Mongabay.co.id

Hilirisasi Nikel di Halmahera Bisa Perparah Krisis Iklim dan Susahkan Warga

 

 

 

 

 

 

 

“Beberapa tahun ini kan sedang tren itu kendaraan listrik. Itu kan salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik kan nikel. Yang diambil dari wilayah kami…”

 

Hilirisasi nikel kerap pemerintah gadang-gadang sebagai jalan mendongkrak ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jelang pemilihan umum pun  jadi bahasan calon presiden dan wakil jadikan isu itu sebagai andalan mendongkrak ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Di tempat nikel terkeruk seperti di Halmahera, yang terjadi sebaliknya.  Hilirisasi nikel dari pertambangan sampai ke pabrik pengelolaan menyebabkan masyarakat kehilangan ruang hidup, ganggu kesehatan, deforestasi, pencemaran lingkungan, hingga berisiko memperparah krisis iklim.

Laporan Climate Rights International yang rilis Januari lalu memperlihatkan berbagai dampak dari pertambangan nikel sampai ke kawasan industrinya di Halmahera, Maluku Utara. CRI mengambil studi kasus di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan tambang nikel sekitar pulau itu.

Dalam laporan setebal 124 halaman berjudul “Nickel Unearthed: The Human and Climate Costs of Indonesia’s Nickel Industry,” itu, orang-orang yang CRI temui menceritakan, perusahaan, melalui koordinasi dengan aparat kepolisian dan militer Indonesia, terlibat dalam perampasan tanah, pemaksaan, dan intimidasi terhadap masyarakat, termasuk masyarakat adat dan komunitas lain. Mereka alami ancaman serius dan berpotensi mengancam eksistensi cara hidup tradisionalnya.

Krista Shennum, peneliti Climate Rights International mengatakan, transisi dari mobil berbahan bakar gas ke kendaraan listrik merupakan bagian penting dari transisi global dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

“Namun, industri mineral tak boleh melanggengkan praktik-praktik kasar dan merusak lingkungan yang dilakukan oleh industri ekstraktif,” katanya dalam peluncuran laporan di Jakarta, Januari lalu.

Senada dikatakan Brad Adams, pendiri sekaligus Direktur Eksekutif CRI. Dia mengatakan, transisi energi penting, tetapi itu jangan sampai menghancurkan hal berharga,  seperti rusak kehidupan masyarakat dan hutan  di Halmahera.

 

Baca juga: Masyarakat Protes, Was-was Tambang Nikel Hancurkan Gunung Wato-wato

Kawasan industri nikel di Halmahera. Foto: dari video CRI

 

Dia menilai, Pemerintah Indonesia tidak berdiri bersama masyarakat maupun lingkungan sekitar industri.  “Mereka tampak lebih dekat dengan perusahaan,” katanya.

Kalau memandang dari Jakarta, katanya, nikel Indonesia memang penting dalam industri global, meskipun begitu, tak bisa seenaknya melupakan apa yang terjadi dengan masyarakat dan lingkungan.

Untuk itu, katanya, kepada Pemerintah Indonesia, dan calon presiden mestinya punya posisi jelas terhadap dampak lingkungan dan HAM dari industri nikel.

CRI juga bertemu dengan perwakilan-perwakilan negara Uni Eropa dan Amerika Serikat.

“Kami berharap mereka semua ambil bagian memastikan industri  nikel tak merusak iklim, lingkungan dan melanggar HAM.”

Terpenting lagi dalam bahasan ini, katanya, adalah China. Negara Tiongkok ini mesti tahu,  upaya menekan perubahan iklim secara global tak akan sukses kalau mereka tak berada dalam jalur yang sama.

Begitu juga perusahaan di sektor ini.  Shennum bilang, produsen mobil global yang mendapatkan pasokan nikel dari Indonesia, termasuk Tesla, Ford, dan Volkswagen, harus mengambil langkah-langkah guna memastikan nikel kendaraan listrik mereka tak melanggar hak asasi manusia dan rusak lingkungan.

Indonesia,  kata Shennum,  adalah produsen nikel terbesar di dunia, memasok 48% permintaan global pada 2022. Di seluruh negeri, industri nikel besar, seperti IWIP, sedang bangun untuk memproses bijih nikel jadi bahan untuk industri dan produk konsumen, termasuk baterai kendaraan Listrik.

Presiden Joko Widodo jadikan industri nikel dan baterai sebagai fokus utama dalam rencana pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam kunjungan ke Gedung Putih November 2023, industri ini jadi agenda utama dalam pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.

 

Baca juga: Nestapa Warga Wawonii Kala Air Bersih Tercemar

Hutan yang dibuka untuk jalan PT IWIP pada September 2022. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Daya rusak

Dalam laporan ini,  CRI menemukan dampak-dampak negatif dari industri nikel IWIP di Halmahera, Maluku Utara,  seperti pencemaran air dan udara, deforestasi, pembuangan limbah, hingga pelanggaran hak asasi manusia.

