Mongabay.co.id

Pemprov Sultra Bekukan Izin, Perusahaan Tambang di Konkep Tetap Beroperasi

Warga protes penyerobotan lahan oleh perusahaan tambang di Wawonii. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Warga terus menolak aktivitas pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara. Gerakan warga membuahkan hasil. Dari 15 izin, sembilan dicabut, sisanya dibekukan tanpa batas waktu. Sayangnya, pembekuan izin oleh Gubernur Sultra, Ali Mazi, seakan tak dihiraukan pemegang izin. Di lapangan, satu perusahaan tetap beroperasi walau izin dibekukan.

Perusahaan ini, PT Gema Kreasi Perdana (GKP), beroperasi di Kecamatan Wawonii Tenggara. Pada 10 Juli 2019, perusahaan dikabarkan menyeborot lahan warga. Lahan yang jadi kebun warga itu berisi mete, kelapa dan cengkih. Untungnya, ada aksi heroik dari seorang ibu yang berani menghalau alat berat.

“Walau begitu, lahan sudah sempat diserobot sebagian,” kata Mando, mahasiswa yang mengawal aksi warga.

Aksi ibu itupun viral di media sosial. Beragam media memberitakan aksi itu. Walhi Sultra juga angkat bicara.

Baca juga: Pemerintah Sultra akan Cabut 15 Izin Tambang di Wawonii

Mereka mengecam aksi GKP yang disebut melanggar hak asasi manusia dengan menyerobot hak tanah dan hak hidup warga.

Ada juga Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRSBW), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Forest Watch Indonesia (FWI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Anti Kekerasan (KontraS). Mereka mendesak, Pemerintah Sultra melalui gubernur mengambil sikap.

Mereka juga menuntut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Kelautan dan Perikanan, membatalkan semua perizinan pertambangan. Termasuk, perizinan seperti izin lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), izin pinjam pakai kawasan hutan hingga perizinan pelabuhan angkut bahan tambang di Wawonii, Konawe Kepulauan, Sultra.

Yah, gubernur harus tegaslah. Masa’ dia mengeluarkan pembekuan izin dan dilanggar, hanya dilihat-lihat saja. Aneh juga pemerintah kalau seperti ini,” kata Saharudin, Direktur Eksekutif Walhi Sultra, kepada Mongabay.

Desakan ini, katanya, juga mereka sampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka minta KPK menyelidiki dugaan korupsi perizinan pertambangan maupun tata ruang hingga lingkungan dan kehutanan.

“Yang terlibat dalam penyalahgunaan kewenangan hingga konflik kepentingan pertambangan di pulau kecil ini,” kata Melky Nahar dari Jatam.

 

Beberapa warga mendatangi lokasi yang mereka sebut penyerobotan lahan oleh GKP. Mereka membantu seorang ibu pemilik kebun yang menghalau tambang. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Belum sembuh luka lama, muncul pula luka baru. Berselang beberapa hari pasca aksi ibu-ibu menghalau alat berat milik GKP, perusahaan ini kembali aksi serupa. Mereka kembali menyerobot lahan warga dengan lokasi tak jauh dari sebelumnya. Warga tak diam, mereka membangun tenda sebagai pos jaga lahan.

“Walau tenda-tenda ini dibangun di lahan kami, perusahaan masih tetap beraktivitas,” kata Mando, di Kendari.

KontraS mengatakan, GKP salah satu perusahaan yang dibekukan IUP oleh Pemerintah Sultra atas pertimbangan UU Nomor 27/2007 tentang Perlindungan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWPPPK). Selain itu, bahwa semua operasi pertambangan di pulau kecil adalah pelanggaran hukum.

 

Jawaban gubernur melukai hati

Beberapa wartawan telah menunggu di pintu keluar hotel, sesaat setelah rapat internal Gubernur Ali Mazi dan forum komunikasi pimpinan daerah di Kendari, beberapa hari lalu.

Saat Ali keluar ditanya soal penyerobotan lahan oleh GKP. Jawaban Ali di tak sesuai surat yang dia tanda tangani sendiri soal pembekuan enam IUP tanpa batasan waktu.

Baca juga: Demo Tuntut Pemerintah Sultra Cabut Izin Tambang di Wawonii, Warga Alami Kekerasan Aparat

Dalam surat itu berisikan segala bentuk aktivitas pertambangan di Wawonii, tidak jalan sampai persoalan benar-benar selesai.

Ali bilang, penyerobotan lahan milik warga oleh GKP hanya omong kosong. Menurut dia, bukan penyerobotan lahan maupun penggusuran. GKP, katanya, telah membayar ganti rugi kepada pemilik lahan di kawasan itu.

Pernyataan ini, katanya, berdasarkan peninjauan lapangan tim yang dia bentuk. Tim, katanya, tak menemukan kasus penyerobotan lahan. Yang perusahaan lakukan, katanya, sah secara hukum.

“Itu omong kosong. Kita sudah turunkan tim Kejaksaan. Hasilnya, masyarakat setempat kan juga sudah terima. Jadi begini, kan itu ada 9 izin usaha pertambangan kita sudah cabut. Nah, daerah itu kalau potensi ada yah kita biarkan saja,” kata Ali.

 

Lukman Abumawas, Wagub Sultra (berkemeja merah), sedang menemui warga dan menandatangani surat persetujuan pencabutan 15 IUP di Pulau Wawonii. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Dia jelaskan, potensi daerah seperti perikanan, pariwisata, serta pertambangan harus dikelola dengan baik, untuk menambah penghasilan daerah.

