Mongabay.co.id

Tahura Mangrove: Mudahnya Merusak, Sulitnya Menumbuhkan [Bagian 3]

Aktivitas pengurugan di Teluk Benoa, Bali mengakibatkan mangrove mati. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari  tiga tulisan. Tulisan pertama bisa dilihat dengan meng-klik tautan ini.Tulisan pertama bisa dilihat dengan meng-klik tautan ini.

***

Sebuah pura dibangun di tengah hutan mangrove puluhan tahun lalu. Pura Prapat Nunggal namanya. Dari namanya bisa diartikan sebuah kawasan hutan mangrove Prapat yang menyatu. Namun, kini makin tercabik kerapatannya, membuat daratan Selatan Bali makin rapuh dari risiko bencana.

“Ini pura khayangan jagat, melindungi alam sekala dan niskala,” ujar Jero Mangku Pura Prapat Nunggal. Perempuan pengampu pura ini sukarela menjaga dan membantu persembahyangan sekitar 25 tahun. Pura ini simbol rasa syukur pada hutan mangrove yang memberi limpahan oksigen, pangan, dan melindungi pesisirnya dari risiko bencana air rob, gelombang, dan lainnya.

Salah satu strategi unik di Bali dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah membuat pura, agar kawasan tak alih fungsi, menjadi kawasan suci. Namun, regulasi arif ini juga tak ajeg, sebuah tempat persembahyangan di titik-titik untuk merundukkan diri pada alam bisa hilang.

Demikian yang nampak di sebuah sudut dekat kelompok nelayan Amertha Segara di Pesanggaran, jalan Pelabuhan Benoa. Sebuah area persembahyangan ditandai tugu dan tedung kini bertetangga dengan alat-alat berat pengeruk. Kerapatan mangrove sudah compang camping, muncul gundukan pasir dan kapur. Air laut sudah tertimbun.

Sementara papan nama Amertha Segara, nama kelompok nelayan yang berarti berkah laut ini menjadi penanda, jejak sejarah, di sini adalah tempat nelayan berkumpul dan menambatkan perahu. Yang tersisa adalah jalan setapak bambu membelah pohon-pohon mangrove mati. Di ujung jalan setapak bambu ada bangunan penyimpan sarana nelayan yang siap dibongkar buruh bangunan. Depan “kantor” Amertha Segara, daratan baru hasil urugan perluasan pelabuhan sudah nampak.

baca :  Degradasi Mangrove Indonesia: Fenomena Dieback Pada Kawasan Teluk Benoa Bali

 

Pura Prapat Nunggal di tengah kawasan mangrove di sisi Barat jalan tol yang masih menghijau. Prapat adalah nama lokal mangrove endemik dan dinilai benteng terkuat di kawasan ini. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Aktivitas pengurugan ini juga menjadi tontonan nelayan di Serangan. Teluk Benoa dan Serangan kini sama-sama mengalami reklamasi atas nama wisata. Salah satu nelayan, Wayan Jalan menyebut hutan mangrove ini adalah tempat bermainnya di masa kecil. Mencari ikan dan kepiting. Ia menjadi nelayan nambang atau penjaja jasa transportasi setelah tangkapan ikan makin sedikit. “Dulu bisa menjaring 12 kilogram beberapa tahun ini 2-3 kg saja,” katanya.

Mangrove ini tempat ikan bertelur. Makin sedikit jumlahnya, makin menipis persediaan ikan di seputar perairan Benoa. Bahkan, pasca pengurugan puluhan hektar perairan Teluk Benoa oleh Pelindo, sejumlah kelompok nelayan makin terpinggirkan. Ia menunjukkan lokasi penambatan perahu kelompok nelayan Pesanggaran yang pindah ke Serangan karena jalan keluar masuk perahu sudah tertutup.

Gede Hendrawan, peneliti di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, Denpasar dalam sebuah diskusi lingkungan 22 Februari lalu mengingatkan peran mangrove sangat vital. Menurutnya pertukaran masa air menurun signifikan pasca reklamasi Serangan, apalagi ditambah reklamasi perluasan pelabuhan. “Tak bisa pembersihan alami. Kalau aktivitas darat meningkat, polutan tak bisa tercuci maka muncul akumulasi polutan. Sedimentasi Teluk Benoa bisa dari darat dan laut karena makin sempitnya kanal Teluk dan Serangan,” jelasnya.

