Mongabay.co.id

Kreatifnya Kaysan, Remaja Penggagas Amati Burung di Sekitar Rumah

 

 

Pernahkah saat Anda jalan-jalan di lingkungan sekitar, anak atau kerabat dekat Anda yang masih berusia dini bertanya, ”Apakah semut pernah bertengkar?” Atau, “Mengapa burung senangnya bertengger di pucuk pohon?”

Satu cara efektif untuk meningkatkan pengetahuan mereka adalah dengan melakukan kegiatan pendidikan alam. Seperti mengamati kehadiran burung atau serangga serta melihat pepohonan yang tumbuh.

Dalam buku “Bridging Early Childhood and Nature Education” yang dipublikasikan Roger Tory Peterson Institue of Natural History dijelaskan bahwa pendidikan alam menyediakan pijakan penting dari pengalaman dan membantu anak-anak memahami dunia. Untuk meningkatkan apresiasi terhadap alam, anak-anak perlu terlibat dalam bereksplorasi dan bereksperimen, sehingga dapat memproses informasi untuk dipahami.

Dalam buku itu dijelaskan pula bahwa belajar dan membangun pengalaman dengan alam dapat membantu anak-anak menumbuhkan rasa hormat terhadap kehidupan. Anak-anak dapat menghargai dan memahami pentingnya hubungan antara alam dan manusia untuk tidak menyakiti atau merusak lingkungan.

Baca: Jangan Pergi Lagi, Bondol Haji

 

Mikail Kaysan Leksmana, pengagas kegiatan amati burung di sekitar rumah. Foto: Dok. Kaysan

 

Apakah ada hubungan antara kegiatan di alam dengan kesehatan fisik dan mental anak? Ada. Menurut penelitian Janice F. Bell dan kawan-kawan bahwa berkegiatan di antara lingkungan yang lebih hijau dapat mengurangi indeks massa tubuh [Body Mass Index-BMI].

Penelitian pada anak dan remaja usia 3-16 tahun yang tinggal di lokasi yang sama dengan menghitung BMI dan pengukuran penghijauan dari satelit, menggambarkan bahwa pada tahun kedua penelitian, anak atau remaja yang memiliki penghijauan lebih tinggi akan memiliki nilai BMI yang bagus. Ini dikarenakan berhubungan dengan banyaknya aktivitas di luar, sehingga sangat baik untuk menghindari kegemukan di usia dini.

Ada juga penelitian Andrea Faber Taylor dan Frances E. Kuo terhadap 17 anak usia 7 hingga 12 tahun yang didiagnosa memiliki ketidakmampuan memusatkan perhatian [Attention Defecit Hyperactivity Disorder-ADHD]. Hasilnya, anak yang berjalan selama 20 menit dalam satu minggu di hutan kota dapat meningkatkan konsentrasinya dibandingkan mereka yang berjalan di pusat kota atau hanya di lingkungan rumah.

Baca: Citizen Science, Gerakan Berbasis Masyarakat untuk Pelestarian Burung Liar

 

Pengataman burung yang dilakukan oleh remaja bernama Atreyu Haidar Sakirun di sekitar rumahnya. Foto: Dok. Atreyu

 

Amati burung di sekitar rumah

Mikail Kaysan Leksmana, remaja 16 tahun coba menggagas kegiatan pendidikan alam untuk remaja di Indonesia. Kaysan dikenalkan kedua orangtuanya tentang lingkungan dan pengamatan burung sejak usia 4,5 tahun. Kini, ia memiliki kegiatan bernama Amati Jakarta yang telah dijalani sejak 2017.

Kegiatan Amati Jakarta [amatijakarta.weebly.com] berawal dari kegundahannya tidak memiliki teman sebaya untuk mengamati burung di Jakarta. Akhirnya, dia membuat kegiatan pertama di Monas dengan sasaran anak-anak seusianya, untuk melihat burung liar tanpa perlu pergi ke hutan.

“Aku mengundang teman-teman sebaya untuk mengamati burung. Tidak lebih 10 orang, karena aku yang menjadi guide mereka. Aku harus “putar otak” agar mereka tidak bosan. Setiap tahun, pasti tempatnya berbeda agar teman-teman yang ingin ikut atau pernah, tetap semangat,” terangnya, baru-baru ini.

Foto: Kutilang, Cucak Paling Terkenal di Indonesia

 

Belajar mengidentifikasi jenis burung. Foto: Dok. Noonathome

 

Tahun ini, seharusnya Kaysan melakukan kegiatan Amati Jakarta kembali. Namun, karena pandemi COVID-19, dia memutuskan melakukannya virtual, dengan nama Amati Sekitar Rumah.

“Kondisi sekarang membuat ruang gerak kita terbatas, tapi sisi positifnya kita punya waktu di rumah. Saya mengajak teman-teman untuk mengamati burung di sekitar rumah yang bisa dilakukan rutin. Kegiatan ini diharapkan dapat mengajak peserta untuk lebih memperhatikan lingkungan.”