Ali bilang, telah evaluasi IUP-IUP di Konkep.“IUP ini sudah ada yang dikeluarkan, ada yang sudah tidak sesuai, kita cabut. Kira-kira yang bisa berjalan, yah kita jalankan. Sudahlah kita sekarang begini lebih baik turun langsung ke lapangan. Toh kita tidak mau bohongi rakyat, kita pikirkan daerah kita bisa maju.”

Baca juga: Gubernur Sultra Cabut 9 Izin Tambang di Wawonii, Bekukan 6 Lainnya

Saya menanyakan soal pernyataan gubernur kepada Kajati Sultra, Mudim Aristo.

Dia bilang, benar kejaksaan terlibat dalam tim penuntasan persoalan pertambangan di Konawe Kepulauan. Kejaksaan, katanya, turun meninjaju pelunasan ganti rugi lahan.

“Kami turun di Wawonii, melakukan kajian hukum. Kajian kami bersifat sebagai saran. Hasilnya kita berikan ke ketua tim, dalam hal ini Gubernur Sultra,” katanya kepada Mongabay.

Meskipun begitu, katanya, pemerintah jangan berdiri di balik saran hukum jaksa. “Maksudnya, gubernur jangan bilang, oo iya kami sudah dapatkan pandangan hukum dari jaksa. Kemudian dianggap, aktivitas tambang di Wawonii karena saran kami, itu tidak bisa,” katanya.

Di kejaksaan, kata Mudim, mengupayakan agar tambang sesuai mekanisme. Syarat-syarat seperti izin lingkungan harus ada. Beberapa perkara lingkungan, katanya, juga sebagai bukti kinerja mereka.

Bambang Murtiyoso, Direktur Operasi GKP menepis tudingan penyerobotan lahan sebagaimana ditudingan warga. Dia bilang, tak benar dan yang disampaikan warga merupakan kekeliruan.

Perusahaan, kata Bambang, hanya membersihkan lahan yang sudah diganti rugi.“Itu sama sekali tidak benar, kami tengah pembersihan lahan yang sudah kami ganti untung tanam tumbuh.”

“Operator kami melakukan kekeliruan karena tanda pita sebagai batas pinggir yang terikat di pohon tidak terlihat jelas. Akibatnya, beberapa ruas ilalang dan semak belukar tergerus. Ini namanya bukan penyerobotan tapi kekeliruan dalam prosedur kerja yang sama sekali tidak disengaja,” kata melalui pesan Whatsapp.

 

Aparat kepolisian dari polsek setempat yang mengawal pembukaan jalan lingkar oleh perusahaan. Namun, alat berat menumbangkan pohon di kebun warga yang tidak mau diganti rugi. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Bambang pun meminta maaf atas kesalahan kerja operator alat berat itu. Dia mengajak semua warga duduk bersama membicarakan GKP yang akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

“Saya bersama dengan jajaran manajemen angsung menuju ke lokasi kejadian. Saya meminta maaf atas kejadian itu. Kami pun mengajak semua pihak duduk bersama dan membicarakan hal ini,” katanya.

Perusahaan mengimbau semua pihak menahan diri dari memberikan tudingan-tudingan tak benar terhadap GKP. Mereka mengajak semua pihak duduk bersama bila ada permasalahan. “Kehadiran GKP di Wawonii dapat memberikan kemakmuran kepada masyarakat. Sebelum berproduksi pun, kami sudah memberikan perhatian pada program CSR (tanggung jawab sosial-red) perusahaan seperti pembangunan menara telekomunikasi hingga masyarakat dapat menikmati jaringan 4G, listrik masuk desa 300 KVA untuk lima desa,” katanya.

Organisasi masyarakat sipil menganggap Gubernur Sultra telah berbohong dan menyalahi komitmen yang telah disampaikan kepada publik pada 14 Maret 2019.

Kini, enam izin yang dibekukan akan beroperasi lagi dan sudah mulai masuk Wawonii. Mereka mulai mendatangkan karyawan dan alat berat.

Mando mewakili FRSBW mendesak, Menteri LHK mencabut izin pinjam pakai kawaasan hutan yang cacat prosedur dan cacat substantif. Izin KLHK, katanya, terbit di pulau kecil.

Dalam kasus penyerobotan lahan di Konkep, nampak dari video beredar ada beberapa petugas polisi dari Polres Kendari. Mereka disebut turut menjaga.

Kapolres Kendari, AKBP Jemy Junaedi membantah ada anggota melakukan pengamanan. Dia juga tak tahu soal video beredar luas.

Menurut dia, anggota Polres Kendari dan polsek di Wawonii, hanya pengamanan di masyarakat.

“Tidak ada. Saya tidak tahu soal itu. Video yang mana juga saya belum lihat. Yang pasti, anggota kami hanya di tiga polsek untuk Wawonii, kami tidak menurunkan anggota untuk pengamanan di lokasi tambang. Yang kami jaga saat ini jangan sampai ada konflik-konflik sosial masyarakat di Wawonii. Itu saja, tidak lebih,” katanya singkat, Selasa (23/7/19).

Jatam dan Kontras menegaskan, semestinya Kapolri memerintahkan kapolda untuk evaluasi tanggota yang backing pertambangan ilegal, terutama di Wawonii.

“Yang harus dilakukan polisi memberikan rasa aman kepada masyarakat, bukan melindungi investor,” kata Melky.

 

Keterangan foto utama:  Warga protes penyerobotan lahan oleh perusahaan tambang di Wawonii. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

Kebun warga yang dijual perusahaan. Nampak jalan lingkar yang dibuat perusahaan dari lokasi penambangan menuju jetty atau pelabuhan khusus PT GKP. Di Wawonii Tenggara, terdapat warga pro dan kontra perusahaan, mayoritas menolak. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version