Perjuangan warga Dusun Kunangan Jaya II Kabupaten Batang Hari dan Mekar Jaya Kabupaten Sorolangun, Jambi, akhirnya membuahkan hasil. Setelah bertahan di tenda depan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) lebih dari 70 hari dan aksi jalan kaki petani 1.000 kilometer, Kamis(31/1/13) lahan mereka dijanjikan menjadi hutan tanaman rakyat (HTR).
Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Jambi, Mawardi kepada Mongabay, Kamis(31/1/13) mengatakan, sejak Rabu (30/1/13), mereka dipanggil Kemenhut. “Kemenhut akan memberikan HTR untuk lahan warga,” katanya di Jakarta. PRD dan Serikat Tani Nasional (STN) yang mendampingi perjuangan warga Jambi ini.
Perwakilan petani Jambi diajak bertemu Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK), Kemenhut, Bambang Hendroyono membahas solusi lahan. Tawaran penyelesaian konfik lahan di areal hutan tanaman industri (HTI) PT.Wanakasita Nusantara dan PT. Agronusa Alam Sejahtera, serta restorasi ekosistem PT. Reki tertuang dalam surat bernomor S.92/VI-BUHT/2013. Surat ini ditandatangani Dirjen BUK, Bambang Hendroyono pada 30 Januari 2013.
Surat itu sudah dilayangkan ke Gubernur Jambi. Intinya, meminta Gubernur Jambi memproses lahan-lahan warga dua dusun ini, Kunangan Jaya II seluas 7.489 hektar dan Mekar Jaya 3.482 hektar menjadi HTR mandiri. “Karena kan kewenangan HTR ada di daerah.”
Prosesnya, kata Mawardi, bupati mengusulkan kepada Kemenhut lahan-lahan yang akan menjadi HTR. Lalu, Kemenhut akan mencadangkan lahan itu dan bupati atas nama Kemenhut akan mengeluarkan izin HTR. Kemenhut sendiri, akan merevisi izin yang diberikan kepada tiga perusahaan ini dengan mengeluarkan kawasan-kawasan yang akan menjadi HTR.
Petani agak khawatir dengan tawaran ini. Mengingat pada 16 Desember 2011, pertemuan petani dan Kemenhut, ada notulen rapat menyatakan lahan-lahan mereka akan di-enclave (dikeluarkan dari konsesi perusahaan) tetapi kenyataan tak ada. Bahkan, Kemenhut menyatakan tak membuat janji itu. “Jadi, kami mau memastikan kasus seperti Desember 2011 tak terulang lagi.” Sebagai bukti, surat itu memang disampaikan ke Gubernur Jambi, merekapun meminta bukti salinan. “Kami sudah dapatkan salinannya,” ucap Mawardi.
Tak hanya itu. Mereka akan mengawasi proses pemberian HTR ini sampai selesai. Kemenhut berjanji proses ini sampai Maret. “Kalau Maret tidak selesai lagi, warga akan aksi jalan kaki lagi ke Jakarta. Kalau sebelumnya hanya 100 an. Ini ribuan.”
Kali ini pertemuan dengan Kemenhut berlangsung beberapa kali. Setelah 30 Januari bertemu, utusan Kemenhut kembali datang ke tenda lagi mengajak membahas tawaran ini pada 31 Januari 2013.
Sejak Senin (19/11/12), warga Jambi, berkemah di depan Kemenhut, pada Jumat(1/2/13), para petani Jambi, akan kembali ke kampung halaman. Aksi petani bertahan di tenda disusul jalan kaki 1.000 Km petani dari Jambi, pada 12-Desember 2012 dan sampai Jakarta 22 Januari 2013, tak sia-sia. Kini, tenda biru yang telah menemani mereka sebagai tempat bernaung sekitar 75 hari di Jakarta, pun akan ditinggalkan.
“Alhamdulillah, akhirnya ada hasil, jadi bisa kembali ke kampung berkumpul bersama keluarga. Mudah-mudahan proses HTR lancar,” kata Nurlaila, warga Kunangan Jaya II. Begitu juga Fitria, warga Dusun Mekar Jaya, senang ada hasil dari pertemuan dengan Kemenhut. “Besok (Jumat) kami pulang, senang perjuangan kami ada hasil.”
Kini, di depan Kemenhut, tersisa tenda warga Mesuji perluasan register 45. Mereka baru datang pertengahan Januari 2013, bergabung dengan petani Jambi. Mereka menuntut jaminan tidak digusur dari lahan yang sedang bersengketa dengan PT Silva Inhutani. Mereka menuntut pengembalian tanah adat sekitar 10.500 hektar.
Kemah di BPN
Sementara itu, sekitar 120 an petani dari Blitar, Jawa Timur, juga aksi jalan kaki ke Jakarta, sudah sampai pada Kamis (31/1/13). Sesampainya di Jakarta, mereka langsung mengunjungi tenda petani di Kemenhut, kemudian bersama-sama aksi ke depan Istana Presiden. Namun, mereka tidak bergabung di tenda depan Kemenhut, seperti warga Mesuji, tetapi berkemah di depan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Notulen rapat warga Jambi dan Kementerian Kehutanan, 16 Desember 2011