- Awalnya, penyediaan listrik di Pulau Saobi, semua bersumber dari diesel lewat jasa perorangan, harga pun terbilang mahal. Perbulan dia harus membayar tagihan listrik sekitar Rp500.000. Itu pun listrik hanya menyala 12 jam, mulai pukul 18.00-6.00. Belakangan, PT PLN masuk dan menyediakan energi surya. Dari penuturan warga (pelanggan) biaya listrik pun jadi lebih ringan.
- Pada 2019, Pemerintah Jawa Timur, mulai membangun Instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Pulau Saobi, Desa Saobi, dengan kapasitas 0,15 mw dan pendistribusian oleh PLN. Kemudian, pembangkit matahari mulai beroperasi pada Oktober 2019, dan terdistribusi kepada pelanggan April 2020. Pembangkit surya ini aktif 12 jam per hari.
- Warga Saobi, sebagian beralih ke energi surya PLN, dan sebagian masih pakai diesel. Sebagian warga yang belum memasang listrik surya, masih ingin melihat ketangguhan energi ini sebelum memutuskan pilihan.
- Fadholi, Kepala Bidang Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep, mengatakan, setiap pemilihan teknologi pembangkit listrik mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk Pulau Saobi, PLTS ini langkah tepat dengan berbagai pertimbangan, antara lain, mengurangi ketergantungan energi fosil atau bahan bakar minyak (BBM) dan ramah lingkungan.
Nur Jannah, tinggal di Pulau Saobi, Kepulauan Kangean, Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Tinggal di pulau bukan perkara mudah urusan pemenuhan energi, walau hanya untuk penerangan. Penyediaan listrik dari jasa perorangan, harga pun terbilang mahal. Perbulan dia harus membayar tagihan listrik sekitar Rp500.000. Itu pun listrik hanya menyala 12 jam, mulai pukul 18.00-6.00. Belakangan, PT PLN masuk dan menyediakan energi surya, beban listrik pun jadi lebih ringan.
Nur Jannah pakai listrik buat enam lampu, satu pompa air, satu kulkas, dan sebuah televisi.
Sebelum ada PLN, penyedia jasa listrik dari perorangan, dengan tenaga diesel. Tarif listrik dihitung per watt untuk lampu dan per jenis alat eletronik untuk lain-lain, seperti kulkas Rp300.000, pompa air Rp40.000, dan televisi Rp70.000.
Setiap penyedia jasa listrik diesel, katanya, tetapkan tarif berbeda-beda.
Pada 2019, Pemerintah Jawa Timur, mulai membangun Instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Pulau Saobi, Desa Saobi, dengan kapasitas 0,15 mw dan pendistribusian oleh PLN. Kemudian, pembangkit matahari mulai beroperasi pada Oktober 2019, dan terdistribusi kepada pelanggan April 2020. Pembangkit surya ini aktif 12 jam per hari.
Ada PLTS, keluarga Jannah pun beralih ke listrik PLN ini. Biaya bulanan listrik pun turun drastis. Kini, keluarga Jannah hanya kena tarif Rp20.000 per bulan. “Lebih ekonomis daripada kemarin,” katanya.
Meskipun begitu, tak serta merta semua keluarga di Pulau Saobi beralih dari energi diesel ke matahari. Sebagian keluarga masih belum percaya dengan ketangguhan PLTS dalam jangka panjang. Terutama saat musim hujan, panel surya dinilai akan kekurangan sinar matahari. Sebagian warga masih pakai PLTD.
Nurul Ghamamah, warga Saobi menyadari, listrik surya PLN sebenarnya lebih murah dan nyaman. Mamah, sapaan akrabnya ini bilang, keluarga mereka masih melihat perkembangan PLTS. Kalau pembangkit surya ini andal, walau biaya pemasangan instalasi meteran kwh tak murah, keluarga Mamah akan mempertimbangkan beralih ke PLN nanti.
Baca juga: Dengan Surya, Belasan Tahun Pesantren di Pulau Kecil ini Penuhi Energi secara Mandiri
Dia masih mendengar kabar kalau pembangkit surya kadang padam. “Bahkan (PLTS) pernah mati dua hari, kalau tidak salah, soalnya hujan,” katanya, medio Februari lalu.
