- Pemda DIY [Daerah Istimewa Yogyakarta] memasukan pengembangan energi terbarukan sebagai isu strategis selama empat tahun terakhir. Hal ini tercatat dalam laporan Rencana Kerja Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) 2020-2023.
- Namun, pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal, disebabkan masih tergantung pada energi fosil.
- Di lain sisi, anggaran yang disediakan Dinas PUPESDM untuk energi terbarukan selalu menurun tiap tahun. Pada 2021, Dinas PUPESDM menganggarkan Rp878,3 juta, turun jadi Rp436,5 juta pada 2022, lalu turun lagi jadi Rp134 juta pada 2023.
- Sedangkan anggaran paling banyak terserap, untuk perawatan ratusan unit pembangkit energi terbarukan. Total, Pemda DIY memiliki 310 unit pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dua pembakit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), dan satu unit pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH).
Pemda DIY [Daerah Istimewa Yogyakarta] memasukkan pengembangan energi terbarukan sebagai isu strategis selama empat tahun terakhir. Hal ini tercatat dalam laporan Rencana Kerja Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) 2020-2023.
“Pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal disebabkan keterbatasan pemahaman di masyarakat,” jelas laporan Rencana Kerja Dinas PUPESDM DIY 2023.
Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas PUPESDM Yustina Ika Kurniawati, menjelaskan pemahaman terbatas masyarakat, disebabkan masih tergantungnya dengan energi fosil.
“Ibaratnya, ada PLN ngapain ribet-ribet bikin sumber listrik lain, atau sudah ada gas subsidi kenapa ngudek-udek kotoran,” terangnya, pertengahan Agustus 2023.
Sayangnya, anggaran yang disediakan Dinas PUPESDM untuk energi terbarukan selalu menurun tiap tahun. Pada 2021, Dinas PUPESDM menganggarkan Rp878,3 juta, turun jadi Rp436,5 juta pada 2022, lalu turun lagi jadi Rp134 juta pada 2023.
Kondisi tersebut, diakui Yustina, menghambat program energi terbarukan. Hambatan paling nyata, pembangunan unit pembangkit energi terbarukan tidak dilakukan lagi pada 2023. Selain itu, edukasi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman soal energi terbarukan juga berkurang kegiatannya.
Sedangkan anggaran paling banyak terserap, untuk perawatan ratusan unit pembangkit energi terbarukan. Total, Pemda DIY memiliki 310 unit pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dua pembakit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), dan satu unit pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH).
Yustina juga mencatat kepemilikan unit pembangkit energi terbarukan milik swasta. Ada satu unit PLTMH dan dua pembakit listrik tenaga biomassa (PLTB).
“Kami juga mendorong swasta untuk mengembangkan energi terbarukan, seperti di PT. Madubaru itu ada PLTB dengan kapasitas 3,8 mega watt,” ujarnya.
Dorongan ke swasta tersebut, lantaran Dinas PUPESDM sadar pembiayaan pembangunan energi terbarukan tak hanya cukup didanai Pemda DIY.
“Selain itu juga, untuk mengajar target bauran energi agar sektor energi terbarukan memberikan sumbangan ke total konsumsi energi,” jelasnya.
Perda Energi Terbarukan
Pemda DIY menjadi yang pertama di Indonesia, yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Energi Terbarukan. Melalui Perda No. 15/2018 tentang Energi Terbarukan, Pemda DIY berikhtiar mengusahakan pengembangan sektor ini.
“Kami belum maksimal melaksanakan Perda Energi Terbarukan. Ini karena, secara operasional ternyata di tingkat pusat belum ada payung hukum. Artinya, selama ini dalam pengembangan energi terbarukan, yang mengelola kementerian semua,” terang Yustina.
Kewenangan yang diberikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ke daerah, hampir tidak ada.
“Tidak ada aturan jelas bahwa daerah dapat mengembangkan enegri terbarukan. Tapi, sejak Maret kemarin kami dapat kepastian melalui Perpres No.11/2023,” ucapnya.
Perpres No.11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada Subbidang Energi Terbarukan, memberikan payung hukum ke Pemda DIY untuk lebih mengusahakan pengembangan energi hijau ini.
“Sekarang, kami dapat lebih leluasa mengebangkannya sesuai Perda Energi Terbarukan, karena ada dasar hukumnya,” katanya.
Belum optimalnya penerapan Perda Energi Terbarukan, juga diakui Wakil Ketua DPRD DIY Suharwanta.
“Memang belum optimal, perlu didorong lagi pelaksanaanya oleh Pemda DIY,” ujarnya.
