- Meletusnya Gunung Marapi baru-baru ini itu memunculkan kembali kekhawatiran atas ancaman bencana alam khususnya akibat letusan gunung api di Indonesia.
- Indonesia merupakan negara pemiliki gunung api aktif terbanyak di dunia, menyusul di bawahnya adalah Jepang dan Amerika.
- Sebagai negara yang memegang predikat pemilik gunung api terbanyak di dunia, Indonesia mendapatkan berkah sekaligus risiko dari warisan alam ini
- Posisinya yang berada di Ring of Fire membuat Indonesia memiliki potensi geothermal tinggi. Indonesia menyimpan 40 persen cadangan panas bumi dunia.
Peristiwa letusan Gunung Marapi baru-baru ini mencuri perhatian media baik dalam maupun luar negeri. Erupsi itu memunculkan kembali kekhawatiran atas ancaman bencana alam khususnya akibat letusan gunung api di Indonesia.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah merekomendasikan larangan melakukan aktivitas pada radius 3 km dari puncak menyusul erupsi Gunung Merapi yang terjadi Minggu, 3 Desember lalu.
Pada Rabu, 6 Desember, proses pencarian korban dihentikan. Dari 75 orang korban pendaki, sebanyak 52 orang selamat dan 23 orang meninggal dunia.
Gunung paling aktif di Pulau Sumatera itu mengeluarkan asap setinggi 3 km. Dari kawahnya juga terlontar material berupa batu, kerikil, dan debu. Gunung ini aktif kembali pada awal 2023, dan sejak 3 Agustus 2011 Marapi sebenarnya dalam status waspada.
baca : Gunung Marapi Sumbar Erupsi, 11 Pendaki Tewas
Peluang dan Risiko
Gunung Marapi adalah satu dari 127 gunung api yang dimiliki Indonesia, enam di antaranya ada di bawah laut. Mengutip data MAGMA Indonesia, gunung api di Indonesia terbagi menjadi tiga tipe. Tipe A sebanyak 76 buah memiliki catatan letusan sejak 1600. Tipe B berjumlah 30 buah memiliki riwayat letusan sebelum 1600. Sementara tipe C sebanyak 21 merupakan gunung api yang tidak memiliki catatan sejarah letusan tapi memperlihatkan jejak aktivitas vulkanik.
Sementara menurut situs statista, Indonesia merupakan negara pemiliki gunung api aktif terbanyak di dunia, menyusul di bawahnya adalah Jepang dan Amerika. Catatan itu diperbarui sampai November 2023, dengan status letusan sejak 1960.
Sebagai negara yang memegang predikat pemilik gunung api terbanyak di dunia, Indonesia mendapatkan berkah sekaligus risiko dari warisan alam ini. Misalnya, pada 2022 terdapat 253 letusan gunung api. Gunung Anak Krakatau menjadi gunung api paling banyak meletus pada tahun lalu. Sementara pada tahun ini terdapat 109 letusan gunung api. Gunung Anak Krakatau kembali menjadi gunung api yang paling banyak meletus tahun ini.
Posisinya yang berada di Ring of Fire, yaitu zona geologi di sepanjang Samudera Pasifik yang memiliki aktivitas vulkanik tinggi membuat Indonesia memiliki potensi geothermal tinggi. Indonesia menyimpan 40 persen cadangan panas bumi dunia. Mengutip data kementerian ESDM, total potensinya mencapai 23,7 GW. World Population Review bahkan menempatkan Indonesia pada posisi kedua pasar panas bumi setelah Amerika pada 2023.
Dalam sejarah kegunungapian, Indonesia memiliki dua supervolcano yang letusannya amat dahsyat hingga mempengaruhi iklim dunia, yaitu Toba dan Tambora. Letusan gunung Toba di Sumatera 74 ribu tahun lalu menyebabkan hilangnya ozon di stratosfer, dan pendinginan global sebesar 3,5 derajat celsius hingga 9 derajat celsius.
Pastilah dampak letusan gunung Toba luar biasa, mengingat gunung Tambora di Nusa Tenggara yang meletus pada 1815 menghasilkan pendinginan global “hanya” sebesar 0,7 derajat celsius. Letusan Tambora sendiri telah menyebabkan perubahan iklim global, curah hujan yang tidak normal yang memicu kegagalan panen, kelaparan, dan merebaknya penyakit di berbagai belahan dunia.
baca : Letusan Gunung Berapi Purba Picu Kepunahan Massal di Bumi
Secara linguistik, Indonesia memberikan kontribusi pada istilah geologi dunia. Kata “lahar” adalah contohnya. Lahar yang diserap dari bahasa Jawa diperkenalkan oleh Berend George Escher pada 1922, seorang geologis Belanda. Istilah ini dipakai untuk aliran air yang bercampur material letusan gunung api. Lahar bisa sangat merusak, bahkan sanggup melenyapkan kota seperti yang terjadi pada peristiwa meletusnya gunung Nevado del Ruiz (1985) di barat Bogota, Columbia.
Meski akibat letusan gunung api bisa sangat merusak, namun masih banyak warga yang memilih untuk tinggal dekat dengan gunung api. Risiko bencana alam mungkin terjadi namun tanah yang subur, dan kemudahan memperoleh sumber kehidupan membuat banyak orang tetap tinggal di kawasan rawan bencana ini. Gunung api juga memberikan pemandangan yang luar biasa, yang bisa dikembangkan untuk industri pariwisata.
Pulau Jawa menjadi pulau terpadat di Indonesia, bahkan memecahkan rekor Guinness untuk pulau terpadat di dunia dengan penduduk sekitar 150 juta. Namun pulau ini memiliki 34 gunung api baik tipe A, B, maupun C, yang setiap waktu memberi ancaman kepada warga yang tinggal di dekatnya.
Sebuah studi global tentang distribusi populasi yang tinggal dekat gunung api aktif menjelaskan, 8 persen populasi dunia tinggal dalam jarak 100 km dari gunung api (2015). Di Asia Tenggara, tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di wilayah yang dekat dengan gunung api, yaitu dalam jarak 10 km dari gunung api. Pulau Jawa menjadi salah satu tempat yang menjadi bahan kajian dalam penelitian itu. Fakta ini harus diikuti dengan penerapan manajemen pengurangan risiko bencana agar timbulnya korban bisa dihindari.***