- Taman Satwa Kampoeng Tuhu’ di Jalan Lintas Bantan, Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, ditertibkan oleh Brigade Bekantan Seksi Wilayah II Pontianak, Balai Gakkum Wilayah Kalimantan karena tidak memiliki izin.
- Pemiliknya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kepolisian.
- Satwa-satwa yang disita adalah beruang madu, kukang kalimanta, binturong, buaya muara, landak, tiong emas, dan wlang bondol.
- Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, mengatakan, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap lembaga konservasi agar menjalankan fungsinya dengan benar.
Suasana Café & Resto Kampoeng Tuhu’ di Jalan Lintas Bantan, Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, tampak lengang. Tadinya cukup ramai dikunjungi masyarakat, terutama akhir pekan. Pasalnya, selain menikmati santapan, warga juga dapat melihat aneka satwa di tempat tersebut dengan membayar tiket masuk Rp10 ribu per orang. Hingga akhirnya diketahui, Kampoeng Tuhu’ tidak memiliki izin mengelola taman satwa.
Brigade Bekantan Seksi Wilayah II Pontianak, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan pun menyita sejumlah satwa di lokasi tersebut, 19 Februari 2020. Pemiliknya, seorang mahasiswa berinsial ODA [25], menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Barat.
“ODA ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kepolisian,” tukas Julian, Kepala Seksi Penegakan Hukum Willayah II Pontianak, Sabtu [22/2/2020] lalu. ODA ditahan di Rutan Polda Kalbar.
Baca: Kerja Konservasi Belum Selesai, Meski Satwa Dilindungi Dikembalikan ke Hutan
Sementara itu, satwa yang disita, dititip ke salah satu lembaga konservasi di Kalimantan Barat dan beberapa ekor dirawat di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, serta di Kantor Seksi WiIayah III Balai Gakkum Kalimantan. “Beberapa satwa merupakan jenis dilindungi,” tambahnya.
Satwa-satwa itu adalah seekor beruang madu [Helarctos malayanus], dua ekor kukang kalimantan [Nycticebus menagensis], seekor binturong [Arctictis binturong], empat ekor buaya muara [Crocodylus porosus], seekor landak [Hystrix javanica], seekor tiong emas [Gracula religiosa], dan seekor elang bondol [Haliastur indus].
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian LHK menjerat tersangka dengan Pasal 21 Ayat [2] huruf a jo Pasal 40 Ayat [2] Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman, 5 tahun penjara dan denda 100 juta Rupiah.
Baca: Ayo, Perangi Perdagangan Satwa Liar Dilindungi di Media Sosial
Peringatan
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, mengatakan, selaku institusi yang melakukan pengawasan terhadap lembaga konservasi, pihaknya telah memberi peringatan kepada taman satwa lainnya, masih di kawasan yang sama.
“Dari Seksi Wilayah, tim sudah melakukan pendekatan dan mengkaji langkah terbaik. Taman tersebut mempertontonkan satwa dilindungi jenis owa,” ujarnya.
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya [ex-situ], baik berupa lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Fungsi utamanya, pengembangbiakan terkontrol dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
Sesuai Peraturan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi, Lembaga konservasi diharuskan terakreditasi dan tidak hanya sebagai tempat rekreasi. Melainkan juga, memenuhi fungsi konservasi, edukasi, bahkan penelitian dan pengembangan pengetahuan.
KLHK mendata, dari 84 lembaga konservasi yang ada, hanya 20 lembaga yang terakreditasi. Dari jumlah tersebut, baru 30 persen yang mencapai predikat baik. Sisanya, belum memenuhi standar.
Baca juga: Minim, Lembaga Konservasi yang Terakreditasi Baik
Penyelundupan satwa
Sebelumnya, pada 15 Januari 2020, Kapal Angkatan Laut Lemukutan dari Satuan Patroli Pangkalan Utama TNI AL XII Pontianak, menggagalkan upaya penyelundupan satwa dilindungi, di perairan Sungai Kapuas.
Satwa tersebut dibawa Kapal Motor Bahari 11, yang dimiliki PT. Lintas Bahari Nusantara dengan nakhoda NS, bersama 13 anak buah kapal. Kapal berangkat dari Jakarta dengan tujuan Pontianak.
“Intelijen kami mendapat laporan masyarakat tentang penyeludupan satwa tanpa dokumen,” ujar Komandan Pangkalan Utama TNI AL XII Pontianak, Laksamana Pertama TNI Agus Hariadi.
Satwa yang diamankan adalah burung kakatua jambul kuning [7 ekor], kakatua jambul jingga [4 ekor], nuri [1 ekor], nuri hitam kecil [4 ekor], anakan kanguru [1 ekor], ular sanca kuning [11 ekor], ular biru [8 ekor], kadal lidah hijau [27 ekor], kura-kura keriting [13 ekor], anjing siberian husky [1 ekor], dan anjing chihuahua [1 ekor].
Upaya penyelundupan melanggar Pasal 21 UU Nomor 5 tahun 1990. Kegiatan ini juga melanggar UU Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, menyatakan dari karakteristiknya, satwa-satwa tersebut berasal dari wilayah timur Indonesia yakni NTT, Maluku, hingga Papua.
“Tapi akan kita cek lebih lanjut. Umumnya, satwa-satwa tersebut terlihat jinak dan tidak terlalu liar. Besar kemungkinan tidak lahir di alam,” paparnya.
Sebanyak 35 ekor satwa dari 10 spesies sitaan itu, pada 13 Februari 2020 diterbangkan ke Surabaya, atas arahan Direktorat KKH dengan koordinasi BBKSDA Jawa Timur. Jatim Park merupakan lembaga konservasi yang dipilih sebagai rumah baru satwa-satwa tersebut. Satwa diserahkan BKSDA Kalbar ke BBKSDA Jatim sebagai pemangku wilayah di Provinsi Jawa Timur.
Jatim Park dipilih dengan pertimbangan, satwa-satwa tersebut mendapat penanganan layak dan mengurangi risiko kematian. Semua diangkut melalui jalur udara.