- Indonesia dianugerahi kekayaan laut yang sangat berlimpah. Salah satunya, adalah Teripang yang bisa ditemukan di hampir semua perairan Indonesia dan jumlahnya mencapai lebih dari 400 spesies. Teripang dimanfaatkan dalam bentuk mentah ataupun olahan
- Pemanfaatan hewan laut tersebut dilakukan oleh nelayan lokal dan diperdagangkan untuk pasar dalam dan luar negeri. Permintaan yang terus meningkat dari luar negeri, diduga kuat menjadi salah satu pemicu penurunan populasi Teripang di alam
- Dari semua spesies tersebut, pemanfaatan paling banyak dilakukan pada jenis Teripang Pasir yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak diekspor ke negara tujuan seperti Cina, Hong Kong, dan Singapura. Negara-negara tersebut adalah konsumen utama teripang selama ini
- Mengingat pentingnya komoditas tersebut, maka teknologi budi daya dinilai menjadi pilihan untuk melestarikan populasi di alam. Dengan budi daya, Teripang Pasir bisa mendukung pengembangan ekonomi dan menjaga kelestarian alam
Ada banyak khasiat yang bisa didapat dari Teripang, hewan laut yang tidak memiliki tulang belakang. Hewan tersebut diketahui mengandung nutrisi yang baik untuk tubuh manusia, seperti lemak, kalori, protein, vitamin A, vitamin B2, vitamin B3, dan mineral seperti kalsium dan magnesium.
Semua manfaat itu bisa didapat, salah satunya jika dikonsumsi langsung sebagai olahan pangan. Dalam mengolahnya, hewan dengan nama ilmiah Holothuroidea tersebut bisa dijadikan pangan yang diolah menjadi kering, atau dalam bentuk aslinya sebagai bahan baku segar.
Selain sebagai bahan pangan, Teripang juga sangat bagus bagi tubuh manusia karena memiliki khasiat sebagai obat. Salah satunya yang sudah menghasilkan riset, adalah sebagai obat pencegah untuk penyakit kanker.
Dengan kegunaan seperti itu, negara-negara di dunia dalam beberapa dekade terakhir terus berlomba untuk melakukan penelitian tentang manfaat yang dihasilkan dari Teripang. Termasuk, untuk kegiatan budi daya perikanan yang menjadi bagian dari sektor kelautan dan perikanan.
Peneliti Budi daya Perikanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lisa Fajar Indriana memaparkan beragam manfaat Teripang dengan lebih detail. Menurut dia, hewan laut tersebut bermanfaat untuk bahan baku farmasi, kosmetik, dan juga pangan.
Di Cina, Teripang sudah sejak lama dimanfaatkan oleh warga lokal sebagai obat tradisional. Sementara untuk pangan, Teripang menjadi bahan pangan potensial untuk diolah menjadi makanan mewah, sebagai sumber protein, dan nutrisi yang tinggi.
Manfaat lain dari Teripang, adalah berperan sebagai penjaga ekologi di alam. Setiap Teripang yang ada perairan laut, itu akan membantu untuk menjaga keseimbangan ekosistem perairan dangkal, memakan sedimen/sisa bahan organik, bakteri, dan mikroorganisme.
baca : Menjaga Teripang di Alam dengan Teknologi Budi daya
Sebagai penjaga kelestarian ekosistem di laut, Teripang juga berperan sebagai pengolah sedimen/bioturbator, berperan dalam siklus nutrisi dan transfer energi dalam rantai makanan, serta meningkatkan keanekaragaman hayati melalui simbiosis.
Manfaat yang beragam tersebut, menjadi alasan kuat untuk melaksanakan budi daya pada Teripang di Indonesia. Terutama, karena Teripang juga menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi untuk dikirim ke pasar internasional melalui jalur ekspor.
Pilihan melaksanakan budi daya, juga karena didasarkan pada pertimbangan bahwa populasi Teripang di alam terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Kondisi itu menyebabkan produksi Teripang secara global juga ikut mengalami penurunan.
Penyebab terus menurunnya populasi, disinyalir karena permintaan dari pasar global juga terus meningkat secara signifikan dan itu menjadikan kegiatan penangkapan Teripang berjalan semakin tak terkendali.
Karenanya, Teripang harus segera diusulkan masuk ke dalam daftar merah kelompok biota yang terancam punah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Tanpa ada perhatian seperti itu, maka ancaman terhadap ekologi akan semakin cepat terjadi.
Selain itu, Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES) juga diharapkan bisa segera memasukkan Teripang ke dalam kelompok Appendiks II, yaitu spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Adapun, dalam melaksanakan budi daya Teripang ada beberapa tahapan yang harus dilewati oleh para pembudi daya. Di antaranya adalah tahapan manajemen induk yang meliputi proses pengemasan (packing), transportasi, aklimatisasi, dan manajemen induk.
