Mongabay.co.id

Perjuangan Panjang Berkonflik dengan Perusahaan Sawit, Akhirnya SAD 113 Peroleh Sertifikat Komunal

 

 

 

 

Suara Abas Subuk terdengar berat. Dia menahan tangis haru, ketika Presiden Joko Widodo menyerahkan sertifikat komunal lahan seluas 770 hektar kepada Komunitas Suku Anak Dalam 113 di Istana Negara di Jakarta, Kamis (1/12/22).  Perjuangan panjang puluhan tahun komunitas untuk mendapatkan lahan mereka yang berkonflik dengan PT Berkah Sawit Utama (BSU),  akhirnya membuahkan hasil.

Alhamdulillah. Perjuangan berhasil. Kami peroleh lahan yang direbut. Saya terharu. Pak Jokowi langsung yang memberikan,” katanya, Kamis (1/12/22).

Abas Subuk , Ketua Komunitas SAD 113 mewakili 744 keluarga Suku Anak Dalam yang sudah terverifikasi oleh Tim Terpadu Penanganan Konflik Jambi pada 2020-2021.

Dia bilang,  bersama Komunitas SAD 113 menerima putusan pengembalian lahan seluas 770 hektar dari BSU sebagai ganti lahan komunal Suku Anak Dalam seluas 3.550 hektar yang mereka tuntut.

Dalam lahan SAD seluas 3.550 hektar itu terdiri atas peladangan masyarakat, belukar dan pemukiman.

 

Baca juga: Kala Konflik Lahan SAD 113 dengan Asiatic Persada Berlarut, Mengapa?

Perwakilan SAD 113 saat menerima sertifikat komunal di Istana Negara di Jakarta, Kamis (1/12/22). Foto: dokumen SAD 113

 

Perusahaan berganti-ganti kepemilikan dan nama, Dari PT BDU , 1992 berganti nama dan kepemilikan menjadi PT Asiatic Persada (Asiatic). Kemudian pada 2016,  berganti nama lagi menjadi PT Berkah Sawit Utama (BSU), hingga sekarang.

Konflik lahan melibatkan SAD 113 dengan Asiatic sejak 1986. HGU Asiatic seluas 20.000 hektar, dengan izin lokasi dan legalitas gabungan bernomor 2.272 tertanggal 16 Desember 2000, ada izin tambahan seluas 7.252 hektar. Lahan ini masing-masing dikelola anak perusahaan Asiatic, PT Jammmer Tulen 3.871 hektar dan PT Maju Perkasa Sawit 3.381 hektar.

Lokasi berizin merupakan kawasan hutan, tempat hidup SAD Kelompok 113 terdiri atas tiga dusun, Tanah Menang, Pinang Tinggi dan Padang Salaj.  Lokasi ini sudah ada sejak masa kolonial Belanda.

Pada 27 Oktober 1927, 4 September 1930, dan 20 Desember 1940, Pemerintah Belanda, membuat surat keterangan keberadaan dusun (pemukiman warga SAD dengan disertai penyebutan batas).

Sejak 2003, SAD 113 mulai gencar berjuang memperoleh lahan mereka dengan berbagai cara dari mediasi, aksi-aksi massa sampai jalan kaki dari Jambi ke Jakarta, pendudukan lahan dan lain-lain. Baru pada 2021, mereka memperoleh titik terang.

Tim Terpadu Penanganan Konflik Lahan Jambi melakukan verifikasi SAD 113 untuk menetapkan kepemilikan lahan komunal.

“Terakhir kami jalan kaki ke Jakarta ketemu Menteri ATR/BPN itu Agustus 2020, sesudah itu baru ada pertemuan di Jambi dengan gubernur untuk penetapan Timdu dan verifikasi. Sudah banyak airmata, keringat , bahkan nyawa untuk perjuangan ini,” kata Abas.

 

Baca juga: Konflik Lahan Berlarut, Suku Anak Dalam Jalan Kaki ke Jakarta

Karet yang tersisa ini menjadi tumpuan masyarakat Batin Sembilan yang masih bertahan di areal perusahaan. Foto: Elviza Diana

 

Kurang lebih hampir setahun, Pemerintah Jambi, Pemerintah Batanghari dan Pemerintah Muaro Jambi melalui Pokja Penanganan Konflik Suku Anak Dalam (SAD) 113 vs BSU melakukan indentifikasi dan verifikasi terhadap warga SAD 113. Pada Januari 2022,  dari hasil kerja tim ini akhirnya Gubenur Jambi tetapkan dengan data sah hasil verifikasi masyarakat SAD 113 ada 744 keluarga.

Setelah pemerintah daerah dan para pihak menyelesaikan verifikasi,  pada 13 Januari 2022 resmi hasil verifikasi disampaikan Pemerintah Jambi kepada Menteri ATR/BPN di Jakarta. Sampai Juni 2022,  belum ada kejelasan perkembangan penyelesaian konflik ini.

