- Aksi warga Wowanii, bersama mahasiswa, lembaga kepemudaan dan organisasi masyarakat sipil membuahkan hasil. Pada Kamis (14/3/19), Pemerintah Sulawesi Tenggara, setuju cabut 15 izin usaha pertambangan di Pulau Wawonii.
- Dalam surat yang ditandatangani Lukman Abumawas, Wagub Sultra, itu, berbunyi, pertama, terhitung sejak Kamis (14/3/19) sampai Minggu (24/3/19) atau 10 hari ke depan, 15 IUP di Konkep, akan dicabut. Kedua, kemudian ditindaklanjuti dengan surat keputusan menyetop operasi pertambangan di Pulau Wawonii.
- Pemerintah Konawe Kepulauan, juga mendukung penolakan terhadap izin-izin tambang di Pulau Wowanii. Berdasarkan RTRW Konkep, Pulau Wowanii, bukan buat tambang, tetapi untuk perkebunan dan perikanan dan pariwisata.
- Amrullah, Bupati Konkep, mengatakan, penolakan tambang dengan alasan jelas. Pulau Wawonii, masuk ketegori pulau kecil, yang rentan bencana alam. Pemerintah Konkep pun tak memasukkan sektor tambang dalam pengembangan perekonomian warga.
Gelombang penolakan pertambangan di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, dari masyarakat, mahasiswa, lembaga kepemudaan, maupun organisasi masyarakat sipil, membuahkan hasil menggembirakan.
Aksi ribuan warga sejak Maret 2019 ini, membuat Pemerintah Sultra, akan mencabut 15 izin usaha pertambangan di Pulau Wawonii. Dukungan penolakan izin tambang di Wawonii, juga datang dari Pemerintah Konkep.
Pada Kamis (14/3/19), dalam pertemuan dengan warga dan mahasiswa Wawonii, sekitar 1.500 orang di Kantor Gubernur, Lukman Abunawas, Wakil Gubernur Sultra, menandatangani surat pernyataan pencabutan 15 IUP di Wawonii.
Baca juga: Demo Tuntut Pemerintah Sultra Cabut Izin Tambang di Wawonii, Warga Alami Kekerasan Aparat
Dalam surat yang ditandatangani itu, berbunyi, pertama, terhitung sejak Kamis (14/3/19) sampai Minggu (24/3/19) atau 10 hari ke depan, 15 IUP di Konkep, akan dicabut. Kedua, ia akan ditindaklanjuti dengan surat keputusan menyetop operasi pertambangan di Pulau Wawonii.
“Masyarakat bisa mengawal ini,” kata Lukman.
Sebelumnya, warga dan mahasiswa mendesak Gubernur Sultra H Ali Mazi, mencabut 15 IUP ini. Lukman keluar dari kantor, dengan pengawalan ketat aparat kepolisian. Dia ditemani beberapa pejabat pemprov, salah satu, Kadis Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, Andi Azis.
Baca juga: Dari Pulau Wawonii: Lahan Warga Terampas Tambang, Protes Berbuah Aniaya dan Penangkapan
Di hadapan warga—walaupun terpisah kawat duri milik kepolisian,—Lukman mengatakan, Pulau Wawonii, masuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Saya Lukman Abunawas, yang pernah menjabat sebagai Bupati di Konawe dan memekarkan Pulau Wawonii jadi daerah otonom baru bernama Konawe Kepulauan, bersama-sama masyarakat mendukung dan menolak tambang. Kita sama-sama mendorong pencabutan IUP di Wawonii,” katanya, disambut gembira warga.
Dia memastikan, Pemerintah Sultra secepatnya mencabut 15 izin tambang di Konkep. Hal ini, katanya, sudah mereka rapatkan dengan Ali Mazi, Gubernur Sultra.
Dia bilang, kalau pencabutan izin tak terlaksana, maka Lukman siap mempertaruhkan nyawa. “Saya tidak mau menyakiti keluarga saya di Wawonii. Saya siap mempertaruhkan jabatan dan nyawa saya sekalipun. Kami akan mencabut IUP di Wawonii,” katanya.
***
Pada Senin (10/3/19), demonstrasi sempat berujung bentrokan besar antara mahasiswa dengan aparat kepolisian dari Polda Sultra dan Polres Kendari. Mereka meminta, Gubernur Sultra, H. Ali Mazi mencabut 15 izin tambang di Konkep.
Tak saja menyuarakan cabut IUP, desakan kepada Kapolda Sultra, Brigjen Pol Irianto untuk mencopot, AKBP Jemy Junaedi, sebagai Kapolres Kendari, juga menggema.
Baca juga: Warga, DPRD dan Pemerintah Konawe Kepulauan Tolak Tambang, Bagaimana Sikap Gubernur?
Kemudian meminta gubernur mencopot Kasat Pol-PP Eman Jaya didasari insiden pemukulan warga dan mahasiswa beberapa hari sebelumnya.
Beberapa polisi berlumuran darah terkena lemparan batu. Dua mobil dirusak dan beberapa mahasiswa ditangkap karena bentrokan. Persitiwa besar ini terjadi hingga Senin malam 23.00 waktu setempat.
Kala gubernur jumpa pers menyikapi aksi ini, mahasiswa masih berdiam diri di depan Universitas Halu Oleo.
