,

Petani Garam Jatim dan Jabar Desak Revisi Permendag No 125/2015

Petani garam di Jawa Timur dan Jawa Barat mendesak Pemerintah untuk segera memperbaiki tata niaga garam yang saat ini berlaku. Desakan itu muncul, karena Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Peraturan tersebut dinilai memberatkan dan merugikan petani garam di seluruh Indonesia.

Dalam keterangan resmi di Jakarta, kemarin, Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur dan HMPG Jawa Barat mengungkapkan alasan kenapa petani garam menjadi pihak yang paling dirugikan oleh Permendag Nomor 125/2015 tersebut.

Ketua HMPG Jawa Timur Mohammad Hasan menjelaskan, salah satu poin yang merugikan petani garam, adalah dihilangkannya kewajiban bagi importir untuk menyerap garam rakyat sedikitnya 50 persen dari total kapasitas produksi perusahaan.

“Kewajiban tersebut sebelumnya ada dalam Peraturan sebelumnya. Tapi, dalam Permendag yang paling baru, itu justru dihilangkan. Ini kenapa?” tanya dia.

Kemudian, poin berikutnya yang dinilai merugikan petani garam, menurut Hasan, adalah tidak adanya ketentuan yang mengatur tentang masa impor garam yang berkaitan dengan masa panen produksi garam rakyat.

Kemudian, tidak adanya ketentuan yang mengatur tentang keterlibatan Pemerintah dalam ikut serta melakukan pengawasan impor garam industri. Berikutnya, peraturan baru dinilai memberikan peluang yang bebas dan terbuka bagi para perusahaan untuk melakukan impor garam.

“Tidak mengatur adanya upaya pembinaan masyarakat petani garam untuk memenuhi standar kualitas  garam industri yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri. Justru, sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar bebas yang mengkerdilkan upaya pemerintah dan semangat petani garam,” jelas dia.

Peraturan Menteri Perindustrian

Selain Permendag No 125/2015, HMPG juga mengkritisi keberadaan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 88 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 134 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Garam.

Menurut Hasan, harus ada penggantian Peraturan mengenai klaster garam untuk aneka pangan ke dalam kebutuhan garam industri. Sesuai dengan Peraturan tersebut, klaster aneka pangan masuk dalam klaster garam konsumsi.

“Secara definisi Aneka Pangan termasuk kategori kebutuhan yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tidak memerlukan tingkat NaCI tinggi. Sehingga, semestinya kebutuhan bahan baku industri aneka pangan seharusnya dimasukkan dalam klaster garam industri,” papar dia.

Karena adanya kebijakan yang kurang tepat tersebut, Hasan melihat, penyerapan produksi garam rakyat menjadi kurang maksimal. Hal itu, karena standar kualitas garam industri yang ditetappkan oleh perusahaan-perusahaan belum mencapai standar.

“Kondisi itu kemudian diperparah dengan adanya penyimpangan penggunaan garam industri (merembes) ke wilayah garam konsumsi tanpa pengawsan efektif. Sehingga, itu semakin mempersempit kuota penyerapan produksi garam rakyat.

Untuk diketahui, Jawa Timur selama ini dikenal sebagai lumbung garam nasional. Itu karena, 70 persen produksi nasional berasal dari provinsi tersebut. Sepanjang 2015, garam rakyat di Jatim produksinya mencapai 1,157 juta ton dari total lahan produksi 11.135 hektare yang tersebar di 12 kabupaten/kota.

Adapun, total produksi garam nasional sepanjang 2015 mencapai 2,7 juta ton. Data tersebut, diluar produksi garam yang dilakukan PT Garam.

Revisi Peraturan

Karena banyak kejanggalan dan merugikan petani garam dan sekaligus industri garam rakyat, HMPG Jawa Timur dan Jawa Barat mendesak Pemerintah untuk segera melakukan revisi Permendag No 125 Tahun 2015. Selain itu, Pemerintah juga didesak untuk merevisi Permerin No 88 tahun 2014 yang mengatur  Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Garam.

“Mengajukan permohonan kepada Pemerintah dan DPR RI untuk menerbitkan Undang-Undang dan atau Peraturan Pemerintah tentang Sistem Tata Niaga Garam guna melindungi kepentingan bangsa dan negara, khususnya petani garam,” papar Hasan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Edi Ruswandi, Ketua HMPG Jawa Barat. Menurut dia, Permendag No 125/2015 sudah mengkerdilkan dan membelenggu hak-hak petani garam dalam negeri. Selain itu usaha garam industri asing lebih diutamakan dan itu jelas merugikan petani garam rakyat.

Dikaji Usulan Perubahan

Di tempat terpisah, Direktur Jasa Kelautan Direktorat Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan Perikanan Riyanto Basuki, mengungkapkan, pihaknya merespon apa yang menjadi keluhan para petani garam di seluruh Indonesia. Terutama, di daerah yang menjadi sentra produksi garam nasional.

“Tapi kita tidak bisa sembarangan juga dalam melangkah. Kita sedang mengkaji usulan revisi (Permendag). Namun, langkah pertama yang akan kita lakukan adalah dengan mengumpulkan stakeholder yang ada dalam industri garam rakyat maupun garam industri,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,