Mongabay.co.id

Samson dan Boboy Akhirnya Kembali ke Kalimantan Barat

 

 

Samson dan Boboy menapaki fase baru dalam hidupnya. Usai diselamatkan sebagai satwa peliharaan, keduanya akan menjalani masa rehabilitasi di International Animal Rescue [IAR] di Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Tim penyelamatan IAR bertolak dari Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, pagi 6 Agustus 2020, dan esok harinya tiba di Pelabuhan Sukabangun, Ketapang.

Sebelum bertolak, Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang telah memeriksa kesehatan dua orangutan jantan dewasa ini. Mereka diuji tuberculin untuk mengetahui apakah terinfeksi kuman Mycobacterum tuberkulosis dan juga uji Elisa untuk mengetahui titer antibodi rabies.

Selama perjalanan lebih dari 36 jam dari Semarang menuju ke Ketapang itu, kondisi keduanya cukup baik. Setibanya di Sei Awan, mereka langsung ditempatkan di kandang karantina yang sudah dilengkapi dengan enrichment daun serta hammock.

Di kandang barunya, Boboy langsung berguling di atas dedaunan. Dia juga langsung menaiki hammock. Hammock yang disediakan memang tidak terlalu tinggi, mengingat kondisi Boboy yang tidak bisa menggunakan ekstrimis caudalnya [kaki belakang] dengan baik. Meski sedikit stres karena melihat banyak orang, Boboy tampak menikmati kandang barunya.

Sementara Samson, memainkan tali hammock di kandangnya. Dia juga terlihat sedikit stres karena bertemu banyak orang baru. Selama perjalanan, tidak ada komplikasi yang dialami keduanya dan tentunya pemantauan kesehatan dan perilaku terus dilakukan.

Baca: Meski Bukan Ibu Kandung, Monti Tetap Asuh Anggun di TN Bukit Baka Bukit Raya

 

Inilah satu dari dua orangutan kalimantan yang direhabilitasi di IAR Indonesia. Foto: IAR/Heribertus Suciadi

 

Temia, dokter hewan IAR Indonesia yang turut memeriksa menjelaskan, kedua orangutan usia 20 tahun itu dipastikan sehat. Di usia ini, mereka rentan terserang penyakit yang sama manusia. Kemiripan DNA, menyebabkan orangutan dan manusia dapat terinfeksi virus serupa.

“Keduanya orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus] yang diselamatkan dari dua lokasi berbeda di Jawa Tengah.”

Samson berasal dari Taman Wisata Satwa Jurang Kencana Kendal dan Boboi berada penangkaran pribadi milik Er, di Semarang. Penyitaan keduanya berlangsung akhir Juli 2020.

“Di Ketapang, mereka akan menjalani masa karantina dua bulan dan mendapatkan penanganan medis lebih spesifik, observasi, serta perawatan,” ungkapnya, Jumat [07/8/2020].

Baca: Taman Satwa Tanpa Izin di Kalimantan Barat Ditertibkan, Pengelolanya Ditetapkan Tersangka

 

Telah lama menjadi satwa peliharaan warga di Jawa Tengah, orangutan ini harus menjalani masa rehabilitasi agar nantinya bisa hidup di hutan. Foto: IAR/Heribertus Suciadi

 

Berdasarkan pemeriksaan, Temia menyebut, mereka terindikasi malnutirisi yang berdampak pada gangguan perkembangan tubuh. Hal tersebut terlihat dari tanda fisik yang ada. Hewan yang terbiasa dikandang jarang belajar keterampilan, dan terbiasa kontak dengan manusia. Selain itu jiwa alami mereka telah hilang dan terkesan manja, dan terbiasa menunggu makan. Rehabilitasi sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka.

“Selama ini mereka terkurung di kandang sempit, tidak memenuhi syarat. Pantauan di lapangan juga menunjukan, aspek kesejahteraan [welfare] mereka sebagai satwa tidak terpenuhi.”

