Dalam sidang International Panel on Climated Change (IPCC) akhir 2014 lalu, dilaporkan pemanasan global yang melanda bumi saat ini dipercaya 95 persen akibat ulah manusia. Sebagai salah satu planet dalam gugusan tata surya, Bumi yang dapat dihuni makhluk hidup telah dieksploitasi secara berlebihan. Bahkan eksploitasi tersebut teleh melebihi kapasitas alaminya, sehingga kerusakan bumi saat ini semakin parah.
Prof. Dr. Cahyono Agus selaku guru besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta pada Rabu, 22 April 2015 lalu mengatakan, bumi telah dengan suka rela menyediakan jasa lingkungan dan kehidupan berupa oksigen, air, pangan, energi, kebutuhan hidup lainnya secara gratis kepada seluruh makhluk hidup.
Meskipun demikian, manusia sebagai khalifah di bumi ini justru telah mengeksploitasinya secara berlebihan. Oleh karena itu, munculnya kesadaran bila bumi tidak hanya memiliki daya dukung yang terbatas, namun juga terus mengalami penyusutan sementara permintaan terus membesar.
“Bumi saat ini boleh dibilang kewalahan melayani 7,2 miliyar jiwa manusia,” kata Prof. Cahyono.
Menurutnya, jika populasi penduduk bumi terus meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025, maka kebutuhan manusia sulit terlayani. Bahkan justru semakin menjadi tekanan terhadap bumi.
Sangat disayangkan, manusia masih terus menggantungkan ego cara bertahan hidup dengan terus mengeruk bumi secara rakus dan tanpa henti dengan kecepatan eksponensial. Menjadikan bumi semakin rusak, renta tak berdaya.
Sedangkan tingkat kesadaran manusia terhadap keberlangsungan kehidupan bersama tidak juga tumbuh, Maka hampir tidak mungkin untuk melihat nasib manusia di masa depan.
Meski telah merasakan dampak negatif hilangnya kenyamanan jasa lingkungan dan kehidupan oleh bumi, kenyataan upaya penyelamatan dan perbaikan kondisi bumi masih acuh dan tidak peduli terhadap nasib bumi, dan lebih menyalahkan dan menyerahkan kepada orang lain untuk memperbaikinya.
“Padahal seharusnya kita bisa ikut berkontribusi secara nyata untuk ikut menyelamatkan bumi ini. Kita tak bisa terus berdiam diri lagi. Kita harus rawat bumi seisinya untuk kepentingan seluruh makhluk hidup dalam jagad bumi biru yang bermartabat secara berkelanjutan,” tambah Prof. Cahyono.
Ia menambahkan, diperlukan konsep implementasi yang mampu memberi kesadaran, kemampun, wawasan dan konsep secara cerdas, luas, mendalam dan futuristik tentang lingkungan global kepada semua pihak guna mendukung pengembangan berkelanjutan.
Karena itu, konsep pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Educational for Sustainable Development /EFSD) perlu dikembangkan melalui pendidikan formal, nonformal dan informal.
Konsep pendidikan EFSD merupakan instrumen kuat dan efektif untuk melakukan komunikasi, memberi informasi, penyadaran, pembelajaran dan dapat untuk memobilisasi massa/komunitas, serta menggerakan bangsa ke arah kehidupan masa depan yang berkembang secara berkelanjutan. Bahwa upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup di bumi ini perlu dikontribusikan secara nyata dalam setiap kehidupan sehari-hari.
Konsep ekonomi biru yang dikembangkan oleh Gunter Pauli dari ZERI Foundation pada tahun 2009 telah memberikan kesempatan kreatif dan inovatif baru yang berkelanjutan, bersih dan bermartabat. Hal tersebut perlu dikembangkan menjadi revolusi biru, melalui percepatan proses siklus alami dalam pemberdayaan sumber daya alam tersedia, bahkan yang marjinal , terlantar maupun terbengkalai, agar mempunyai nilai tambah ekonomi, lingkungan, sosial budaya, teknologi, pengelolaan bagi kenyamanan kehidupan manusia.
“Planet biru kita terdiri atas samudera biru seluas 72 persen dan langit biru lebih dari 95 persen. Mestinya haus didukung oleh bumi biru, sebuah bumi hijau asri yang mampu mendukung terciptanya langit dan laut biru,” kata Prof. Cahyono yang juga ketua Green Network Indonesia Wilayah DIY-Jateng.
Ia menambahkan, langkah nyata seperti “Jagat Biru Rahayu”, yaitu mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan melalui penataan ruang biru, kampus/kota/desa biru, air segar, udara biru, pangan sehat, energi biru, ekonomi biru, lingkungan asri, harmoni lingkungan kehidupan dan masyarakat sejahtera merupakan langkah pasti untuk membangun lingkungan dan kehidupan bermartabat.
“Paradigma baru peran hutan dan ruang hijau terpadu sebagai sumber oksigen, air kehidupan, pangan, pakan, pupuk, energi, pengatur suhu yang sangat penting bagi lingkungan dan kehidupan bersama perlu digalang. Mari galakkan gerakan “ruang tanam hijau” yang membutuhkan komitmen dan tanggung jawab individual dan bersama yang harus dikondtribusikan secara nyata,” tutup Prof. Cahyono.