Kemudian, tahapan berikutnya adalah rangsang pijah dan pemijahan yang mencakup kejut suhu, pakan berlebih, dan pengeringan. Proses ini meliputi seleksi induk, rangsang pijah, pemijahan, dan embriogenensis.
Jika proses di atas berjalan baik, maka tahapan berikut adalah bagaimana larva yang dihasilkan bisa dipelihara dengan baik. Proses ini harus memperhatikan frekuensi penggantian air, pakan, kualitas air, dan tingkat kepadatan.
Tahapan berikutnya, adalah bagaimana pembudi daya melaksanakan proses penempelan larva, pendederan di tambak, dan pembesaran. Jika semuanya dilewati dengan baik, maka proses budi daya Teripang akan menghasilkan produk yang berkualitas.
baca juga : Timun Laut atau Teripang? Begini Sejarah dan Cara Membedakannya
Budi daya Teripang
Bagi Lisa, satu-satunya cara yang bisa dilakukan saat ini untuk memulihkan sumber di alam, adalah dengan melaksanakan budi daya Teripang Pasir. Cara tersebut diyakini akan bisa menjaga ketersediaan stok di alam, namun tetap bisa memenuhi kebutuhan Teripang pasir untuk pasar global.
Diketahui, Teripang adalah salah satu biota laut yang tidak banyak dikenal masyarakat Indonesia. Keberadaannya masih terbatas diketahui oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan pulau kecil saja, walaupun komoditas tersebut bernilai ekonomi tinggi dan menjadi sumber pangan yang mengandung gizi yang tinggi.
Di dunia, Teripang memiliki 1.700 jenis yang tersebar di seluruh wilayah perairan dunia. Dari jumlah tersebut, pemanfaatan hewan laut tersebut masih sangat terbatas dan jumlahnya diperkirakan antara 40-66 jenis saja.
Dari jumlah tersebut, Teripang yang bernilai ekonomi tinggi adalah Teripang Putih atau Pasir (Holothuria scabra), Teripang Koro (Microthele nobelis), Teripang Pandan (Theenota ananas), Teripang Dongnga (Stichopu spp).
Cina tercatat menjadi negara pertama di dunia dan terbesar yang mengonsumsi Teripang untuk kebutuhan pangan dan juga lainnya. Negeri Tirai Bambu tersebut diperkirakan sudah mengonsumsi dan memperdagangkan Teripang sejak 1.000 tahun lalu.
Sementara di Indonesia, jumlah Teripang mencapai 400 spesies dan 56 di antaranya sudah diperdagangkan. Sebagai negara produsen, Indonesia sudah lama memperdagangkan Teripang ke berbagai negara tujuan ekspor seperti Cina, Hong Kong, dan Singapura.
Dari sekian banyak teripang, yang bernilai ekonomi tinggi dan sudah dimanfaatkan di Indonesia adalah Teripang Pasir, Teripang Perut Hitam (Holothuri atra), Teripang Susuan (Holothuri nobilis), Teripang Perut Merah (Holothuri edulis), dan Teripang Nanas (Thelenota ananas).
perlu dibaca : Menjaga Populasi Teripang dengan Cara Budi daya
Peneliti Balai Bio Industri Laut (BBIL) BRIN Sigit AP Dwiono menjelaskan tentang budi daya pada Teripang Pasir. Menurut dia, kegiatan budi daya komoditas tersebut menjadi tantangan untuk pengembangan ekonomi di masyarakat. Hal itu, karena ada hal aspek teknis dan non teknis yang belum diketahui.
Adapun, untuk memulai kegiatan budi daya Teripang Pasir diperlukan kesabaran dan ketahanan (endurance) yang tinggi. Mengingat, kegiatan budi daya tersebut berbeda dengan budi daya biota lain seperti Kerapu, Bandeng, Udang, dan budi daya lain yang sudah banyak dikenal masyarakat.
Dalam melaksanakan budi daya Teripang Pasir, BBIL bekerja sama dengan PT Sejahtera Putra Kusuma (SPK) yang berlokasi di Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Di sana, kegiatan budi daya sudah dirintis sejak 2017 dengan memulainya dari peninjauan lokasi, uji coba budi daya, pengadaan lahan, pengurusan perizinan, pembentukan tambak, pembangunan panti benih, penyediaan sarana dan prasarana, serta penyusunan rencana produksi.
Setelah empat tahun, mulai April 2021 dilaksanakan pelaksanaan produksi dengan memulainya dari tahapan pembenihan. Berikutnya, akan dilaksanakan tahapan pendederan, pembesaran, dan pascapanen.
Dia menyebutkan bahwa pendederan Teripang Pasir bisa dilakukan di tambak atau di laut dengan melalui dua tahapan melalui pemeliharaan juvenil dan benih. Khusus juvenil, dilakukan pemeliharan dalam pendederan, karena ukurannya terlalu kecil untuk bertahan hidup dari serangan predator.