Suharwanta yang juga Ketua Pansus Perda Energi Terbarukan menilai, kondisi ini dikarenakan belum maksimalnya anggaran yang diberikan untuk pembangunan energi terbarukan.
“Anggarannya terbatas, sedangkan teknologi dan alatnya juga mahal. Penting dicari solusi,” paparnya.
Terkait pemahaman masyarakat yang kurang, menurut dia, karena contoh teladannya tidak banyak.
“Harusnya, Pemda DIY memberikan contoh penggunaan dan cara perawatan, sehingga masyarakat tahu dan paham manfaat energi terbarukan,” terangnya, beberapa waktu lalu.
Usaha dari akar rumput
Masyarakat DIY bukannya tidak paham akan pengembangan energi terbarukan. Buktinya, tiga kelompok masyarakat di Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo sudah melakukannya.
Ini seperti yang dilakukan Kelompok PLTMH Kedungrong, Kapanewon Samigaluh, Kulonprogo. Mereka memanfaatkan aliran irigasi Kali Progo untuk menggerakkan dinamo penghasil listrik. Hasilnya, 60 keluarga mendapat suplai aliran listrik yang dapat menghemat pengeluaran untuk pembayaran PLN.
Ketua Kelompok PLTMH Kedungrong Suhadi, menjelaskan pemanfaatan energi terbarukan di daerahnya sudah dilakukan sejak 2011 silam.
“Awalnya dari mahasiswa KKN 2011, lalu kami kembangkan sendiri. Dibantu pemerintah juga, tapi kami swadaya membangun instalasi listrik ke rumah-rumah,” katanya.
Meski sudah 10 tahun beroperasi, masyarakat tetap peduli dan merawatnya.
“Kami terus mengelola mandiri, setiap bulan ada pertemuan untuk iuran rutin, pembahasan program, sampai jadwal piket perawatan,” terangnya.
Di Gunungkidul, ada Kelompok Tani Lestari Bulak Sawah yang memanfaatkan PLTS untuk mengangkat air dari bawah tanah. Hasilnya, mereka dapat menghemat biaya bahan bakar diesel yang biasanya digunakan.
Pengurus Kelompok Tani Lestari Bulak Sawah, Sumardi menyebut, sebelumnya dalam setahun dia hanya panen sekali, tapi dengan kehadiran PLTS dapat panen tiga kali.
“PLTS ini hibah dari kampus swasta Jogja. Kami juga dapat mengembangkan tanaman hortikultural yang sebelumnya tidak kami garap, hasilnya lumayan untuk menambah pemasukan,” jelasnya.
Sumardi menyebut, meskipun baru dioperasikan 2022 lalu, Kelompok Tani Lestari Bulak Sawah berkomitmen untuk terus memanfaatkan energi terbarukan melalui PLTS ini.
“Tentu akan kami rawat terus. Kami juga menabung, untuk mengembakan kapasitasnya,” ujarnya.
Komitmen untuk memanfaatkan energi terbarukan juga dilakukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bukit Tinar, Bantul. Mereka memanfaatkan PLTS sejak 2021, untuk keperluan penerangan, operasional warung, hingga sanitasi.
“Pengadaanya dari hibah kampus swasta di Yogja, bebarengan dibukanya wisata ini. PLTS yang kami pakai juga menjadi daya tarik tersendiri karena banyak wisatawan yang menanyakan,” kata pengurus Pokdarwis Bukit Tinar, Wintarto.
Pokdarwis Bukit Tinar juga membangun instalasi secara swadaya dan mengoperasionalkannya mandiri. “Kami membiayainya sendiri, terutama perawatan dengan iuran bersama,” ujarnya.
Akses terbatas warga
Kepala Divisi Kampanye dan Data Walhi Jogja Elki Setyo Hadi menyebut, pemanfaatan energi terbarukan harusnya tak terbatas pada pembangunan pembangkit listrik saja.
“Termasuk kemampuan masyarakat dalam memproduksi listrik energi terbarukan yang dapat dijual ke pihak lain. Dengan begitu, listrik tidak dimonopoli negara tapi masyarakat dapat berpartisipasi,” jelasnya.
Elki menilai, semakin lebar akses yang diberikan Pemda DIY maka semakin luas masyarakat berinisiatif mengembangkan energi terbarukan. DIY memiliki berbagai potensi energi terbarukan yang dapat dikembangkan.
“Hasil penelusuran kami di masyarakat, mereka paham akan pentingnya pemanfaatan energi terbarukan,” terangnya.
* Triyo Handoko, Jurnalis Harian Jogja. Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay Indonesia dan 350.org Indonesia