Industri nikel di Halmahera, katanya,  merupakan penyebab utama deforestasi dan kehilangan keanekaragaman hayati. Setidaknya,  5.331 hektar hutan tropis terbabat dalam konsesi pertambangan nikel di Halmahera hingga melepas 2,04 metrik ton gas rumah kaca (CO 2 e) yang sebelumnya tersimpan di hutan itu.

Energi untuk gerakkan pabrik-pabrik kawasan industri nikel ini pun dari batubara. IWIP, katanya, membangun setidaknya lima pembangkit listrik tenaga batubara sejak 2018, dengan total  target 12 PLTU.

Mereka diperkirakan menyediakan energi 3,78 gigawatt per tahun dengan membakar batubara berkualitas rendah dari Kalimantan. Jumlah batubara ini lebih banyak dibandingkan digunakan Spanyol atau Brazil, dalam satu tahun.  Kondisi ini,  bisa memperparah krisis iklim.

“Membangun pembangkit listrik tenaga batubara baru untuk menggerakkan pemrosesan nikel dan menebang hutan di wilayah luas untuk penambangan nikel bukan solusi iklim dan tidak dapat diterima,” kata Shennum.

Perusahaan kendaraan listrik pun, katanya, harus memastikan rantai pasokan mineral penting mereka bebas bahan bakar fosil. Juga pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara anggota UE  harus memberikan dukungan finansial untuk transisi energi di Indonesia. “Termasuk menonaktifkan pembangkit listrik tenaga batubara.”

Kehidupan masyarakat maupun masyarakat adat juga terdampak. Tak ada persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC) sebelum proyek masuk. Masyarakat mengatakan, tidak diberitahu tujuan pembebasan lahan atau rincian proyek oleh perusahaan pertambangan atau peleburan nikel mana pun.

Masyarakat yang tinggal di Halmahera Tengah dan Timur, sebut laporan itu hidup bergantung pada kekayaan alam sebagai nelayan tradisional, petani, pembuat sagu, dan pemburu.

Laporan ini mendokumentasikan bagaimana perusakan hutan oleh industri nikel, pengambilalihan lahan pertanian, degradasi sumber daya air tawar, dan kerugian terhadap perikanan telah mempersulit, bahkan tidak mungkin melanjutkan cara hidup tradisional.

Max Sigoro, nelayan Sawai dari Desa Pesisir Gemaf, Halmahera Tengah, mengatakan,  selama puluhan tahun melaut menangkap cakalang dan kerapu sebagai sumber penghidupan utama keluarga. Namun, kata lelaki 51 tahun ini karena polusi yang ditimbulkan industri peleburan dan pertambangan.

Hasil tangkapan, katanya, anjlok drastis hingga membuat makin sulit menafkahi diri dan keluarga.

Sebelum ada penambangan, katanya, setok ikan melimpah, dan laut jernih. “Sekarang, saya tidak bisa menangkap ikan di dekat [IWIP]. Air kotor, petugas keamanan mengusir kami.”

Dia bilang, pencemaran air dari pertambangan karena ada minyak di dalam air dan air jadi panas kemungkinan dari pembangkit listrik.  “Terkadang air berwarna kemerahan. Dulu,  kami mendayung perahu ke dekat pantai untuk menangkap ikan, sekarang harus pergi lebih jauh,” kata Max dalam laporan CRI.

Maklon Lobe,  petani Suku Sawai asal Desa Gemaf, memiliki lahan pertanian kakao, sagu, dan pala yang berbatasan dengan IWIP. Maklon bilang, pada 2018, perwakilan IWIP menebangi pohon-pohonya, dan memblokir jalan untuk memutus akses ke kebun serta menggali  tanah tanpa izin.

Dia berkali-kali bertemu dengan perwakilan IWIP antara 2018 dan Agustus 2022 untuk membahas soal konpensasi. Selama periode itu, katanya, sejumlah aparat kepolisian mendatangi rumahnya.

Operasi penambangan dan peleburan nikel, sebut CRI,  juga mengancam hak penduduk lokal atas air minum yang aman dan bersih. Aktivitas industri dan penggundulan hutan mencemari saluran air yang jadi sumber dasar masyarakat.

Masyarakat khawatir makin sering banjir karena penggundulan hutan untuk pertambangan nikel.

CRI menilai, kurang transparansi dan penyediaan informasi dasar oleh perusahaan dan Pemerintah Indonesia memperburuk situasi. Masyarakat, katanya,  kesulitan mengakses informasi mengenai dampak pencemaran industri terhadap kesehatan mereka. Seharusnya, IWIP maupun Pemerintah Indonesia menyediakan informasi secara publik atau dapat terakses soal kualitas udara dan air kepada penduduk.