Untuk syarat melaksanakan pendederan Teripang Pasir, diperlukan lokasi perairan yang tenang, terlindung, dan bebas dari gelombang arus kencang. Kemudian, lokasi harus jauh dari sungai atau tidak ada banjir dari darat. Juga kedalaman kolam budi daya harus lebih dari dua meter saat sedang surut.
“Mengandung cukup banyak bahan organik, dan dekat dengan hutan bakau atau padang lamun. Jauh dari lalu lintas laut, dan tidak ada polutan,” papar dia.
baca juga : Kerang Menghilang, Nelayan Mulai Mencari Teripang
Peneliti BBIL lainnya, Parwita Budi Laksana menjelaskan bahwa perlunya dilaksanakan kegiatan budi daya Teripang Pasir, tidak lain karena permintaan pasar luar negeri yang tinggi. Bahkan, sebagian besar konsumsi Teripang Pasir di luar negeri diketahui berasal dari pasokan Indonesia.
Permintaan yang tinggi dari hewan laut yang memiliki sebutan Teripang Gosok atau Haisom itu, juga diikuti dengan nilai jual tinggi. Itu kenapa, transaksi perdagangan Teripang Pasir terus meningkat dari waktu ke waktu.
Evi Amelia Siahaan, peneliti BBIL juga mengungkap lebih rinci tentang manfaat yang bisa didapatkan dari Teripang. Menurut dia, Teripang yang kondisinya basah mengandung lebih dari 80 persen kadar air, dan pada Teripang yang kering itu diketahui mengandung protein kurang dari 40 persen.
Selain itu, Teripang juga mengandung lemak dan abu, juga mengandung mukopolisakarida, asam amino, glukosamin, kondroitin, kolagen, omega 3 dan 6, mineral esensial. Dengan kata lain, Teripang menjadi sumber protein, lemak, kalori, dan gizi.
Dengan kandungan seperti itu, Teripang kemudian banyak dimanfaatkan untuk berbagai produk kecantikan dan kesehatan. Salah satunya, adalah obat untuk penyakit kanker, penyakit yang ditakuti dunia karena keganasannya.
Namun demikian, Eva Amelia Siahaan juga memaparkan tentang pilihan mengolah Teripang untuk dijadikan olahan pangan yang lezat. Untuk Teripang Pasir, salah satu bentuk olahannya adalah dengan cara dikeringkan, atau dengan cara direbus.
Saat proses pengolahan dilakukan, jangan lupa untuk membersihkan lapisan kapur dengan cara merendam Teripang bersama daun biduri (Calotropis gigantea), atau bersama daun pepaya, dan kemudian dilakukan penyikatan.
Sementara, saat melakukan proses perebusan, dilakukan dengan menggunakan air hangat hingga air mendidih. Karena ukuran Teripang itu beragam, maka perebusan disesuaikan dengan ukuran. Untuk yang berukuran kecil, perebusan dilakukan dalam waktu lebih singkat dari ukuran lebih besar atau besar.
baca juga : Teripang, Biota Laut Si Pencegah Kanker
Hal lain yang juga harus menjadi perhatian dalam pengolahan Teripang, adalah proses penyiangan isi perut yang harus dilakukan dengan sangat hati-hati saat menyayat tubuh hewan tersebut. Kehati-hatian diperlukan, karena konsumen sangat menyukai teknik penyayatan yang tepat.
Terakhir, langkah pengolahan yang harus diperhatikan adalah saat melaksanakan proses penggaraman dan juga pengeringan. Kedua tahapan tersebut, harus dilakukan dengan teliti dan telaten, serta alat yang tepat, juga takaran garam yang pas.
Pada 2018, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi yang sekarang menjadi Kepala BBIL BRIN, Ratih Pangestuti merilis hasil penelitian yang dilakukan pada Teripang. Saat itu, disebutkan kalau khasiat yang bisa diambil adalah sebagai obat kanker.
“Beragam obat anti kanker sebenarnya sudah tersedia sejak lama. Namun sejak akhir 1980-an, sekitar 80 persen obat anti kanker yang tersedia di pasar adalah produk alami atau sintesis dari produk alami,” ujarnya.
Dia menyebutkan kalau jumlah prevalensi kanker di tahun tersebut sudah mengalami peningkatan dari 1,4 persen pada 2013 menjadi 1,8 persen. Merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.
Kenaikan data tersebut dirilis secara resmi oleh Kementerian Kesehatan (Kemkes) pada tahun yang sama, dan menegaskan bahwa penyakit kanker di Indonesia menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita oleh warga di seluruh provinsi.
Secara global, International Agency for Research on Cancer dari organisasi kesehatan dunia (WHO) merilis data pada 2018 bahwa sebanyak 18,1 juta kasus kanker baru sudah terdeteksi dan 9,6 juta kematian karena kanker sudah terjadi sepanjang tahun tersebut.