Mangrove adalah pertahanan pertama yang memerangkap sedimentasi. Sedimen terjaga sehingga tak masuk laut. Sehingga padang lamun dan air ke terumbu karang di laut bisa lebih bersih. “Bukankah ini bunuh diri? Hotel bagus tapi tak bisa lihat alam yang bagus. Jangan lihat luasnya tapi dampak kerusakan yang berdampak pada wisata sekitar,” katanya tentang jasa lingkungan mangrove.

baca juga :  Nasib Miris Hutan Mangrove Teluk Benoa

 

Puluhan perahu nelayan disebut pindah parkir ke perairan Serangan, Teluk Benoa, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai I Nyoman Serakat. Seizin Kepala Dinas Kehutanan Bali, I Made Gunaja, ia menyebut semua bibit sudah ditanam. Namun tak mudah bagi bibit baru tumbuh dan berkembang sampai besar.

Ia mencontohkan, di Tanjung Benoa sebelumnya pernah ditanami bibit mangrove 170 hektar namun gagal. Termasuk di area yang ditanami bintang sepak bola Cristiano Ronaldo.

Masih ingat penanaman mangrove massal oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama bintang sepakbola dunia Cristiano Ronaldo 2013 lalu? Dari ribuan bibit mangrove yang ditanam hanya beberapa yang bisa tumbuh sampai kini.

Saat itu, Ronaldo ditunjuk jadi duta peduli mangrove oleh Tommy Winata melalui Artha Graha Peduli Foundation saat publik baru tahu desas-desus rencana reklamasi di Teluk Benoa oleh perusahaan milik taipan ini. Salah satu jenis yang ditanam adalah Rhizophora, salah satu jenis bakau dengan tingkat pertumbuhan lebih cepat.

baca :  Cristiano Ronaldo, Duta Pelestarian Forum Peduli Mangrove Indonesia

“Di sana pasang surutnya tinggi, lahannya berkarang dan pasir. Hasilnya berita acara kegagalan,” ujar Serakat. Ketika Ronaldo dan SBY memimpin penanaman bibit mangrove saat itu ada yang hidup dengan dipasangi material buis beton. Kemudian di dalamnya diisi lumpur. Dari pengalaman ini, Serakat berpendapat penting untuk bibit dilindungi tapi buis betonnya harus yang bisa dilepas saat mangrove membesar.

Ia menyebut sedang mendesain sarana penanaman mangrove agar memiliki usia lebih panjang. Karena mangrove menjadi benteng alami dari bencana tsunami, rob, dan jasa lingkungan penting lainnya.

menarik dibaca :  Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…

 

Mangrove mati berbanding dengan hijaunya mangrove sehat di kawasan Teluk Benoa, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pemeliharaan mangrove adalah bagian yang paling menguras tenaga namun ia setuju merawat mangrove yang ada jauh lebih baik. Saat ini, tekanan pada kawasan Tahura Mangrove makin besar. Selain reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa, juga pengembangan bandara Ngurah Rai, TPA Suwung, dan alih fungsi lainnya.

Sebelumnya areal mangrove sudah terkena dampak pembangunan jalan tol sekitar 5 hektar, jalan nasional 7,9 hektar, dan sejumlah kasus pensertifikatan area Tahura oleh warga. Ia menyebut sudah 11 orang yang kasusnya ditangani secara hukum terkait penyerobotan dan penyertifikatan lahan Tahura. “Untuk pertokoan, bank, dan lainnya. Silakan mengembalikan lahan dan bongkar sendiri bangunannya kalau merasa di lahan Tahura,” ajak Serakat.

Serakat menyebut luas kawasan Tahura Mangrove saat ini tercatat 1373 hektar. Namun luas tutupan mangrove sekitar 1000an hektar saja, karena sisanya lahan kritis.

Serakat mengajak perusahaan atau komunitas yang ingin menanam bibit mangrove berkoordinasi dengan UPTD Tahura karena banyak yang membuat program penanaman yang sia-sia. “Lebih baik bersih-bersih, kalau tanam pastikan bisa tumbuh jangan hanya seremonial,” lanjut pria yang sebelumnya bekerja di kawasan perhutanan Bali Barat ini.

