Mongabay.co.id

Gubernur Baru NTT Janjikan Moratorium Tambang. Akankah Terwujud?

Permasalahan tambang di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi persoalan pelik di tengah kehidupan masyarakatnya yang masih bergulat dengan permasalahan kemiskinan dan perdagangan manusia.

Pernyataan gubernur dan wakil gubernur terpilih baru NTT periode 2018-2023 Viktor Bungtilu Laiskodat dan wakil gubernur Josef Nae Soi seakan memberi asa kepada pemerhati lingkungan dan pegiat pertanian.

“Tambang seluruhnya kami moratorium dan ini salah satu kebijakan yang akan diimplementasikan dalam waktu dekat,” sebut Viktor, sesaat setelah pelantikannya menjadi gubernur di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018) dikutip dari Kompas.

Selama waktu pelaksanaan moratorium, gubernur dan wakil gubernur NTT bersama tim khusus akan meneliti apakah setiap aktifitas pertambangan apakah sudah memenuhi peraturan dan undang-undang termasuk kelayakan aktifitas pertambangan.

NTT, sebut Viktor, merupakan daerah yang indah dengan aneka kekayaan alamnya sehingga dirinya tidak menginginkan keindahan alam ini rusak akibat adanya aktifitas pertambangan.

baca : Rembuk Masyarakat NTT Desak Pemerintah Audit Izin Pertambangan

 

Pelantikan sembilan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, termasuk pasangan Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat dan Wagub NTT Josef Nae Soi, oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018). Foto : Oji/Humas Setkab/Mongabay-Indonesia

 

Siap Digugat

Hingga awal 2018, wilayah NTT masih dikepung 309 izin tambang yang tersebar di 17 kabupaten dengan rincian Belu terdapat 84 izin, Timor Tengah Utara (TTU) ada 70 izin, Kupang 34 izin, Ende 20 izin dan Manggarai ada 18 izin.

Izin tambang juga terdapat di kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 16 izin, Rote Ndao 15 izin, Nagekeo 14 izin, Alor 12 izin, Manggarai Timur 7 izin, Ngada 5 izin, dan Sabu Raijua, Sumba Barat Daya (SBD) serta Sumba Tengah masing-masing 2 izin, Manggarai Barat, Sumba Barat dan Sumba Timur masing-masing 1 izin. Dan ditingkat provinsi ada 5 izin tambang.

Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi kepada Mongabay-Indonesia, di Maumere, Sikka, Sabtu (8/9/2018) menjelaskan moratorium tambang bakal dilakukan selama kepemimpinannya yaitu 5 tahun.

Josef mengatakan bentang alam NTT cantik sehingga jangan dirusak oleh tambang. NTT akan fokus ke pembangunan pariwisata agar tetap cantik dan bisa dijual ke luar negeri.

“Izin yang sementara diusulkan termasuk yang sudah ada akan dicabut. Saya akan panggil kepala dinas dan cek apa saja yang sudah diberi izin. Resikonya saya akan dibawa ke pengadilan dan saya sudah siap menghadapinya,” ucapnya.

Josef telah siap apabila kebijakan moratorium itu tidak disukai oleh pengusaha tambang dan pemerintah pusat demi kepentingan masyarakat NTT. ”Tidak apa-apa pengusaha tidak suka (kebijakan moratorium tambang), aparat pemerintah tidak suka kami. Yang penting rakyat menyukai kami,” katanya.

Josef mengaku tidak mengetahui alasannya keberadaan tambang di NTT yang merupakan pulau-pulau kecil. Sebagai seorang pengusaha, dirinya mengetahui persis profit yang dihasilkan dari tambang di NTT kecil.

baca : Nasib Warga Desa Supul dalam Cengkeraman Perusahaan Tambang Mangan

 

Lokasi tambang marmer di bukit Naitapan desa Tunua, Molo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT milik PT.Sumber Alam Marmer. Foto :Yuvensius Nonga/Walhi NTT/Mongabay Indonesia.

 

Buka Akses Publik

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Daerah NTT mengapresiasi kebijakan gubernur dan wakil gubernur baru yang tegas akan memoratorium seluruh aktifitas pertambangan minerba di NTT.

Kebijakan itu, menurut Walhi NTT, merupakan keberpihakan kepada keberlanjutan lingkungan. Namun ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam upaya moratorium izin tambang.

“Pertama, soal keseriusan pemerintah provinsi NTT dalam melakukan moratorium izin tambang bisa terlihat dari upaya apakah gubernur berani untuk menghentikan rencana pembangunan smelter?” kata Umbu Wulang Tanamahu Paranggi, Direktur Walhi NTT, Minggu (9/9/2018).

