,

Ribuan Petani Tagih Janji Gubernur Jadikan Jateng Lumbung Pangan Bukan Tambang

“Gunung Kendeng takkan ku lepas. Tempat kita hidup bersama. Selamanya harus kita jaga. Untuk Jawa Tengah yang jaya. Itulah harapan kita semua, kita pasti menang, pastilah menang”

Ribuan warga dari Kabupeten Pati, Grobogan, Rembang, Blora, Ajibarang, Kota Semarang dan Kabupaten Kudus menyanyikan lagu mars Pegunungan Kendeng dalam aksi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, pada Kamis (18/12/2014) di Semarang.

Mereka beraksi menyampaikan tuntutan dan menagih janji kampanye Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo untuk menjadikan Jateng sebagai lumbung pangan, bukan lumbung tambang.

Gunarti dari Suku Samin, mengenakan pakaian serba hitam dan caping hitam. Ia mengatakan, kehadiran warga ingin mengingatkan kepada pemerintah Jateng bahwa penolakan warga terhadap pertambangan semen karena warga ingin menyelamatkan bumi, lingkungan dan ibu pertiwi yang sudah menghidupi warga.

“Bumi dan alam menghidupi manusia secara tulus, kami ingin menyelamatkan pegununungan Kendeng agar kehidupan anak cucu nanti lebih lestari,” kata Gunarti.

Gunarti menambahkan, sudah terbukti bahwa pabrik semen tidak bisa membuat warga sejahtera hingga tiga generasi,  tapi pertanian terbukti sejak jaman nenek moyang dapat mencukupi pangan masyarakat dan menyejahterakan. Kita mengingatkan gubernur dampak pabrik semen itu meluas. Jateng harusnya menjadi lumbung pangan nusantara. Selain itu, Jawa tengah itu tingkat bencananya tinggi, jangan sampai pertambangan akan menjadi bencana bagi kami.

Gunarti melakukan orasi menuntut selamatkan gunung Kendeng agar terhindar dari bencana ekologi. Foto : Tommy Apriando
Gunarti melakukan orasi menuntut selamatkan gunung Kendeng agar terhindar dari bencana ekologi. Foto : Tommy Apriando

Dalam aksi tersebut, Sukinah, warga Rembang mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah Jateng yang tidak mendengarkan aspirasi warga Rembang yang menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia.

Apalagi, aksi warga pada 26 dan 27 November 2014, berujung kekerasan aparat kepolisian dan preman. Tiga orang menjadi korban. Bibir memar, kuku jari berdarah terinjak sepatu polisi. Lesung warga di sita, spanduk di ambil dan tenda di rusak.

“Pak polisi itu ada di sisi rakyat kecil, penguasa atau pemodal toh?,” tanya Sukinah di hadapan polisi yang berjaga di depan gerbang kantor Gubernur Jateng.

Dia mengatakan polisi harusnya melindungi dan mangayomi masyarakat.  Jika pertambangan semen akan menyejahterakan rakyat, seharusnya pihak perusahaan semen tidak menggunakan kekerasan dan mengirim aparat kepolisian untuk intimdasi dan pukuli warga.

Sukinah juga bercerita, Gubernur Jawa Tengah ketika datang ke tenda warga pada 27 Juni 2014 di Rembang, menanyakan ke warga apakah sudah membaca dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pabrik semen.

Padahal warga tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan AMDAL. Warga juga tidak lulus sekolah, bagaimana mau membaca dokumen AMDAL. “Apa Ibu-ibu pantas baca dokumen AMDAL? Kami petani, tidak sekolah kok diminta pak Gubernur membaca AMDAL. Yang pintar itu petani apa gubernur?,” tanya Sukinah. “Petani!,” jawab serentak warga.

Sedangkan Yuli  datang dari Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah mengatakan keberadaan pabrik semen di wilayahnya mengakibatkan mata air menipis.

Menanggapi aksi tersebut, Boedyo Darmawan, dari Biro Bina Produksi Setda Jawa Tengah mewakili gubernur yang sedang di Jakarta mengatakan pihaknya sudah mencatat dan menyerap aspirasi warga, serta akan melaporkan ke gubernur.

Boedyo mengatakan pemerintah akan menerima dan mematuhi putusan PTUN Semarang yang sedang mengadili gugatan warga terhadap pembangunan pabrik semen.

Boedyo Darmawan dari Setda Jateng mewakili gubernur menyampaikan akan melaporkan tuntutan warga kepada gubernur. Photo by Tommy Apriando
Boedyo Darmawan dari Setda Jateng mewakili gubernur menyampaikan akan melaporkan tuntutan warga kepada gubernur. Photo by Tommy Apriando

Sedangkan koordinator aksi Zainal Arifin dari LBH Semarang mengatakan Pemprov Jateng masih menganggap Pegunungan Kendeng sebagai potensi tambang kawasan karst.  Padahal warga terancam pertambangan semen, dengan hilangnya lahan pertanian, alam yang rusak dan mengancam hilang sumber air.

