Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dibunuh secara sadis dan gading dicuri di Desa Rantau Sabon, Kecamatan Sampoinet, Kabupaten Aceh Jaya, Sabtu (13/7/13). Gajah ini ditemukan warga mati pada pukul 8.00 pagi di pinggir Sungai Ie Jeureuneh dengan posisi terduduk di antara dua pohon durian. Ada lubang besar di tengkorak kepala bagian atas akibat tusukan tombak cukup besar. Gading sudah dipotong, kepala hancur, belalai terpisah dari kepala, dan mata hilang.
Gajah jantan ini dikenal warga Sampoinet bernama Geng, hidup soliter dan terkenal berani berkeliaran dekat kampung dan sering membuat kerusakan di kebun warga. Muctar Purba (45), komandan ranger di CRU Sampoinet mengatakan, kemungkinan besar Geng mati kena jerat tombak pada pukul 1.00 dini hari. Pada malam naas itu, tim CRU dan polisi hutan berupaya menggiring Geng dan anak gajah yang selalu bersamanya ke dalam hutan.
“Jam 23.00 kami masih mendengar suara kayu-kayu patah oleh Geng. Jarak kami kurang dari 500 meter. Kami sempat meletuskan mercon dan menghidupkan api unggun mengusir mereka. Kami bilang ‘Jangan kemari Geng, jangan rusak kebun orang, pulang saja ke hutan’,” kata Muctar.
Sudah 11 hari tim bersiaga di sekitar Desa Ie Jeureneh, Desa Rantau Sabon dan Desa Cot Punti, berupaya menggusir ayah dan anak gajah ini. Patroli setelah ada warga melapor dua gajah masuk kebun mencabut enam kelapa dan 10 pinang.
Sejak Mei tahun lalu, Geng selalu bersama seekor gajah kecil diduga anaknya. Anak gajah ini selalu bersama Geng setelah sang induk mati diracun di sebuah desa transmigrasi Gampong Krueng Ayon Kecamatan Sampoinet, berjarak sekitar delapan kilometer dari kamp CRU. Saat itu, selama berhari-hari anak gajah itu tak mau pergi, menunggui jasad induk bahkan hingga ibu dikubur ia tak pergi dari desa itu. Sampai pada satu malam warga melihat bagaimana Geng menjemput anak gajah malang itu dan membawa masuk hutan.
Menurut Muctar, pukul 1.00 subuh itu tim yang berjaga tidak mendengar lagi suara gerakan Geng. Tim menduga Geng dan anaknya sudah masuk hutan. Merasa sudah aman, pukul 2.00 tim yang sudah lelah kembali ke kamp CRU untuk makan sahur.
“Malam itu, kami berupaya mengusir Geng menjauh dari daerah itu karena kawatir setelah kami menemukan ada jerat tombak dipasang di atas pohon. Kami sempat menyita. Tidak menduga ada jerat lain. Kemungkinan dipasang selepas magrib oleh orang yang berniat membunuh Geng.”
Tombak yang membunuh Geng lumayan berat, panjang gagang mencapai tiga meter, dengan mata ujung besi runcing sepanjang satu meter. Tombak itu diikat di atas dahan pohon durian dan terlepas saat Geng yang melintas di bawahnya menyentuh tali penghubung.
Jerat di pasang di kawasan semak-semak yang banyak pohon durian, jarak dari rumah warga dua kilometer. Jarak dari kamp CRU enam kilometer. Hutan terdekat di sekitar kawasan itu sudah menjadi perkebunan sawit PT. Tiga Mitra.
Saat menerima laporan ada gajah kena jerat pagi itu, tim sempat menyisir tiga lokasi sampai mencium bau gajah. Sungguh mengejutkan saat mereka menemukan jasad gajah besar berlumuran darah.
“Saya sampai menangis melihat kondisi Geng. Sadis sekali. Pasti Geng langsung mati begitu kena tombak di kepala. Karena kami sama sekali tak mendengar suara menjerit malam itu. Sepertinya pelaku langsung mengambil gading malam itu juga.”
Muctar dan tim CRU sangat mengenal Geng, karena gajah jantan yang diperkirakan berusia 22 tahun itu ayah dari Ije Ayu Rosalina, anak gajah yang lahir dari Suci yang merupakan gajah jinak di CRU Sampoinet. Sejak Rosa lahir September tahun lalu, para mahout beberapa kali melihat Geng datang tengah malam, mendekat ke kandang Suci di halaman samping kamp untuk melihat anaknya. Geng diketahui mengawini Suci di dekat kamp CRU Sampoinet pada 3 Desember 2010.
Geng ditandai dengan gading panjang, postur tubuh besar dengan berat sekitar empat ton. Ada lubang bekas luka di telinga kiri. Gajah ini dinamai orang kampung dengan Geng karena sangat berani dan sering berkeliaran di sekitar kampung. Ia akan menghindar jika berpapasan dengan manusia, jika dihadang ia akan melawan.
Menurut Muctar, pada malam kedua setelah kematian Geng, mahout sempat melihat anak gajah yang selalu bersama Geng datang ke kamp CRU mendekat ke kandang Suci dan Rosa. “Ia mendatangi Rosa dan Suci. Tapi kemudian pergi menghilang masuk hutan.”
Kasus pembunuhan gajah ini sudah dilapor ke pihak yang berwajib. Kepala Polres Aceh Jaya sudah turun ke lapangan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Polres Aceh Jaya dan Polhut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Jaya sedang mengusut kasus ini. Pasca terbunuhnya Geng, tim CRU masih menemukan beberapa jerat masih terpasang di pohon.
Ketua Forum Komunikasi Gajah Indonesia Wahdi Azmi mengatakan, segera menyurati Kapolda Aceh untuk serius menyelidiki kasus kematian gajah ini. Mengingat sudah banyak kasus kematian gajah belum ada ditangani serius oleh aparat.
Tahun 2012, 14 gajah mati sebagian besar akibat dibunuh dengan racun di sejumlah kabupaten di Aceh. Di Kabupaten Aceh Jaya, satu gajah betina tergelepar mati di jalan lintas SP IV – SP V Gampong Krueng Ayon, Kecamatan Sampoinet, pada 29 April 2012. Tak lama kemudian pada 15 Mei 2012 gajah jantan ditemukan membusuk dan kehilangan gading di dekat kebun penduduk di Desa Pante Kuyun, Kecamatan Setia Bakti.
Dengan matinya Geng, maka selama 2013, sudah empat gajah mati di Aceh. Sebelumnya, satu anak gajah mati terkena jerat di kebun warga di daerah Cot Girek, Aceh Utara, satu anak gajah mati kesetrum di Geumpang Kabupaten Pidie Jaya dan seekor anak gajah bernama Agam yang dipelihara warga Desa Blang Pante Kabupaten Aceh Utara juga mati.
Populasi gajah Sumatera menurun drastis dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan status keterancaman gajah sumatera dari “genting” menjadi “kritis”, hanya selangkah dari status ‘punah di alam’. Ini status terburuk dibandingkan subpecies gajah lain, baik di Asia maupun Afrika. Saat ini gajah Sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 2.400 ekor – 2.800 ekor, turun 50 persen dari populasi sebelumnya, 3.000 – 5.000 individu pada 2007. Hilangnya habitat akibat alih fungsi hutan merupakan penyebab utama penurunan populasi gajah.