Berdasarkan Undang-Undang No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tambang baru bisa beroperasi bila ada smelter.

Sementara ada proyek pembangunan dari gubernur sebelumnya yaitu pembangunan smelter di Kawasan Industri Bolok (KIB) Kupang oleh PT Gulf Mangan Group perusahaan mangan dari Perth, Australia.

“Kedua, Walhi NTT meminta gubernur terpilih untuk membuka seluas-luasnya partisipasi publik untuk mengawasi dan ikut terlibat dalam proses selama moratorium tambang,” pinta Wulang.

Partisipasi publik penting agar proses moratorium tidak disusupi oleh kepentingan hadirnya kembali investasi tambang yang merusak lingkungan dan mengabaikan aspek keadilan.

baca juga : Tahun Politik Rawan Bagi-bagi Izin, Ancaman buat Lingkungan dan Warga

 

Demo masyarakat menolak tambang di lokasi tambang emas Batu Gosok Labuan Bajo kabupaten Manggarai Barat, NTT pada 2009. Foto: Gerakan Masyarakat Tolak Tambang/Mongabay Indonesia.

 

Selamatkan Pulau Kecil

Kehadiran pertambangan ini akan berdampak pada kerusakan hutan, merampas lahan, mencemari air dan pesisir pantai, warga dikriminalisasi karena membela tanah dan airnya bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.

“NTT yang berciri khas provinsi kepulauan dengan 1.192 pulau besar dan kecil sangat riskan dilakukan pengembangan pertambangan,” sebut Yuvensius Nonga, Divisi Pesisir dan Pulau Kecil Walhi NTT, pada Minggu (9/9/2018).

Dalam UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dijelaskan tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan, juga industri perikanan secara lestari, lalu pertanian organik dan peternakan.

“Terlihat bahwa tidak ada pengelolaan pertambangan di pulau-pulau kecil,” tegas Yuvensius.

Sedangkan Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM), Carolus Winfridus Keupung mengatakan langkah gubernur membatalkan seluruh tambang harus didukung semua elemen untuk mencegah kerusakan pulau-pulau termasuk pulau-pulau kecil di NTT.

Karena, lanjut Winfridus, masyarakat tidak paham bahwa pulau Timor, Flores dan Sumba masuk kategori pulau kecil. Sehingga moratorium dan penutupan tambang adalah langkah tepat guna menyelamatkan pulau-pulau kecil. “Pulau-pulau kecil ini wajib dilindungi dari upaya-upaya pengrusakan,” harapnya.

menarik dibaca : Mama Aleta: Berjuang Mempertahankan Lingkungan, Melawan Tambang dengan Menenun

 

Demo tolak tambang yang dilakukan Walhi NTT. Foto : Walhi NTT/Mongabay Indonesia

 

Mengancam Pertanian

Walhi NTT menjelaskan 309 izin pertambangan di NTT mengabaikan daya dukung lingkungan. Berdasarkan analisis BPBD, ada 10-15 persen desa di NTT mengalami krisis air.

Sedangkan analisa Walhi NTT didasarkan pada penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan konsumi air, sebanyak 70 persen kawasan di NTT mengalami krisis air. “Ada 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang  terancam keberlanjutannya akibat praktek perambahan di kawasan hulu,” ungkap Yuvensius.

Oleh karena itu, provinsi NTT butuh pemimpin yang berani dan mampu menciptakan satu model pembangunan yang pro-lingkungan dan pro-rakyat.

Beberapa permasalahan di NTT sampai saat ini yang diabaikan adalah kerusakan daya dukung lingkungan serta kegagalan pembangunan yang mengakibatkan NTT mengalami krisis pangan sebagai kebutuhan dasar warga. Dalam catatan Bank Indonesia, NTT merupakan pengimpor terbesar di Indonesia dari sektor konsumsi yakni sebesar 82 persen.

 

Demo tolak tambang yang dilakukan Walhi NTT. Foto : Walhi NTT/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan WTM melihat pembatalan dan moratorium tambang memberi peluang kepada Pemprov NTT dan masyarakat untuk lebih fokus pada sektor pertanian untuk pemberdayaan ekonominya.

“Pertambangan bukan untuk memperkaya masyarakat tani tetapi lebih kepada pengrusakan alam dan lingkungan sekitarnya dan membuat sektor pertanian tidak berkembang dengan baik,” ungkap Winfridus

Pertambangan dan pertanian sangat bertolak belakang pungkas Wim, dimana tambang merusak lingkungan sementara lingkungan menjadi patokan suatu daerah dalam mengembangkan sektor pertanian.

 

Exit mobile version