“Pemerintah Jateng harus merubah atau merevisi RTRW Jawa Tengah agar kawasan karst untuk tambang dijadikan kawasan untuk pertanian,” kata Zainal.

Ia menambahkan gubernur bisa mencabut  surat keputusannya terkait izin lingkungan pertambangan PT Semen Indonesia.  Dengan menyarankan warga menggugat surat keputusan tersebut, berarti gubernur melepaskan tanggung jawabnya, dan lebih berpihak pada perusahaan.

Jika gubernur berperikemanusiaan, maka bisa menarik alat berat dan menghentikan pendirian pabrik semen selama gugatan di PTUN berlangsung.  Mereka juga meminta lesung, spanduk dan bendera merah putih yang diambil polisi, agar dikembalikan. Masyarakat juga siap membantah isi dokumen AMDAL.

“Kami minta, satu minggu terhitung hari ini agar pabrik semen berhenti, alat berat di tarik, dan minta polisi melindungi dan menganyomi masyarakat bukan kepada investor,” kata Zainal sembari mengakhiri orasinya.

Sementara itu, Sobirin dari Yayasan Desantara mengatakan, warga sudah melakukan pemetaan bersama beberapa pihak lintas keilmuan. Temuannya, di bagian selatan Kabupaten Rembang terpapar pergunungan memanjang dari barat ke timur, memiliki bentangan karst.  IUP  PT Semen Indonesia masuk wilayah karst dan cekungan air tanah. Kawasan CAT Watuputih penting untuk air. Sumber air bagi sekitar 600.000 lebih warga Rembang.

Data temuan warga, ada ratusan sumur di wilayah sama, ada gua, ponor dan sumber air. Ada 54 gua, lima masuk IUP dan sebagian besar di sekitar IUP. Terdapat 52 sumber air berupa sumur, 125 sumber mata air keluar dari rekahan atau celah, 44 ponor dan 23 masuk IUP.

“Ada data digelapkan dalam dokumen Amdal PT Semen Indonesia. Dalam dokumen disebutkan hanya 38 sumur dan sembilan gua. Warga desa masuk lokasi IUP dan mendapati sungai bawah tanah di Gua Gunung Karak, Desa Sumberan, Kecamatan Gunem namun tidak disebutkan dalam AMDAL. Goa Menggah disebut dalam AMNDAL sebagai goa tidak berair, padahal sumber air,” tambah Sobirin.

Data temuan dari Jaringan Advokasi dan Tambang (Jatam) menyebutkan, hingga 2013, izin tambang karst di Jawa, mencapai 76 izin, yang tersebar di 23 kabupaten, 42 kecamatan dan 52 desa dengan total konsesi 34.944,90 hektar. Kondisi ini, bisa menjadi ancaman serius bagi lingkungan di Jawa.

Analisis Jatam, eksploitasi karst di Jateng sebagian besar dipicu lewat legalisasi daerah seperti Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang RTRWP 2009-2029.

Eksepsi Gugatan Di Tolak Hakim, Walhi Siap Adu Data

Pada hari yang sama, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang menolak eksepsi (tangkisan) dari pihak PT Semen Indonesia selaku Tergugat II Intervensi terkait kewenangan absolut PTUN.

Hakim Ketua Susilowati Siahaan menilai PTUN Semarang berwenang memeriksa gugatan warga karena SK Gubernur Jawa Tengah No: 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan kegiatan pertambangan PT Semen Indonesia di Rembang telah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Dengan ini menyatakan menolak eksepsi tergugat dan menyatakan sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan,” kata Susilowati.

Agenda sidang berikutnya akan digelar pada 8 Januari 2014 dengan agenda penyampaian duplik oleh Gubernur Jawa Tengah sebagai tergugat dan Semen Indonesia sebagai tergugat intervensi.

Muhnur selaku kuasa hukum warga mengatakan mengapresiasi putusan sela hakim PTUN karena menolak eksepsi. Ini jadi ujian awal bagi hakim memutus perkara. Hakim harus melihat aspek lingkungan pada perkara ini.

“Jika hakim tidak berspektif lingkungan maka putusannya akan merugikan masyarakat dan lingkungan,”katanya

Ia menambahkan, hakim harus memperhatikan kondisi di lapangan, seperti ada intimidasi, kekerasan di tengah berjalannya gugatan dan pembangunan tetap berjalan. Untuk sidang pembuktian, mereka sudah siapkan data untuk menangkis semua penyataan Ganjar Pranowo dan pihak PT Semen Indonesia.

“Jika gubernur punya political will seharusnya mencabut ijin lingkungan PT Semen Indonesia. Namun jika tidak mencabut artinya gubernur berpihak pada perusahaan, bukan rakyat,” kata Muhnur mengakhiri.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,