Kemudian, pada 22 Juli 2022, setelah  Menteri ATR berganti, Hadi Tjahjanto, rapat tindak lanjut penyelesaian konflik SAD 113 di rumah Dinas Gubenur Jambi. Dalam rapat itu disepakati para pihak agar perusahaan melakukan penyelesaian lahan untuk komunitas ini selambat-lambatnya 30 Agustus 2022.

Tindak lanjut dari kesepakatan ini, pada 31 Agustus 2022- 1 September 2022 dilakukan pengecekan lokasi oleh BPN Jambi bersama Forkompida Jambi.

Untuk pemantapan lokasi penyelesaian SAD 113,  pada 18 November 2022 dilakukan pertemuan kembali di Kantor BPN Jambi bersama Forkompida Jambi, perwakilan masyarakat adat dan manajeman BSU.

 

Baca juga: Kala Petani Jambi Jalan Kaki ke Jakarta Tuntut Hak Kelola Lahan

Para perempuan Suku Batin Sembilan melepas penat setelah berkebun. Foto: Elviza Diana

 

Pada 21–22 November 2022,  kembali pengecekan lokasi dan pemasangan patok oleh KATR/BPN bersama Forkompida Jambi, perwakilan SAD 113 dan BSU.

Mahyudin, pendamping SAD 113 dari Serikat Tani Nelayan (STN) bilang,  lahan yang tercantum dalam sertifikat komunal berada di lokasi PT Berkah Sapta Palma (BSP), yang bekerjasama dengan  BSU melalui Koperasi Perkebunan Karya Maju.

“Ada banyak pertimbangan akhirnya teman-teman Komunitas SAD 113 mau menerima keputusan ini, antara lain, mereka sudah lelah dengan konflik puluhan tahun tak menemukan solusi dan pertimbangan lain,” katanya.

Penyerahan sertifikat komunal SAD 113 ini langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat , Kamis (1/12/22) berbarengan dengan 1,5 juta sertifikat hasil  program strategi nasional (PSN) KATR/BPN . Ada 1.432.751 sertifikat lahan dan 119.699 sertifikat redistribusi tanah objek reforma agraria (Tora).

Sertifikat komunal ini pertama kali di Jambi. Mahyudin bilang,  ini bisa jadi cara penanganan konflik lahan di Jambi.

Data Walhi Jambi, dalam 2022 mencatat ada 156 konflik lahan di Jambi.

“Kalau untuk kasus konflik lahan, sertifikat komunal ini setahu saya hanya ada di Aceh. Jambi jadi yang kedua. Setelah sertifikat ini, kita harus mendampingi bagaimana ini membawa kesejahteraan bagi Suku Anak Dalam.”

 

Baca juga: Tagih Janji, Ratusan Warga Jambi Berkemah di Depan Kemenhut

Kebun sawit perusahaan. Foto: Fahmi

 

Dia bilang, pemerintah perlu mendukung peningkatan kapasitas komunitas pasca penyerahan sertifikat komunal. “Pengembangan ekonomi. Kita akan bentuk dulu koperasi dari perwakilan Suku Anak Dalam, kemudian akan dorong pelatihan.”

Nourman , perwakilan Suku Anak Dalam mengatakan, akan ada diskusi adat di komunitas untuk membuat aturan terkait kepemilikan lahan. “ Ini akan diatur secara adat agar tidak ada yang bisa jual beli atau mengganti kepemilikan. Kita akan diskusikan ini sampai di Jambi. Akan ada tindakan tegas untuk yang melakukan itu [jual beli lahan], “ katanya.

Abas Subuk bilang,  kemenangan SAD 113 ini jadi cambuk dan semangat bagi komunitas lain yang sedang berkonflik dengan perusahaan.

“Jangan pernah menyerah. Kami saja jalan kaki ke Jakarta itu enam kali, belum lagi aksi-aksi di Kantor Gubernur, bupati,  tidak terhitung. Kita harus berani memperjuangkan hak kita, selama punya dasar yang benar. Kebenaran pasti akan menang.”

 

Aksi Jalan Kaki SAD 113 dari jalan protokol Kantor Gubernur Jambi menuju Jakarta untuk menuntut lahan yang diserobot perusahaan sawit. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

*******

 

Berita terkait:

Nestapa Suku Anak Dalam di Tanah Menang

Kilas Balik Konflik 2013: dari Protes Tambang Pasir Hingga Suku Anak Dalam yang Kehilangan Lahan

Suku Anak Dalam Dipaksa Hengkang dari Pengungsian

Pemprov Jambi Akui Penggusuran SAD adalah Upaya Penertiban

Exit mobile version