Baca: Masihkah Ada Jenis Burung Ini di Sekitar Kita?

 

Infografis hasil pengamatan burung di sekitar rumah #AmatiSekitarRumah. Grafis: Mikail Kaysan Leksmana

 

Persiapan

Diawali persiapan modul untuk kegiatan selama satu bulan [Juni-Juli 2020], Kaysan kemudian membuat poster yang dibagikan melalui media sosial. Meskipun kegiatan ini untuk semua umur, tapi yang dominan usia 6-14 tahun. Setelah peserta terkumpul sebanyak 182 orang dari 21 provinsi, dia kemudian mengadakan pertemuan virtual melalui Google Classroom, untuk menjelaskan latar belakang dan tujuan kegiatan.

Ada tiga modul tema yang menjadi tahapan kegiatan. Modul pertama tentang “Asah Pengamatanmu” tentang melatih kepekaan pendengaran dan mengenali habitat. Modul kedua “Bertualang di Sekitar” berisi bagaimana mengenali jejak, perilaku, dan karakter burung. Peserta mengidentifikasi burung berdasarkan ciri fisik yang kemudian dibuat jurnal pengamatan.

Modul ketiga “Cermat Mengamati” mengasah keterampilan mengamati satwa di waktu pagi, siang, dan malam melalui web camera dari website The Cornell Lab dan peserta membuat jurnal hasil pengamatannya. Di bagian modul ini juga dijelaskan manfaat citizen science.

“Agar teman-teman tetap semangat, aku buat banyak permainan,” jelasnya.

Kaysan menambahkan, beberapa peserta senang mengamati burung dan sadar akan banyak hal yang menarik di sekitar rumah. ”Semoga, pengamatan burung semakin populer dan menjadi hobi umum. Semakin banyak yang ikut, kelestarian burung terjaga.”

Baca: Merpati Batu, Burung Dara yang Mendunia

 

Tekukur biasa [Streptopelia chinsensis] yang sering terlihat di atap rumah. Foto: Fransisca N Tirtanigtyas/Mongabay Indonesia

 

Atreyu Haidar Sakirun [11], mengatakan sangat senang ikut kegiatan ini. Akhirnya dia tahu banyak jenis burung yang ada di rumahnya, bahkan yang bersarang. “Aku kira hanya ada dua jenis burung, ternyata lebih. Ada jenis burung-gereja erasia, walet linci, cucak kutilang, tekukur, dan perenjak jawa.”

Atreyu menambahkan, modul yang paling disukai adalah tentang “Cermat Mengamati” pada bagian Lintas Benua, karena jenis burungnya sangat berbeda dari yang ditemui di sekitar rumah. Atreyu berharap kegiatan ini berlanjut dan makin banyak yang ikut.

Baca juga: Kesetiaan Johan Iskandar pada Burung-burung Citarum

 

Burung perkutut jawa, masihkah terlihat di sekitar kita? Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Pengalaman masa kecil

Yeni Aryati Mulyani, Staf Pengajar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mengatakan kegiatan Amati Sekitar Rumah sangat menarik. Membuka wawasan dan menyadarkan anak-anak tentang lingkungan terdekat mereka, khususnya burung.

“Banyak dari kita yang tidak pernah tahu ada burung apa saja di sekitar rumah. Kaysan membuktikan, pengamatan burung bisa dilakukan di mana saja, dengan biaya murah, bisa dilakukan siapa saja di masa pandemi. Anak-anak bisa lebih bersemangat belajar.”

Yeni menambahkan, kegiatan ini menambah pengalaman masa kecil mereka. Secara umum, pengalaman masa kecil akan melekat dalam ingatan jangka panjang. Mengenal burung sejak dini akan menumbuhkan kepedulian dan rasa sayang pada makhluk hidup, sehingga ada keinginan untuk melindungi dan melestarikan. Tidak hanya ketika masa kecil, tapi berlanjut hingga dewasa.

“Harapan saya, kegiatan ini bisa berlanjut- meskipun sudah tidak ada pandemi- dan bisa disebarluaskan. Kita butuh ‘Kaysan’ lain yang peduli kelestarian burung dan keanekaragaman hayati Indonesia,” jelasnya.

 

Referensi:

Roger Tory Peterson Institute of Natural History. 1991. Bridging early childhood and nature education. Jamestown, NY (ERIC Document Reproduction No. 330 527): https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED330527.pdf

Bell, J.F., Wilson, J.S & Liu, G.C. 2008. Neighborhood Greenness and 2-Year Changes in Body Mass Index of Children and Youth. Am J Prev Med 6: 547-553: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2649717/

https://amatijakarta.weebly.com/jurnal/amatisekitarrumah

Taylor, A. F & Kuo, F. E. 2009. Children with Attention Deficits Concentrate Better After Walk in the Park. Journal of Attention Disorders: https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1087054708323000

 

 

Exit mobile version