Mongabay.co.id

Prinsip Keberlanjutan Diterapkan pada Pengembangan Tambak Udang Dipasena

 

Pemerintah Indonesia berjanji akan mengembangkan kembali usaha budi daya udang di kawasan Bumi Dipasena, Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Namun, sebelum itu dilakukan, Pemerintah akan melakukan kajian lebih dulu untuk memastikan teknologi budi daya yang diterapkan sudah memenuhi prinsip keberlanjutan untuk lingkungan hidup.

Janji tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Jakarta, Rabu (4/12/2019). Pengembangan Bumi Dipasena sejalan dengan keinginan Presiden RI Joko Widodo untuk menggenjot produksi sub sektor perikanan budi daya secara nasional.

“Dipasena masih kita minta untuk dilihat, saya belum tahu pendekatannya seperti apa,” ucapnya.

Edhy mengatakan walau belum memutuskan akan mengembangkan dengan konsep dan teknologi yang detil, namun dia berjanji akan terus melakukan kajian agar kawasan tambak yang pernah jaya tersebut akan menjadi salah satu sentra produksi udang di tingkat nasional.

Yang pasti, dia menyebut kalau pengembangan kembali Dipasena akan fokus pada usaha kerakyatan dan selama ini pola tersebut dinilai sudah berhasil dilaksanakan di kawasan tersebut. Dengan kata lain, Pemerintah akan memberikan kesempatan yang luas untuk program yang menguntungkan masyarakat.

“Dan juga punya nilai tambah buat (perekonomian) nasional,” tuturnya.

baca : Cerita Erna Leka, Petambak Udang dari Dipasena

 

Kawasan tambak udang Bumi Dipasena, Lampung. Foto : bumidipasenajaya.desa.id

 

Tentang masalah infrastruktur yang masih menjadi hambatan terbesar di Dipasena sekarang, Edhy juga berjanji akan memperbaikinya sampai tuntas dengan menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dirjen Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto saat dikonfirmasi terpisah menyatakan bahwa pengembangan Dipasena sudah menjadi program dari KKP. Namun, untuk saat ini pengembangannya baru sampai pada tahap pengkajian ulang dengan melibatkan pakar di dalamnya.

“Tahun ini kami akan melihat perkembangannya terakhir yang ada di sana. Setelah itu akan buat perencanaannya. Kita sudah punya gambaran, kita akan ikut dorong itu, termasuk listrik, cara produksi yang ada di sana juga,” jelasnya kepada Mongabay.

Dalam melaksanakan kajian, KKP akan bekerja sama dengan sejumlah pihak lain yang kompeten seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan beberapa kementerian lain. Cara tersebut dilakukan, agar pola dan konsep pengembangan budi daya udang bisa dilaksanakan dengan tepat dan sesuai dengan kondisi di sana.

baca juga : Jalan Panjang Konflik Petambak Dipasena

 

Hasil panen udang dari Bumi Dipasena, Lampung. Foto : lampung.co

 

Keberlanjutan

Selain melakukan kajian, Slamet menyebutkan kalau pengembangan Dipasena juga harus memperhatikan sisi keberlanjutan usaha budi daya. Saat ini dia menilai, sisi keberlanjutan di Dipasena masih belum terbangun dengan baik. Hal itu terjadi, karena tambak yang ada di sana rerata sudah berusia tua dan masih mengadopsi teknologi lama.

“Kontinuitas untuk produksi yang perlu ditata kembali. Keberlanjutan untuk budi daya perlu diterapkan. Sekarang lingkungannya tidak cocok lagi,” tuturnya.

Dengan segala pertimbangan di sebut di atas, Slamet mengatakan bahwa program pengembangan akan mulai dilaksanakan pada 2021 mendatang dengan didahului penerapan program percontohan yang dilaksanakan pada 2020. Tahapan tersebut, diharapkan bisa berjalan dengan baik dan memberikan kenyamanan bagi petambak rakyat di sana.

Di antara yang menjadi fokus perhatian di Dipasena, menurut dia, adalah berkaitan dengan kondisi struktur budi daya pada lahan yang ada. Di sana, lahan yang dipakai diketahui sudah berusia tua dengan konstruksi yang juga tua. Fakta tersebut sudah berlawanan dengan metode budi daya modern seperti sekarang.

“Sekarang ini (usaha) budi daya lahannya kecil-kecil, tata letak juga menggunakan pola klaster. Karenanya Dipasena akan kita tata kembali. Akan kita kembangkan, tapi berbasis kerakyatan. Perusahaan staker-nya tidak hanya satu lagi, tapi boleh siapa saja,” tegasnya.

baca juga : Petambak Dipasena Minta Udang dari Pengusaha Tidak Dijual Bebas

 

Ilustrasi. Panen udang dari tambak. Foto : Dirjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, pengembangan Bumi Dipasena harus dilakukan dengan benar tanpa mengulang kisah lama yang membuat para petambak trauma. Pengembangan harus dilakukan dengan sistem yang transparan dan jujur.

