,

KPK Dan KKP Ingin Perubahan Sistem Tata Kelola Laut

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sepakat untuk memperbaiki sistem tata kelola laut yang berpotensi korupsi saat dan merugikan negara ribuan triliun serta menyengsarakan rakyat.

Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menyebut banyak yang belum paham ada urusan apa KPK dengan kelautan.  “Selama memimpin KPK 4 tahun dan kembali dipanggil 6 bulan terakhir ini bahwa korupsi bukan hanya terjadi karena perilaku tapi saya melihat karena sistem yang salah, failed atau weak system,” katanya dalam Deklarasi Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Sektor Kelautan di Kuta, Badung, Bali, pada Selasa (04/08/2015).

Banyak yang menikmati zona nyaman dengan sistem yang sudah ada sehingga tak perlu melakukan perubahan. Menurutnya banyak orang baik nyemplung ke sistem salah. Sistem yang tak benar itu menyengsarakan.

“Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau masak garam saja tak bisa produksi sendiri? Apa susahnya bikin garam? Kurang berapa terik matahari NTB, NTT untuk mengeringkan air laut? Ini sistemnya salah,” contoh Ruki.

Ia mengasumsikan ini dibiarkan karena banyak yang dapat cuk. Tapi petani garam termarjinalkan dan makin miskin. “Ini sistem yang salah dan harus ikhlas untuk diperbaiki. Laut dikuasai, laut dikapling, hutannya, lalu apa lagi?” serunya.

Kewajiban menyejahterakan rakyat, menurutnya sangat jelas dalam konstitusi. Bagaimana hubungannya dengan korupsi? Menjadi keharusan penyelenggara negara, pertama mengevaluasi sistem yang kadung sudah berjalan. “Jangan pernah nyaman di sistem sekarang dari mikro, makro, politik, Pemilu, sampai peradilan. Saya pribadi sangat kecewa KPU mengizinkan mantan terpidana korupsi ikut running Pilkada dengan dalih itu hak asasi manusia. Mana yang lebih penting HAM bersifat individual atau komunal?” keluhnya.

Termasuk juga pengelolaan laut dan pantai. Ia mengingatkan potensi yang ada bisa terus dieksplorasi tanpa merusak lingkungan.

Sementara Susi Pudjiastuti mengkritik sistem dan kebijakan yang sulit diubah serta koordinasi yang kurang baik antar departemen serta pemerintah daerah untuk mendukung perbaikan.

“Indonesia nomor 2 terpanjang pantainya di dunia tapi ekspor perikanan No.5 di Asia Tenggara. Ada yang salah, orang tak sadari,” katanya. Setelah tahu dan jadi Menteri ia mengaku lebih tahu data. Misalnya menurut data BPS rumah tangga nelayan dari 1,6 juta tinggal 800 ribu dalam 10 tahun terakhir. “Kenapa 2/3 nelayan berkurang bukannya bertambah?” tanyanya. Juga menurut catatan KKP ada 115 perusahaan eksportir di Jawa dan kota pelabuhan bangkrut pada rentang 2003-2013. “Kalau saya pabrik Pangandaran yang kecil saja bisa ekspor 5-15 juta dollar dan beli dari nelayan kecil. Berapa miliar dollar devisa yang hilang?” herannya.

Ini menurutnya ironi dan kontradiksi. Sementara Thailand dan Philipina jadi No.1 dan 2 di Asia. Masalahnya banyak kapal besar menangkap secara  ilegal. “Mulai sekarang saya eksekusi UU perikanan, kapal itu kita bisa tangkap dan tenggelamkan. Kalau tidak nanti Indonesia jadi miskin dan jadi imigran. Ingin menegakkan kedaulatan laut. Saya bilang jangan biarkan nelayan gelap anda, sehingga tak ada nota protes dari negara mereka,” katanya.

Sumber daya apapun jika tak jaga dan eksploitasi bisa habis. “20 tahun lalu Indonesia masih jadi Sekjen OPEC dan OKI. Tapi sekarang nett importir minyak karena habis. Sama dengan batubara, emas. Kalau tak menjaga semua akan habis,” ingatnya.

 Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando
Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando

Laut adalah sumber yang bisa diperbaharui, ikan bisa beranak pinak, bertelur. Kecuali jika pantai tempat ikan kawin dan berkembang biak, diambil. “Karena induk ikan sama dengan manusia, insting keibuan tak akan menelorkan di tengah lautan bebas, mereka akan mencari terumbu karang, pasir gulma di tepi pantai. Tapi demi pertumbuhan properti, demi aqua culture project terbaru, demi kebutuhan lain kita tebang mangrove, kita reklamasi pantai tanpa mempedulikan ekosistem,” lugasnya.

Ia menegaskan reklamasi untuk pembangunan sah tetapi syarat utamanya keberlanjutan ekosistem. “Jakarta boleh menambah ruang tapi perhitungkan bahwa tiap wilayah air yang direclaim harus ganti wilayah air baru. (Kalau tidak ) nanti banjir. Air dikemanakan? Mau dipompa? Berapa lama?” gugatnya.

Reklamasi tanpa pembangunan DAS sungai akan memperparah. Menurutnya bandara Sukarno Hatta bisa tenggelam. Jika mempersiapkan matang, Susi bertanya ke mana air disalurkan dan seberapa besar? “Di sinilah sistem bisa mengawal dan jadi pilar penjaga agar developer tak cheating wilayah air, tak boleh ada korupsi sistem, manipulasi data. Kajian harus akuntabel, objektif bisa jadi pertanggungjawaban pejabat mapun pribadi kepada anak cucu,” ujarnya.

Susi mengingatkan kerugian Rp2000-3000 triliun tata kelola laut yang salah. “Ada illegal fishing menikmati 36% solar nasional itu ratusan triliun. Kita beri subsidi pada maling ikan untuk merusak terumbu karang, jaring yang dipakai 50 km terpendek,” sebutnya.

Selain itu kasus perbudakan membuat negara kita ditegur. “Bagaimana bisa perbudakan terjadi di wilayah Indonesia? Ribuan kapal, yang punya izin hanya 1300. Mereka foto kopi izinnya,” sebutnya.

Contoh lain, polisi menangkap kapal dengan sirip hiu 2,1 ton kering yang ekuivalen 220 kg ikan hiau dari perairan Raja Ampat. Ia menyebut 1 kg sirip ikan berasal dari 1 kwintal ikan.

Ia mengapresiasi Amerika minggu lalu memberikan pembebasan tarif ekspor. “Jika nilai ekspor USD 2 milyar maka 400 juta dollar masuk ke ekonomi kita. Kita harus bekerja keras, rusaknya laut Indonesia rusak suplai tuna dunia karena breeding dan nursering 80% di Indonesia. Kita diberi Tuhan satu lokasi yang secara geografis sentral maritim. Dilewati 4 samudera dan di khatulistiwa,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,