Kegagalan juga dialami komunitas Mangrove for Love selama 2015-2017 menanam 4500 bibit dan merawatnya tiap pekan. Pemantauan terakhir yang dilakukan, hanya tersisa sekitar 1% atau 40-an bibit yang bisa tumbuh.

baca juga :  Teluk Benoa, Benteng Alam Bali Selatan Yang Semakin Renggang…

 

Mangrove mati dengan lumpur mengering dan terlihat pecah-pecah di Teluk Benoa, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

I Made Iwan Dewantama, salah satu tim penilai Amdal Provinsi Bali menyebut jika ada perubahan dari Amdal kawasan Pelindo sebelumnya harus ada adendum. Namun ia sendiri belum mengetahui adendumnya. Kemungkinan hanya ada dokumen UKL-UPL.

Ia menyontohkan, dalam reklamasi harusnya ada jaring pengaman agar material tak meluber atau tanggul. “Dampaknya luas, kematian mangrove sudah sangat kasat mata dan merusak. Harus dihentikan dulu (reklamasi), lalu mangrove ditata agar tak menyebar kematiannya,” usul Iwan.

Dalam Adendum Amdal ini disebutkan perkiraan dampaknya. “Apakah ada yang salah pada izin lingkungan karena tak teliti melihat metodelogi atau pemrakarsa tak melakukannya sesuai tercantum di dokumen. Pelindo bisa ditanya UKL-UPL sepertinya apa, itu kan dokumen publik,” paparnya terkait dampak rusaknya mangrove karena reklamasi.

Terkait informasi publik ini, Walhi Bali masih menjalani sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Bali dengan termohon PT. Pelindo III. Sidang terakhir adalah Rabu (27/2) dengan agenda pembacaan tanggapan Pelindo. Astrid Fitria Kasih dan Fajar Baharudin yang mewakili Pelindo masih mempersoalkan syarat formal pengajuan informasi publik terkait sejumlah dokumen reklamasi ini dibanding substansi jenis informasi apa yang bisa dibuka.

Kuasa hukum Pelindo menyebut majelis Komisi Informasi yang berwenang memutus dan mengadili perkara adalah Komisi Informasi Pusat karena ada pihak lain di tingkat pusat yang terlibat dalam dokumen reklamasi seperti Dinas Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka perlu dilibatkan dalam sengketa. Hal lainnya, surat permohonan informasi dari WALHI Bali tidak ditujukan ke PPID.

perlu dibaca :  Menggugat Keterbukaan Informasi Pelindo III soal Reklamasi Teluk Benoa

 

Perubahan perairan Teluk Benoa dari 2003 belum ada jalan tol sampai mulai dibangun (2012) dan reklamasi Pelindo III (2018). Foto: arsip google earth

 

Perubahan perairan Teluk Benoa dari 2003 belum ada jalan tol sampai mulai dibangun (2012) dan reklamasi Pelindo III (2018). Foto: arsip google earth

 

Direktur WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama dan Tim Hukum WALHI Bali I Wayan Adi Sumiarta langsung menanggapi surat Pelindo III secara lisan. Adi menyebut masalah formal sudah lewat di sidang sengketa sebelumnya dan yang perlu dibahas saat ini adalah substansi alasan tak diberikannya dokumen tersebut. “Harusnya dijawab saat sidang pertama karena terkait kompetensi dan kewenangan. Syarat formal surat keberatan sudah lewat waktunya sehingga ada sengketa,” jelas Adi.

Informasi yang diminta di antaranya izin reklamasi dan pelaksanaan, kerangka acuan Amdal, RKL-RPL, ringkasan eksekutif reklamasi, dan izin lingkungan, dengan masing-masing dokumen pendukungnya. Teluk Benoa disebut kawasan perairan yang berdampak penting bagi lingkungan. “Faktanya reklamasi sudah dilakukan, maka jika dilihat urutannya, harusnya termohon sudah punya semua dokumen itu,” lanjut Adi.

Agus Astapa, Ketua Majelis Hakim akan melanjutkan sidang pada Maret dengan mempersilakan kedua pihak membuat kesimpulan lalu jadi bahan putusan sengketa informasi publik ini.

Perubahan perairan Teluk Benoa dari 2003 belum ada jalan tol sampai mulai dibangun (2012) dan reklamasi Pelindo III (2018). Foto: arsip google earth

***

Keterangan foto utama : Aktivitas pengurugan di Teluk Benoa, Bali mengakibatkan mangrove mati. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version