Pembangkit listrik surya ini, kata Mamah, padam sampai berhari-hari. Kalau pakai diesel, katanya, belum pernah mati selama itu, kecuali kehabisan solar. Soal tarif listrik ini, katanya, mereka dapat diskon, dengan hanya bayar Rp65.000 per bulan bisa pakai sepuasnya.
Kini, warga Pulau Saobi, sudah punya pilihan dalam penggunaan energi selain diesel, yakni, energi surya, walau belum penuh 24 jam.
Tak hanya pemenuhan energi, akses internet juga masih jadi masalah. Hanya di tempat-tempat tertentu di Saobi, ada sinyal internet. Sebenarnya, di sana ada tower mini, tetapi tiga tahun terakhir tak berfungsi. Pemancar internet terdekat berada di pulau seberang, Desa Cellong.
Ghamamah dan Jannah, kadang harus naik pohon di pesisir pantai barat Saobi untuk mendapatkan sinyal internet. Pernah suatu hari pada 2020, saat Mamah bimbingan tesis melalui daring, dia mengirim file tesis ke pembimbing, baru masuk keesokan harinya. Bila sinyal lancar, dia bisa ikut pertemuan daring.
Pulau kecil, energi terbarukan
Fadholi, Kepala Bidang Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep, mengatakan, setiap pemilihan teknologi pembangkit listrik mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Untuk Pulau Saobi, katanya, PLTS ini langkah tepat dengan berbagai pertimbangan, antara lain, mengurangi ketergantungan energi fosil atau bahan bakar minyak (BBM) dan ramah lingkungan.
Keberlangsungan PLTS, katanya, juga tergantung kedisiplinan masyarakat, apalagi di kepulauan dengan akses tidak sebagus di pulau besar.
Kalau pakai PLTD, katanya, pendistribusian BBM sulit karena harus pakai kapal tangker dengan pelabuhan tak memadai, terutama di pulau-pulau kecil macam Saobi. Tak semua titik, kata Fadholi, kapal tangker bisa berlabuh, dan pengiriman BBM tak boleh pakai kapal perahu.
Selain dari matahari, biomassa juga potensial sebagai sumber energi terbarukan di pulau-pulau kecil. Selama ini, katanya, di Sumenep masih belum ada pengembangan listrik biomassa.
Kalau pulau-pulau kecil seperti di Saobi, ingin pakai energi biomassa, katanya, perlu memperhatikan beberapa hal seperti, ketersediaan tanaman yang jadi sumber biomassa, maupun ketersediaan air. Jadi, ketersedian bahan baku perlu diperhatikan demi keberlangsungan nanti. Selain itu, seberapa banyak warga mau menanam. Semua itu, katanya, perlu kajian matang.
Ke depan, kata Fadholi, ada wacana mengembangkan biomassa di Sumenep. Dengan begitu, pengembangan energi terbarukan bisa ditingkatkan, sekaligus mengurangi ketergantungan kepada PLTD.
Saat rapat koordinasi dengan PLN di Pamekasan, dia mendapat informasi bahwa PLTD di Pulau Kangean, Kecamatan Arjasa, dengan kapasitas 5,2 mw, biaya operasional BBM sekitar Rp8 miliar. Sedangkan pemasukan dari pelanggan, maksimal hanya Rp1,5 miliar. Biaya begitu mahal.
Dia bilang, kemungkinan pengembangan biomassa di Pulau Kangean karena ketersediaan lahan dan air.
Ada 24 pulau kecil di Sumenep ke depan dibangun instalasi listrik, sebagian tiang sudah tertanam. Karena ada pandemi COVID-19, katanya, ada kemungkinan penjadwalan ulang.
“Kelihatannya harus bersabar sedikit.”
Pembangkit listrik ini, katanya, akan beroperasi 12 jam pada malam hari. “Tapi ya kembali itu tadi, yang penting masyarakat terlayani dulu, penerangan terutama.”
Dia berpesan, semua elemen masyarakat saling menjaga pembangkit maupun jaringan yang ada, dan gunakan listrik sebijak mungkin.
*****
Foto utama: Tampak panel-panel surya di PLTS Saobi. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia