Mongabay.co.id

Kedaulatan Negara di Atas Laut adalah Segalanya

 

Pemerintah Indonesia terus menebar peringatan kepada para pelaku illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) yang masih berani melaksanakan aktivitas terlarang dengan menangkap ikan di perairan Indonesia. Para pelaku yang adalah kapal ikan asing (KIA) itu, diancam akan ditenggelamkan jika masih berani melakukan kegiatan merugikan Negara.

Peringatan itu ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memimpin pemusnahan 21 KIA pelaku IUUF di Pontianak, Kalimantan Barat dari perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Minggu (6/10/2019).

Dengan melakukan penenggelaman kapal, Pemerintah tak hanya sekedar ingin memberikan efek jera kepada para pelaku IUUF, namun juga menjadi bentuk kepastian hukum di Indonesia. Itu artinya, Pemerintah tidak memberikan keringanan bagi siapapun yang melakukan pelanggaran kedaulatan wilayah Negara dan sekaligus tindak pidana pencurian ikan.

“Selain dengan cara dimusnahkan,” ucapnya.

baca : Tantangan Paripurna Satgas 115 di Akhir Masa Kerja

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memimpin pemusnahan 21 Kapal Ikan Asing pelaku IUU Fishing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Minggu (6/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Menurut Susi, sudah saatnya Indonesia bisa mengamankan dan memastikan sumber daya alam akan terus ada hingga generasi berikutnya. Dengan demikian, semua generasi bangsa masih akan bisa menikmati kekayaan sumber daya alam yang ada di laut.

Agar bisa terus memastikan keberlanjutan sumber daya laut sampai generasi-generasi berikutnya, Susi menyatakan bahwa kepastian hukum yang benar, tegas, dan tidak ada kompromi, menjadi benteng pertahanan Negara yang luar biasa. Untuk itu, komitmen supaya terus menjaga kedaulatan dan mempertahankan keberlanjutan sumber daya ikan harus terus dikobarkan semangatnya.

“Karena (sumber daya ikan) memiliki potensi nilai melebihi migas (minyak dan gas), dan tambang. Ikan akan terus ada, selama kita menjaganya,” tuturnya.

Susi melanjutkan, kedaulatan Negara menjadi sangat penting, karena itu berperan besar saat memulai program pembangunan, dan rencana program-program Pemerintah lainnya untuk masyarakat kelautan dan perikanan. Dengan demikian, semua program pembangunan akan lebih fokus dan terarah untuk masyarakat dengan manfaat yang nyata.

baca juga : Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia

 

Penenggelaman 21 Kapal Ikan Asing pelaku IUU Fishing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Minggu (6/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Kedaulatan Negara

Menurut Susi, Pemerintah Indonesia tak akan membuat program pembangunan yang tidak memiliki tujuan jelas. Sebaliknya, setiap program yang dilaksanakan, itu sudah direncanakan dengan baik dan terarah. Contohnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berkomitmen untuk membantu masyarakat kelautan dan perikanan dalam memanfaatkan wilayah laut.

“Namun, kalau nelayan yang mau dikasi kapal, perahu, (atau) jaring, jika ikannya tidak ada (di laut), ya untuk apa,” tegasnya.

Ancaman berkurangnya sumber daya laut tersebut, diakui Susi menjadi perhatian utama Pemerintah Indonesia dalam lima tahun terakhir. Hal itu, karena sejak izin melaut untuk KIA dibuka pada 2001, tercatat lebih dari 10 ribu kapal sudah masuk ke wilayah laut Indonesia. Kapal-kapal asing tersebut, tak semuanya beroperasi dengan menggunakan alat penangkapan ikan (API) yang ramah lingkungan.

Akan tetapi, justru banyak sekali kapal asing di periode tersebut yang bertonase besar dan diketahui menggunakan API yang merusak lingkungan. Dengan jumlah kapal yang sangat banyak, maka ancaman kerusakan ekosistem di laut dan sumber daya ikan di dalamnya, semakin tak terhindarkan lagi. Di fase tersebut, stok ikan di laut akan turun ke titik yang sangat rendah.

“Keberhasilan dari program mempertahankan kedaulatan sumber daya alam yang telah dilakukan ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan. Lima tahun terakhir ekspor kita juga naik. NTN (Nilai Tukar Nelayan), NTUP (Nilai Tukar Usaha Perikanan) juga naik 20 persen,” ujarnya.

Pernyataan Susi tersebut kemudian diperkuat oleh Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak Agus Sahat yang ada di lokasi upacara penenggelaman di peraian Pulau Datuk. Menurut dia, tindak pidana perikanan saat ini sudah menjadi isu dunia yang dihadapi seluruh negara.

Tindak pidana tersebut, tak hanya berdampak pada kerusakan ekosistem dan sumber daya perikanan di laut saja, namun juga menyangkut dengan kedaulatan Negara. Oleh itu, penenggelaman kapal yang dilakukan Pemerintah Indonesia bisa menegaskan bahwa Negara menjunjung tinggi kedaulatan dan memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat.

perlu dibaca : Ada Potensi Kerugian Negara Rp137 Miliar Dari Perikanan Ilegal Kapal Ikan

 

Penenggelaman 21 Kapal Ikan Asing pelaku IUU Fishing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Minggu (6/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Diketahui, pada Minggu, sebanyak 18 KIA dimusnahkan di perairan Pontianak dengan cara ditenggelamkan. Kapal-kapal tersebut, terdiri dari 18 kapal berbendera Vietnam dan 2 kapal berbendera Malaysia dan seluruhnya sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap (inkracht) yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung.

Penenggelaman 18 kapal tersebut, menyusul kegiatan serupa yang dilaksanakan pada Jumat (4/10/2019) di perairan Kabupaten Sambas, Kalbar. Pada hari tersebut, sebanyak 3 kapal dimusnahkan dengan cara dihancurkan dan mesinnya ditenggelamkan di perairan tersebut. Ketiga kapal berbendera Vietnam itu, ditenggelamkan mesinnya, karena kapal sudah dalam kondisi rusak.

Pemusnahan 21 kapal tersebut, menjadi bagian dari rencana pemusnahan 42 kapal ikan ilegal yang dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap dari lembaga peradilan. Adapun kapal lainnya rencananya akan di musnahkan secara serentak pada 7 Oktober 2019, yakni Belawan 6 kapal, Batam 6 kapal, dan Natuna 7 kapal.

 

Kinerja Pamungkas

Dengan dimusnahkannya 21 kapal ini, maka jumlah kapal barang bukti tindak pidana perikanan yang sudah dimusnahkan sejak Oktober 2014 sampai dengan saat ini bertambah menjadi 556 kapal. Jumlah tersebut terdiri dari 321 kapal berbendera Vietnam, 91 kapal Filipina, 87 kapal Malaysia, 24 kapal Thailand, Papua Nugini 2 kapal, RRT 3 kapal, Nigeria 1 kapal, Belize 1 kapal, dan Indonesia 26 kapal.

Menurut Susi, penenggelaman kapal pelaku IUUF dilakukan dengan mengacu pada Pasal 76A Undang-Undang No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang Perikanan, yaitu benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Susi yang juga menjadi Komandan Satuan Tugas Pemberantasan dan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), menyatakan bahwa pemusnahan barang bukti kapal pelaku penangkapan ikan secara ilegal, dilakukan untuk melaksanakan amanah undang-undang perikanan. Selain itu, penenggelaman juga untuk mengamankan visi misi Presiden RI Joko Widodo yang menjadikan laut sebagai masa depan bangsa.

“Serta memastikan kesejahteraan masyarakat, agar dapat mencukupi kebutuhan ekonominya dari hasil laut,” sebutnya.

baca juga : Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara

 

Penenggelaman 21 Kapal Ikan Asing pelaku IUU Fishing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Minggu (6/10/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Ia juga menambahkan, pemusnahan kapal dengan cara ditenggelamkan merupakan hal rutin yang dilakukan Satgas 115. Namun dalam praktiknya, untuk menghemat waktu dan efisiensi anggaran, maka penenggelaman hanya dilakukan hampir satu atau dua kali dalam setahun.

“Bukan berarti para pelaku illegal fishing ini tidak dihukum, kita kumpulkan hingga akhirnya inkracht-nya cukup banyak dan kita lakukan penenggelaman,” pungkasnya.

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa juga menyatakan bahwa pihaknya saat ini masih menunggu pelimpahan berkas enam KIA yang diputus bersalah oleh pengadilan negeri di berbagai daerah. Keenam kapal tersebut direncanakan akan dieksekusi oleh Satgas 115 dan dimanfaatkan untuk kapal edukasi.

Enam kapal yang hingga saat ini masih belum diserahterimakan kepada KKP, adalah Silver Sea 2 berbendera Thailand, Sea Breeze STS 50 yang menggunakan bendera 8 bendera (stateless), Fu Yuan Yu 831 yang berbendera Timor Leste (multiple flag), MV NIKA berbendera Panama, Gui Bei Yu 27088 berbendera Tiongkok, dan Cing Tan Co 19038 berbendera Tiongkok.

“Selama ini, kapal-kapal itu menjadi buruan Interpol dan berhasil ditangkap Satgas 115 saat beraksi di wilayah perairan Indoenesia,” jelas dia.

 

Exit mobile version