,

Sanksi Hukum yang Belum Berikan Efek Jera Bagi Penyelundup Telur Penyu

Kepolisian Sektor Sungai Raya Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, berhasil mengamankan 5.330 butir telur penyu, pada 23 Juni 2015. Untuk mengelabui petugas, pelaku meletakkan telur-telur itu dalam sembilan jerigen minyak kelapa ukuran 20 liter yang disulam dengan seutas tali membentuk huruf U.

Ribuan telur itu diangkut mengunakan Avanza hitam yang dikendarai Baharuddin alias Bahar (51), warga Pemangkat. Kepada Polisi, Bahar mengaku barang tersebut milik nelayan asal Kuala Secapa, Herman Razali (44). “Penangkapan kami lakukan saat razia rutin dini hari sekitar pukul 01.30 WIB, di depan kantor,” ujar Ajun Komisaris Polisi Afrialdy Agung, Kepala Kepolisian Sektor Sungai Raya.

Tak ingin kehilangan jejak, polisi segera mengikuti petunjuk yang disebutkan Bahar. Selang beberapa jam, Herman berhasil diamankan. Herman mengaku dititipi barang tersebut oleh seseorang asal Tambelan, Kepulauan Riau untuk diantarkan ke pengusaha di Pemangkat.

“Kami hitung manual telur itu dengan melibatkan staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Singkawang. Kasus ini akan dilimpahkan ke Kepolisian Resor Bengkayang,” jelasnya.

Kepala Kepolisian Resor Bengkayang, Ajun Komisaris Besar Polisi Juda Nusaputra, mengatakan kasus ini diambil alih oleh polres agar maksimal penangannnya. Polres juga bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Barat. “Pelaku akan dijerat dengan pasal 40 ayat (2) juncto pasal 21 ayat (2) huruf E UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta  juncto pasal 55 dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara,” ungkapnya.

Pencegahan

Kepala Kepolisian Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Polisi Arief Sulistyanto, mengatakan, potensi pelanggaran undang-undang konservasi cukup tinggi di Kalimantan Barat. “Masih ada pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam, upaya preventif harus ditingkatkan,” jelasnya.

Dengan tantangan wilayah Kalimantan Barat yang begitu luas, lanjutnya, upaya nyata di lapangan harus benar-benar dilakukan. Tidak cukup hanya diskusi dan rapat. “Sinergi dan proaktif semua pihak harus dilakukan. Kepada semua pihak yang bergelut pada bisnis yang melibatkan sumber daya alam harus sadar bahwa alam ini bukan milik kita, tapi pinjaman anak cucu.”

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Sustyo Irianto, berharap DPR segera menggodok UU Konservasi tersebut agar lebih ‘menggigit’ sebagai efek jera. “Agar hakim ada patokan untuk memutuskan,” tukasnya.

Penyelundupan telur penyu sebanyak sembilan ribu butir ini pada April 2015 lalu berhasil digagalkan oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Singkawang, Kalimantan Barat. Foto: Dok. Polresta Singkawang

Secara terpisah, WWF Indonesia memberi apresiasi keberhasilan Polsek Sungai Raya menggagalkan penyelundupan telur penyu itu. “Disinyalir, telur-telur tersebut akan dibawa ke Malaysia,” kata Dwi Suprapti, Koordinator Marine Species Conservation WWF-Indonesia.

Dwi berharap penangkapan ini bisa memberi efek jera bagi pelaku dan menghentikan upaya penyelundupan plasma nutfah Indonesia ke negara tetangga, Malaysia.

Menurut data pengamatan WWF Indonesia periode 2010-2015, dalam lima tahun terakhir, telah digagalkan tujuh kali upaya penyelundupan telur penyu di Kabupaten Bengkayang yang akan dikirim ke Malaysia. Pada Mei 2010 (9.000 butir); April 2011 (3.405 butir) dan Oktober 2011 (6.500 butir); Agustus 2012 (3.900 butir); Oktober 2014 (1.864 butir) di mobil Avanza dan dalam truk (1.500 butir). “Semua tertangkap di wilayah Jagoi Babang untuk dibawa ke Malaysia. Terakhir, Juni 2015 ini yang ditangkap oleh Polsek Sei Raya,” jelasnya.

Berdasarkan pemantauan enam kejadian sebelumnya, pengakuan supir pada umumnya menyatakan bahwa telur penyu itu berasal dari Kepulauan Riau dan pemilik telur melibatkan warga Pemangkat, Kabupaten Sambas. Artinya agen telur di Pemangkat juga terlibat.

Dwi mengatakan, pantai di Kepulauan Riau memang jauh lebih banyak dibanding Kalimantan Barat. Pulau-pulau kecil di kawasan tersebut merupakan tempat peneluran ideal penyu, karena masih sepi. Tidak seperti di Kalimantan Barat, yang cenderung ramai dengan aktivitas manusia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,