 

aca juga: Kala Kawasan Industri Nikel Pulau Obi Bertumpu pada Energi Batubara [1]

Perairan di Halmahera kala ada kawasan industri nikel. Foto: dari video CRI

 

Apa kata perusahaan?

Bagaimana tanggapan IWIP terkait penelitian CRI? Manajemen IWIP mengklaim kalau IWIP dan seluruh tenan selalu taat seluruh aturan dan memiliki perizinan atas semua operasional mereka.

“IWIP dan seluruh tenan senantiasa mendukung program hilirisasi nikel yang digagas pemerintah dengan melakukan seluruh operasional Industri dengan bertanggung jawab,” jawab manajemen IWIP secara tertulis kepada Mongabay.

Soal kerusakan lingkungan, katanya, perusahaan memiliki mekanisme pencegahan dan monitoring rutin yang dipercaya bisa menekan dampak ke lingkungan.

“Dalam melaksanakan seluruh kegiatan industri, IWIP mengacu pada persetujuan analisis dampak lingkungan yang disetujui kementerian terkait,” katanya.

Sebagai pengelola kawasan industri, katanya,  IWIP juga telah mengelola lingkungan dan pemantauan rutin setiap enam bulan pada aspek geofisik dan kimia dengan lebih 200 titik lokasi pemantauan. Hal ini, katanya,  untuk memastikan setiap kegiatan IWIP dapat memenuhi baku mutu lingkungan yang ditetapkan pemerintah.

Terkait PLTU, katanya, seluruh pembangunan sudah mengacu pada RUPTL yang mengikuti peraturan perundangan berlaku di Indonesia dan disetujui KESDM.

Meski begitu, IWIP akan berusaha memenuhi bauran energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca di kawasan industri yang bersumber dari PLTU.

Beberapa upaya, antara lain, IWIP sedang menyiapkan energi terbarukan berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga surya) dan pembangkit listrik tenaga Bbayu.  Juga penanaman mangrove, pengalihan bahan bakar, dan penggunaan teknologi rendah karbon. Mereka juga punya pengendalian emisi dengan penggunaan alat electrostatic precipitator (ESP), continuous emission monitoring system (CEMS) dan flue gas desulphurization (FGD).

 

Keluar masuk kendaraan di pertambangan dan kawasan industri nikel bikin polusi di Halmahera. Foto: dari video VRI

 

Masukan kepada pemerintah dan perusahaan?

CRI pun memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah dan perusahaan. Kepada Pemerintah Indonesia, CRI mendesak memperkuat peraturan perundang-undangan guna meminimalkan dampak pertambangan dan pemurnian nikel terhadap masyarakat, termasuk masyarakat adat.

Pemerintah juga harus memastikan aparat keamanan baik negara maupun perusahaan menghentikan semua praktik intimidasi maupun ancaman kepada masyarakat yang menentang kegiatan IWIP maupun kegiatan terkait.

CRI juga mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, lakukan penilaian, pemantauan, dan penyelidikan terhadap dugaan pencemaran lingkungan dan membuat temuan-temuan dari investigasi ini tersedia untuk publik dan bisa diakses.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang seharusnya segera mengakui tanah adat milik masyarakat adat dan memastikan bahwa perusahaan pertambangan dan pemurnian nikel menghormati hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.

Pemerintah Indonesia, desak CRI seharusnya segera menghentikan perizinan semua pembangkit listrik tenaga batubara baru, termasuk pembangkit di kawasan industri.

Sedangkan untuk korporasi, katanya, mendesak tiga pemangku kepentingan utama di IWIP – Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi –mengambil langkah cepat memulihkan pencemaran air dan udara karena kegiatan mereka. Juga perusahaan tambang nikel,  harus membuang limbah tambang sesuai prosedur demi meminimalkan pencemaran lingkungan.

IWIP maupun perusahaan tambang nikel, katanya,  harus memberikan kompensasi penuh dan adil bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk masyarakat adat atas tanah mereka. Juga memastikan, FPIC terhadap masyarakat adat berjalan sebagaimana diatur dalam hukum hak asasi manusia internasional.

Perusahaan kendaraan listrik, seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen, katanya,  yang memiliki kontrak memasok nikel dari Indonesia, harus segera gunakan pengaruh mereka untuk mendorong para pemasok mengatasi dampak negatif terhadap masyarakat lokal dan lingkungan hidup.

“Bila perlu, berhenti membeli nikel dari perusahaan yang bertanggung jawab atas segenap pelanggaran itu.”

 

*****

 

Catatan Akhir Tahun: Karut Marut Hilirisasi Nikel, Persulit Hidup Masyarakat, Lingkungan Makin Sakit

Exit mobile version