Setop operasi tambang
Dengan kericuhan Senin itu, Ali Mazi, akhirnya menggelar konferensi pers dihadiri belasan media di rumah jabatannya. Dalam keterangan itu, gubernur menyampaikan beberapa poin penting. Salah satu, menghentikan sementara aktivitas 15 IUP di Wawonii.
Dia merespon permintaan warga dan mahasiswa dengan mengganti Kasat Pol-PP Sultra dari Eman Jaya ke Arrijalu. Ali juga memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Polda Sultra, kalau akan memeriksa anggota Pol-PP yang diduga menganiaya atau tindakan di luar batas kewajaran.
“Pertama, saya sampaikan, selaku Gubernur Sultra, saya menghentikan sementara aktivitas 15 IUP di Konkep. Jangan dulu ada aktivitas operasi pertambangan sampai batasan waktu yang tak ditentukan,” katanya.
Ali juga meminta, Polda Sultra memulangkan mahasiswa yang ditangkap.
Soal penghentian sementara 15 IUP di Konkep, gubernur akan rapat dengan semua direksi atau pemegang 15 IUP. Rapat ini paling cepat Maret 2019.
“Kita rapatkan secepatnya membicarakan duduk persoalan 15 IUP ini. Kita undang semua direksi dan seluruh pihak, baik itu aparat, dinas-dinas terkait, mahasiswa dan pegiat lingkungan. Kalau perlu wartawan juga dipanggil. Kita putuskan bersama-sama bagaiman ke depan IUP ini,” katanya.
Kala itu, Ali masih bilang, pencabutan IUP tak serta merta hanya lewat kebijakan dia tetapi harus sesuai mekanisme.
“Terkait tambang, saya sudah panggil Kadis ESDM untuk pemberhentian sementara. Kan ada 18 IUP di Konkep, tiga sudah game over. Nah, ini 15 kita berhentikan sementara,” kata Ali.
Mendapat respon seperti itu, warga dan mahasiswa tak puas. Mereka tetap menuntut pencabutan 15 IUP itu.
Sampai Rabu (13/3/19), warga Pulau Wawonii, masih terus berdatangan di Kota Kendari. Mereka masih menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur Sultra, meminta Ali mencabut 15 IUP di Wawonii.
Menurut warga, penghentian sementara 15 IUP tak menyelesaikan masalah.
Warga silih berganti datang pakai moda transportasi laut. Anggaran pembelian tiket sampai makan selama di Kendari, mereka tanggung masing-masing. Data yang dihimpun Mongabay, ada 500 warga dari Wawonii, masuk Kendari untuk demo. Mereka ditampung di Sekretariat HMI Cabang Kendari.
Sulhan, Ketua Cabang HMI Kendari, mewakili masyarakat mengatakan, gerakan yang mereka bangun akan berakhir sampai gubernur mencabut 15 IUP, bukan setop sementara.
Kalau gubernur tak mencabut IUP, katanya, khawatir kembali beroperasi. Dia tetap mendukung langkah gubernur dan akan mengawal penghentian sementara 15 IUP di Konkep.
“Kita bertahan pada pencabutan. Kita tak mau ada kata setop sementara. Yang kami mau dicabut.”
Dukungan Pemerintah Konkep
Amrullah, Bupati Konkep, sempat mendatangi warga di Kantor HMI Cabang Kendari. Dia sembari memberikan penguatan soal posisi Pemerintah Konkep akan polemik 15 IUP.
Amrullah mengatakan, membukakan pintu seluas-luasnya kepada warga yang ingin menyampaikan aspirasi.
“Silakan demo, asal jaga keamanan dan kenyamanan. Jangan buat rusuh seperti demo-demo sebelumnya. Kita ini sama, di wilayah kita, [seharusnya] tidak ada ruang tambang,” katanya, di hadapan warga.
Pemerintah Konkep, katanya, berada bersama warga mengawal aspirasi ini. Dia bilang, sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW) Konkep, juga meniadakan tambang. Kata Amrullah, sesuai Undang-undang, Pulau Wawonii, masuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Iya RTRW kami juga tak ada tambang. Yang ada, pengembangan daerah hanya sektor perikanan, perkebunan dan pariwisata. Itu saja. Kementerian ATR/BPN juga sudah menyepakati RTRW kami.”
Amrullah menyambut baik keputusan Gubernur Sultra, Ali Mazi, menghentikan sementara pertambangan di Konkep.
“Kita serahkan lagi kepada gubernur. Pengehentian sementara itu langkah luar biasa. Kalau mencabut, kita sudah konsultasikan kepada gubernur. Ini sudah dikaji. Saya berkeyakinan, Pak Gubernur juga mau mencabut IUP, tetapi harus tetap sesuai mekanisme hukum,” katanya.
Soal penolakan tambang, kata Amrullah, bukan keinginan mereka semata tanpa didasari alasan jelas. Namun, katanya, melihat kondisi Wawonii yang rentan bencana alam, hingga mereka tak memasukkan sektor tambang dalam pengembangan perekonomian warga.
Keterangan foto utama: Fatria, salah satu perempuan Wowanii, yang berjuang menolak tambang. Dia meneteskan air mata usai mendengar pernyataan Lukman Abunawas yang akan mencabut 15 IUP di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia