Dalam beberapa tahun terakhir, green lifestyle atau gaya hidup ramah lingkungan menjadi tren baru di masyarakat. Gaya hidup ramah lingkungan ini ternyata bukan suatu hal yang berat, dan bisa dilakukan mulai dari rumah.
Hal tersebut yang coba diterapkan melalui proyek Sustainable Consumption and Production (SCP) atau Proyek Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan, merupakan salah satu program yang berupaya meningkatkan budaya ramah lingkungan atau konsumsi dan produksi hijau, sehingga tercipta kehidupan yang berkelanjutan.
Program ini diprakarsai oleh Kementrian Lingkungan Hidup, dan di Surabaya bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surabaya. Menurut Christine Effendy, selaku Project Manager SP05 SCP Switch Asia Indonesia, program from learning to living ini ingin mengimplementasikan apa yang telah dipelajari pelajar di sekolah yang dibawa ke dalam kehidupan nyata di keluarganya.
Proyek ini merupakan percontohan untuk implementasi konsumsi yang lebih ramah lingkungan, sebagai upaya penting mendorong adanya kebijakan pemerintah maupun produsen yang lebih ramah lingkungan.
“Jadi kalau konsumen sudah mengerti dan sudah merasakan keuntungannya untuk mereka, maka mereka akan mau berpartisipasi memilih produk yang lebih ramah lingkungan. Dari itu kita harapkan bisa mendorong pasar lebih cepat, sehingga produsen juga lebih bergairah menciptakan produk-produk yang lebih ramah lingkungan,” kata Christine.
Selama ini, masyarakat Indonesia belum paham dan terbiasa memilih produk yang lebih ramah lingkungan, hanya memilih karena kemudahan dan keuntungan yang lebih besar. Kampanye cinta lingkungan selama ini lebih mengedepankan penyelamatan bumi dan lingkungan, dimana tidak semua orang merasa perlu berperan aktif.
“Kita pakai pendekatan yang lain, yaitu pendekatan kepentingan konsumen, yang hemat, sehat, aman, mudah. Kita harus lihat dari sisi itu dulu, baru mereka akan turut berperan serta dalam penyelamatan lingkungan,” ujar Christine.
Program hemat energi maupun gerakan ramah lingkungan selama ini masih jauh dari harapan, dan cenderung bergerak lambat dibandingkan negara-negara maju lainnya. Kebijakan pemerintah menjadi kunci terciptanya produk yang lebih ramah lingkungan, namun tetap saja harus didukung oleh perubahan perilaku masyarakat dalam memilih dan memakai produk yang hemat energi maupun ramah lingkungan.
“Dari evaluasi kami, dalam beberapa puluh tahun terakhir regulasi saja tidak cukup untuk mendorong mekanisme pasar. Jadi ini tidak hanya didorong dari kebijakan, tapi juga dari permintaan konsumen,” ucap Christine yang ditemui usai acara Workshop Keluarga Hijau di SMAK St Louis Surabaya, pada akhir pekan kemarin.
Proyek Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan tidak hanya mengenai hemat energi saja, melainkan lebih pada perilaku manusianya untuk memilih produk yang lebih ramah lingkungan, cara membuang sampah rumah tangganya, serta pengaruhnya bagi lingkungan.
“Karena ini dilombakan, kami berharap keluarga yang terpilih sebagai keluarga binaan untuk perilaku ramah lingkungan ini juga bisa menjadi agen kampanye di lingkungan sekitarnya,” katanya.
Lomba keluarga hijau diawali dengan memilih sekolah-sekolah yang sudah berhasil melakukan hemat energi, sebagai indikator yang paling mudah. Dari 500 peserta dari sekolah, disaring menjadi 300, dan tahap akhir 100 peserta. Dari 100 sekolah yang tersaring diperoleh 66 sekolah terbaik dalam melakukan penghematan energi di Surabaya.
“Dari 66 sekolah itu kita pilih 5-10 keluarga untuk dijadikan percontohan implementasi perilaku ramah lingkungan di dalam keluarga. Kita pakai indikator yang sederhana yang keluarga itu juga bisa memantau. Untuk hemat energi kita tinggal melihat dari meteran penggunaan atau konsumsi energi, juga penggunaan air. Penggunaan dan pemilihan produk rumah tangga lainnya seperti pembersih lantai, apakah menggunakan pembersih ramah lingkungan yang tidak menggunakan bahan berbahaya seperti klorin, juga detergen, dan lain sebaginya,” papar Christine.
Pentingnya mengubah perilaku disadari oleh Shifa, salah satu peserta Workshop Keluarga Hijau, yang selama ini kurang memperhatikan produk ramah lingkungan maupun penghematan energi dalam rumah tangga. Shifa mengungkapkan, pemakaian produk elektronik yang kurang terukur, baru disadari sebagai salah satu penyebab kerusakan lingkungan.
“Saya sekarang baru mengetahui bagaimana caranya hemat energi, karena sebelumnya saya itu boros. Saya menggunakan barang elektrik yang hemat energi tapi cenderung menyepelekan, sehingga tidak dimatikannya saat tidak lagi diperlukan. Seperti AC dan TV yang keduanya menyala tapi sebenarnya tidak diperlukan. Karena ada tulisan produk itu hemat energi jadi saya kurang peduli,” tutur Shifa, yang keseharian bekerja sebagai guru di SD Kendangsari 3 Surabaya.
Perubahan perilaku sangat diperlukan untuk membangun budaya hemat energi dan ramah lingkungan dalam keluarga. Selain barang elektronik yang hemat energi dan ramah lingkungan, Shifa mencontohkan masih adanya pemakaian pembungkus plastik di pasar modern maupun tradisional ketika berbelanja. Kemasan produk pun masih belum banyak yang memperdulikan keamanan lingkungan.
“Kalau saya sudah tidak lagi pakai produk dengan kemasan plastik kecil atau sachet, tapi langsung menggunakan yang botolan. Selain lebih hemat juga lebih ramah lingkungan,” ujar Shifa.
Shifa berharap kedepan para produsen atau supermarket besar dapat mengubah penggunaan kantong plastik yang diberikan ke konsumen, menjadi kantong kertas atau kain. Penggunaan kantong kertas akan mudah didaur ulang bila tidak lagi dipakai, sedangkan kantong kain dapat digunakan berulang kali.
“Ini ke perilaku, kalau perilaku bisa diperbaiki, maka bumi ini dapat diselamatkan agar anak cucu kita tidak menerima akibatnya,” tandasnya.
Christine menambahkan program ini menargetkan pemerintah lebih pro aktif dalam hal regulasi atau peraturan, serta ikut mendorong produsen memproduksi produk yang lebih ramah lingkungan bagi pasar atau masyarakat konsumen.
Regulasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat mengatur produk yang lebih ramah lingkungan, yang diproduksi dengan cara ramah lingkungan, termasuk mengambil sumber daya alam dengan cara yang juga ramah lingkungan.
“Kami juga akan segera meluncurkan program green retail, untuk memotivasi perusahaan retail agar menyediakan lebih banyak produk-produk yang lebih ramah lingkungan. Hal ini akan memotivasi produsen agar mau memberikan informasinya dengan benar, mengenai mana produk yang lebih ramah lingkungan kepada masyarakat konsumen,” pungkas Christine.