masuk laut Natuna pada bulan Maret sebanyak 18 kapal. Sedangkan Bulan Februari hanya 10 kapal, kemudian Desember 6 kapal. “Data deteksi intrusi KIA Vietnam IOJI ini merupakan ZEE Indonesia Non Sengketa,” kata Imam Prakoso, peneliti IOJI kepada Mongabay Indonesia, Kamis, 30 Maret 2023.
Imam mengatakan, pada bulan Desember 2022 sampai Februari 2023 memang terjadi penurunan jumlah kapal asing yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara. “Karena, gelombang laut yang sangat tinggi. Terutama Januari dan Februari, tinggi gelombang di Natuna kurang bersahabat untuk operasi kapal ikan,” kata Imam.
baca juga : Catatan Akhir Tahun: Angan-angan Menyelamatkan Laut Natuna
Diplomasi Harus Dilakukan
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional (Wahana Lingkungan Hidup) WALHI Indonesia Parid Ridwanuddin mengatakan, aktivitas IUUF di Indonesia tidak bisa hanya diselesaikan dari hilir. Tetapi juga dari hulunya, yaitu dengan melakukan diplomasi kepada negara bersangkutan.
Apalagi sekarang Indonesia menjadi Ketua Asean 2023, bahkan diplomasi dan konsolidasi bisa dilakukan dengan seluruh negara Asia Tenggara yang punya laut. “Tetapi selama ini upaya seperti itu tidak pernah kelihatan,” kata Parid.
Ia mencontohkan, diplomasi bisa dilakukan misalnya dengan negara Vietnam, baik secara soft maupun hard diplomasi. Misalnya menyepakati tindakan pemerintah Vietnam untuk memberikan sanksi kepada warga mereka yang melakukan IUUF di Indonesia. “Bisa saja kementerian terkait Indonesia datang langsung kesana, jadi antisipasi ilegal fishing tidak hanya di hilir, tetapi juga dihulu,” kata dia.
Selama ini Indonesia kata Parid selalu menjadi korban pencurian sumber daya alam oleh negara yang sebetulnya bisa dilakukan diplomasi.
Parid juga menyebutkan, beberapa hal lain harus tetapi dilakukan, yaitu patroli bersama antara KKP, Bakamla dan instansi lainnya. Menurut Parid pemerintah juga harus menjadikan nelayan perbatasan sebagai penjaga geopolitik bangsa Indonesia. “Jadi tidak hanya sekedar meminta mereka melaporkan kejahatan laut, tetapi harus serius membangun sebuah peta jalan untuk kebijakan ini,” kata dia.
baca juga : Tahun Berganti, Sengketa Laut Masih Belum Berakhir di Natuna
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono telah menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan melalui inovasi teknologi dan strategi operasi. Selain itu, dalam siaran persnya Menteri Trenggono juga akan mendorong pelibatan kelompok masyarakat untuk melakukan 3 M (melihat, mendengar dan melaporkan) sebagai bagian dari fisheries intelligent. Hal ini dilakukan guna mensukseskan lima program prioritas ekonomi biru untuk pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Dalam catatan akhir tahun 2022 Mongabay Indonesia, permasalahan illegal fishing tidak kunjung selesai. Nelayan terus melaporkan menemukan kapal asing di Laut Natuna. Selain itu masalah klasik terus dihadapi instansi terkait, yaitu adanya keterbatasan anggaran dan armada.
Kekurangan anggaran itu sudah sampai ke meja DPR RI. Mereka sudah menerima permintaan penambahan anggaran tersebut. Menurut DPR RI idealnya Bakamla harus memiliki Rp5 Triliun anggaran. Namun, persoalan politik anggaran butuh waktu yang lama.
“Tentunya ini PR (pekerjaan rumah), bagaimana caranya meyakini bendahara negara, anggaran untuk menjaga laut itu sangat penting,” kata Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan, akhir tahun lalu.