Hutan Lindung Sungai Wain: Cagar Pelindung Wilayah Urban Balikpapan

Udara segar dan bersih tercium, saat memasuki kawasaan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) yang terletak 15 kilometer dari pusat kota Balikpapan. Jenis pohon yang dominan di hutan ini antara lain Bangkirai, (Shorea Laevis), Ulin (eusideroroxylon zwageri) dan Gaharu (aquilaria malaccensis). Selain dari jenis pohon kanopi tersebut, hutan lindung ini juga mempunyai keragaman jenis yang tinggi untuk jenis epifit (anggrek dan pakis) serta tumbuhan merambat (liana) lainnya.

Luas HLSW sekitar 9,782 hektar dan memiliki dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi daerah tangkapan air bagi kota Balikpapan. Dahulu, hutan lindung tersebut hanya diperuntukan bagi peneliti yang akan meneliti flora dan fauna yang terdapat di hutan lindung. Namun saat ini pihak pengelola, mulai membuka diri dengan menggunakan sebagian zona depannya untuk pendidikan dan ekowisata.

Hal ini dilakukan karena pentingnya mengetahui manfaat dan kegunaan hutan lindung bagi masyarakat, terutama masyarakat Balikpapan. Kendati relatif kecil, hutan ini tetap menjadi incaran pembalak liar. “Kami akan tetap terus menjaga dan mengkampanyekan hutan lindung ini, karena hutan lindung ini merupakan daerah yang menjadi penopang bagi warga Balikpapan,” ungkap Agusdin salah satu staf hutan lindung ini.

Ancaman  lainnya yang semakin menghantui hutan lindung, yakni maraknya ekspansi modal dan pembangunan. Beberapa daerah di kawasan yang dekat dengan hutan lindung, saat ini telah mulai banyak muncul industri dan pemukiman, seperti kawasan industri Kariangau yang hanya berjarak sekitar dua hingga tiga kilometer dari hutan lindung, selanjutnya aktifitas tambang batubara hingga rencana pembangunan jembatan Pulau Balang.

Sementara itu, menurut Stan Lotha, salah seorang peneliti asal Ceko, ia mengatakan pembangunan ekonomi tentu sangat berdampak dengan kerusakan lingkungan. “Dibangunnya jembatan Pulau Balang, tentu sangat berpengaruh, karena ini berarti membuka akses ke hutan lindung. Begitu pula yang lainnya,” ungkap Stan.

Meskipun HLSW sering terdengar, namun setiap bulannya masih sedikit wisatawan yang datang ke hutan lindung. Apalagi untuk wisatawan lokal, jarang sekali mampir ke hutan lindung. “Dalam sebulan kami paling di bawah 20 orang wisatawan mancanegara yang datang untuk melihat kawasan hutan lindung,” ungkap Agusdin.

Sementara itu,  penawaran kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan, atau biasa di sebut ekowisata, telah dilakukan pihak pengelola hutan lindung.

Ada sekitar tiga jalur ekowisata, yang terdapat di kawasan hutan lindung di bagian zona depan. Jalur tersebut telah dibuat bagi masyarakat yang akan menjalani ekowisata. “Kami telah mempersiapkan  jalur ekowisata bagi masyarakat yang akan menikmati hutan lindung, semua jalur tentunya akan ditemani oleh seorang pemandu,” papar Agusdin.

Pihak pengelola hutan lindung, berencana akan membuka jalur ekowisata yang nantinya dapat dilalui, meskipun tanpa harus di temani pemandu dari pengelola hutan lindung. Namun rencana tersebut hanya di peruntukan bagi para fotografer yang akan mengambil gambar flora dan fauna. “Kami akan mencoba membuat jalur ekowisata menjadi seaman mungkin, sehingga bagi fotografer yang ingin memotret binatang yang ada di zona luar dapat datang dan mengambil gambar sendiri, tanpa harus ditemani,” tambah Agusdin.

Peta Lokasi Hutan Lindung Sungai Wain. Klik untuk perbesar peta. Peta: Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain

Setiap hari para pengawas hutan lindung selalu melakukan pengamatan, di kawasan ekowisata. Pengamatan yang dilakukan seperti pengamatan flora maupun fauna yang ada di sekitar jalur ekowisata. Hal tersebut untuk mengetahui titik-titik dimana terdapat fauna maupun flora di kawasan jalur ekowisata.

Saat ini pihak pengelola hutan lindung mencoba mengajukan hutan ini agar menjaid bagian dari program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation atau disingkat REDD+. Yaitu suatu mekanisme global yang bertujuan untuk memperlambat perubahan iklim dengan memberikan kompensasi kepada negara berkembang untuk melindungi hutannya. Dan saat ini berkembang dengan tambahan konservasi dan pengelolaan hutan secara lestari, pemulihan hutan dan penghutanan kembali, serta peningkatan cadangan karbon hutan. “Saat ini kami mencoba untuk mengajukan proposal  untuk REDD yang kesemuanya prosesnya kami serahkan ke pemerintah,” papar Agusdin.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,