Baca: Selama Hutan Dirusak, Konflik Manusia dengan Orangutan Tetap Terjadi

 

Selama perjalanan lebih dari 36 jam menggunakan kapal laut dari Semarang menuju ke Ketapang, kondisi kedua orangutan ini cukup baik. Foto: IAR/Heribertus Suciadi

 

Telah dipantau

Keberangkatan Samson dan Boboy merupakan hasil kerja sama tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Jawa Tengah dan BKSDA Kalimantan Barat atas petunjuk Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE] dan Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK].

Indra Exploitasia, Direktur KKH KLHK mengatakan, kesejahteraan satwa merupakan hal penting dalam upaya konservasi. “Untuk itu, dalam proses konservasi baik in situ maupun ex situ, terselenggaranya kesejahteraan hewan perlu dijamin dan merupakan mandat undang-undang yang harus dilaksanakan oleh setiap pelaku usaha yang bergerak dibidang konservasi satwa,” terangnya, Sabtu [08/7/2020].

Keberadaan dua orangutan ini memang sudah dipantau, dan diverifikasi sejak Oktober 2019. “Pihak BKSDA Jawa Tengah telah melaporkan ke Direktur Jenderal KSDAE dan Direktur KKH terkait penyelamatannya bersama lembaga terkait,” kata Darmanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah.

BKSDA Jawa Tengah berharap semua proses penyelamatan berjalan baik dan keduanya segera pulih agar bisa hidup bebas di habitat. “Semoga, kerja sama ini berkelanjutan dalam upaya pelestarian jenis satwa liar lainnya yang terancam punah,” katanya.

Baca: Kerja Konservasi Belum Selesai, Meski Satwa Dilindungi Dikembalikan ke Hutan

 

Pembiusan dilakukan sebelum orangutan ini dipindahkan. Foto: IAR/Heribertus Suciadi

 

Pihak BKSDA Kalbar memastikan, kandang dan semua fasilitas kesehatan di pusat rehabilitasi IAR Indonesia layak dan memenuhi syarat, untuk merawat satwa milik negara. “Atas kerja sama luar biasa dari semua pihak, kita berhasil “membawa pulang” dua individu orangutan kalimantan ini,” kata Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala BKSDA Kalimantan Barat.

Namun di sisi lain, Sadtata mengungkapkan, hal ini menjadi keprihatian bersama karena pemeliharaan satwa liar dilindungi masih banyak di masyarakat. “Perlu terobosan mengkampanyekan pengelolaan keanekaragaman hayati sekaligus menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian jenis-jenis satwa endemik Indonesia,” katanya.

 

Proses rehabilitasi orangutan tentu saja rumit dan lama, terlebih pada orangutan yang sudah lama hidup di kandang. Foto: IAR/Heribertus Suciadi

 

Orangutan itu di hutan

Karmele L. Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia menyatakan, Yayasan IAR Indonesia sudah menyelamatkan orangutan di Kalimantan Barat selama 10 tahun. “Kami sedih melihat orangutan yang seharusnya hidup bebas di alam, justru dikurung dalam kandang selama hidupnya. Proses rehabilitasi tentu saja rumit dan lama, akan jauh lebih sulit dilakukan pada orangutan yang sejak lahir dikurung di kandang. Tidak pernah belajar hidup di alam bebas.”

Ditambah lagi, apabila orangutan memiliki penyakit atau kelainan dan cacat akibat pemeliharaan yang salah, maka tidak akan mampu lagi untuk hidup bebas di habitat aslinya. “Mereka bakal hidup di sanctuary selama sisa hidupnya.”

Terlepas itu semua, Karmele mengatakan, IAR bangga sekaligus bahagia bisa berperan dalam upaya penyelamatan orangutan agar hidup lebih sejahtera. “Kami berharap, seluruh masyarakat bisa berpartisipasi menjaga kelestarian orangutan dan habitatnya. Indonesia harus bangga sebagai satu-satunya negara yang memiliki tiga spesies orangutan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version