,

Perempuan Jogja Dukung Gerakan Perempuan Kendeng Penyelamat Sumber Daya Alam

Perempuan Rembang dan Pegunungan Kendeng mendapat dukungan dari para perempuan Yogyakarta yang tergabung dalam Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA). Bentuk dukungan berupa rangkaian acara yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta mulai 2 Mei 2015, sebagai rangkaian memperingati Hari Kartini.

Kegiatan yang dilakukan berupa pembacaan surat-surat Kartini, pameran dan lelang karya senin, penggalangan voucher donasi, pentas seni dan pemberian award bagi perempuan Rembang serta ada garage sale atau bazar. Ada 13 pekerja seni memamerkan dan melelang karta dan 25 stand bazar, selain itu ada penampilan seni dari berbagai elemen masyarakat dari Yogyakarta.

Panitia kegiatan dan anggota PIA, Laras Susanti kepada Mongabay mengatakan perjuangan perempuan masih sangat relevan hingga saat ini. Perjuangan perempuan Rembang menjadi inspirasi penting memperjuangkan ruang hidup orang banyak.

“Mereka adalah inspirasi tentang bagaimana perempuan menjadi penyelamat kehidupan dan memberikan sumbangsih untuk kemanusian, lingkungan yang lestari dan sumber daya alam,” kata Laras.

Praktek korupsi sendiri telah merambah ke semua lini kehidupan, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan pertambangan, yang membawa dampak sistematik terhadap perempuan dan anak Indonesia. Data Koalisi Anti Tambang menyebutkan bahwa sebanyak 4.672 atau sebanyak 43.87% dari total Ijin Usaha Pertambangan (IUP) tidak clean and clear.

“Koalisi juga menyebut, sebanyak 1.372 juga hektar izin tambang berada di kawasan hutan konservasi dan 13 IUP berada di kawasan hutan lindung,” tambah Laras.

Laras menambahkan, mengacu pada data koalisi, carut marut pengelolaan tambang menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp919,18 miliar dan yang memprihatinkan bahwa pengrusakan sumber daya alam berpotensi bukan hanya merusak lingkungan, namun juga merusak penghidupan.

“Pahit yang dirasa dari rusaknya lingkungan karena pertambangan adalah sebuah hal nyata dari praktek kesewenangan dan korupsi di sektor sumber daya alam,” kata Laras.

Pendirian pabrik semen dikhawatirkan akan merusak ekosistem Kendeng yang menjadi tempat hidup warga, yaitu 900 hektar lahan di Rembang, 2.868 hektar lahan di Pati, 1.700 hektar lahan di Grobogan dan 2.025 hektar lahan di Blora.  Pabrik semen juga bakal merusak kawasan karst yang berfungsi sebagai kawasan lindung seperti Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih di Rembang sebagaimana diatur dala  peraturan daerah RTRW Kabupaten Rembang No 14 tahun 2011 dan Keppres No 26 tahun 2011 tentang penetapan cekungan air.

Sementara data Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013 menunjukkan kekeringan di Pulau Jawa tertinggi dibandingkan pulau lain di Indonesia.“Dalam hal ini 136 juta jiwa atau lebih dari 50% penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa akan terancam kehidupannya,” kata Laras.

PIA berharap, pengelolaan sumber daya oleh pemerintah harus berbasis berbasis partisipasi masyarakat, tidak hanya kepentingan ekonomi.

Hasil karya seni yang di pamerkan dan di lelang di acara dukungan perempuan Jogja untuk perempuan Rembang. Foto : Tommy Apriando.
Hasil karya seni yang di pamerkan dan di lelang di acara dukungan perempuan Jogja untuk perempuan Rembang. Foto : Tommy Apriando.

Paramita Iswari dari Dewan Kehutanan Nasional kepada Mongabay merasa prihatin dengan eksploitasi di Jawa yang sudah sangat genting, yang menjadikan bencana alam sering terjadi.  Tingginya deforestasi, sejak hutan mulai dikelola Perum Perhutani tahun 1980-an,  menjadi penyebab tingginya bencana.

Paramita melihat ketidakjelasan terhadap status tukar menukar lahan hutan untuk pertambangan patut diduga sebagai bentuk korupsi disektor SDA dan kehutanan. Masih banyak usaha pertambangan di hutan lindung yang belum diselesaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia berharap masyarakat dijadikan subyek dalam proses investasi tambang.

Data KLHK, sampai Desember 2014 ada ijin pertambangan di kawasan hutan seluas 106.030,77 hektar di Pulau Jawa yang terbagi 15 izin seluas 4.117,36 hektar di hutan konservasi, ada 58 ijin seluas 32.961, 21 hektar di hutan linidung  dan hutan produksi 68.916,93 hektar ada 224 ijin dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 284.852,66 hektar.

Selain itu untuk ijin pertambangan di kawasan hutan konservasi ada 0,14 hektar di Jawa Tengah dan ijin pertambangan yang diindikasikan di kawasan hutan lindung di Jawa Tenga ada dua un produksi dengan luas lahan 40,96 hektar.

“Berdasarkan pasal 38 ayat 1 UU nomor 19 tahun 2004 bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Selanjutnya kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pla penambangan terbuka,” kata Paramita.

Sedangkan ada 5 unit ijin pinjam pakai untuk IPPKH Eksplorasi seluas 5.970, 86 hektar di kawasan hutan di Jawa Tengah,  persetujuan prinsip seluas 161,68 hektar dan operasi produksi hanya 4 unit dengan luas lahan 176,87 hektar.

Ada 275 IUP di Jateng, dan 132 IUP diantaranya tidak clean and clear (CNC).  Tercatat pemegang 43 dari 56 IUP berhutan kepada negara sebesar Rp1,5 miliyar.  Dari 275 pemegang IUP, 31 IUP belum memberikan jaminan reklamasi dan pasca tambang dan 15 IUP belum ada pasca tambang.

Semantara itu Gunarti dari Sedulur Sikep dan mewakili perempuan Kendeng mengatakan penolakan warga terhadap pertambangan semen karena ingin menyelamatkan bumi, lingkungan dan ibu pertiwi yang sudah menghidupi warga.

Gunarti menambahkan sejak jaman dulu, pertanian terbukti mencukupi dan mensejahterakan masyarakat, buukan dari pabrik semen. Dia berharap gubernur mengerti dampak pabrik semen dan potensi bencananya kepada masyarakat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,