Ketidakterbukaan pengelolaan menjadi awal mula munculnya konflik di lingkungan Bumi Dipasena yang saat itu dikuasai oleh PT Central Proteina Prima (CPP) yang bermitra dengan petambak udang setempat melalui skema inti plasma. Saat itu, perusahaan tidak transparan dengan memotong dana kredit bantuan dari perbankan untuk petambak hingga 50 persen.

“Selain itu, ada sarana dan prasarana kerja yang dibagikan kepada petambak terindikasi barang bekas,” ucapnya.

 

Mandiri

Saat ini, skema usaha yang dijalankan di Bumi Dipasena adalah dengan menerapkan skema gotong royong yang dikembangkan masyarakat. Skema itu mulai dijalankan pada 2013 atau setelah Dipasena ditinggalkan oleh perusahaan. Saat itu, setiap warga berkomitmen menyumbangkan Rp1.000 dari setiap 1 kilogram produksi udang yang dihasilkan.

Fakta itu diungkapkan Peneliti Antropologi/Maritim Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI Dedi Adhuri saat bertemu media di Jakarta, Selasa (3/12/2019). Menurut dia, sejak dilakukan pengumpulan modal secara mandiri, sejak itu pula para petambak berhasil mengakumulasikan modal bersama sampai berjumlah Rp26 miliar.

Adapun, pengumpulan modal bersama itu diinisiasi oleh Persatuan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Petambak Pengusaha Udang Wilayah Lampung. Melalui modal bersama, itu juga menjadi dasar yang bagus untuk membangkitkan kembali usaha budi daya udang di Bumi Dipasena.

“Jika revitalisasi betul-betul dilakukan, maka tambak udang Dipasena akan beroperasi optimal dan bangkit menjadi produsen udang terbesar seperti dirasakan saat tahun keemasan. Tidak hanya petambak yang diuntungkan, tetapi seluruh bangsa ini,” ungkapnya.

perlu dibaca : Merangkai Pesisir Timur Sumatera Selatan Menjadi Desa Mandiri Energi dan Sentra Udang Windu

 

Ilustrasi. Panen udang. KKP menawarkan duet teknologi microbubble dan RAS untuk meningkatkan produktivitas budidaya udang. Foto : news.kkp.go.id/Mongabay Indonesia

 

Menurut Dedi, strategi revitalisasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi lingkungan dan infrastruktur tambak, peningkatan praktik budi daya, penggalangan dana usaha, pengaliran arus listrik untuk rumah tangga dan budi daya, perbaikan jalan poros Tulang Bawang-Rawajitu, dan penyediaan air bersih untuk rumah tangga.

”Hasilnya berpengaruh pada peningkatan produksi budidaya,” sebutnya.

Berdasarkan perhitungan potensi output strategi revitalisasi yang berhubungan dengan peningkatan produksi budi daya, khususnya pada perbaikan jalan poros Tulang Bawang-Rawajitu, akan menurunkan biaya transportasi mencapai 4,96 persen. Di mana, biaya transportasi memiliki kontribusi 21,30 persen dari total biaya tambak.

Diketahui, Bumi Dipasena pernah menjadi kawasan tambak udang terbesar di Asia Tenggara pada era 1990-an. Dengan luas lahan hingga 16.250 hektare yang terbagi pada kepemilikan hak guna usaha tambak oleh perusahaan seluas 9.450 ha dan sertifikat hak milik oleh petambak plasma seluas 6.800 ha, Dipasena bisa memproduksi rerata 200 ton per hari.

“Produksi seperti itu dulu berhasil menyumbang devisa untuk Negara hingga USD3 juta,” katanya.

Wakil Ketua P3UW Nafian Faiz pada kesempatan sama mengatakan, dengan segala keterbatasan yang ada, para petambak di Bumi Dipasena saat ini terus berjuang untuk bisa bertahan hidup dengan mempertahankan usaha budi daya udang di sisa lahan tambak yang ada. Namun, keterbatasan itu memaksa produksi udang tidak bisa berjalan maksimal.

“Kita akan berjuang terus, dan kita minta Pemerintah untuk hadir di sini,” tegas dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengkritik rencana KKP yang akan mengembangkan usaha budi daya perikanan dengan menggenjot produksi udang melalui metode ekstensifikasi lahan. Metode tersebut, dinilai hanya akan mempercepat kerusakan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dia menyebut, kalau Negara ingin fokus pada perikanan budi daya, maka sebaiknya memanfaatkan lahan yang sudah ada seperti kawasan Bumi Dipasena yang sudah menjadi kawasan produksi tambak sejak 1990-an. Jika itu dilakukan, maka Negara bisa menjalankan produksi usaha dan menjaga keberlanjutan lingkungan secara bersamaan.

 

Exit mobile version