,

Begini Promosi Penggunaan Energi Bersih Lewat Ibu Inspirasi

Memasuki etalase sekaligus kantor Yayasan Kopernik di Ubud, Bali seperti berpetualang mengenal benda-benda berteknologi berbentuk lucu. Di kaca depan tergantung sebuah benda seperti tumbler (tempat air) bertutup merah menyala.

Ternyata itu lampu panel surya dengan pelindungnya. Seperti pengganti lampu teplok minyak tanah di masalalu. Berharga Rp200.000 dengan garansi servis setahun.

Penggunaannya mudah, hanya perlu dijemur untuk memanen matahari sebagai sumber daya tiap hari untuk penggunaan harian. Ada dua mode, jika cahaya penuh bisa aktif selama 4 jam sementara cahaya temaram sekitar 8 jam.

Desainnya sederhana, mudah dipindah dan ringan. Memiliki pengait seperti ember sehingga bisa ditaruh di mana saja sesuai kebutuhan. Cahayanya tak terlalu menyilaukan, cukup untuk membaca buku jika diletakkan cukup dekat dengan objek.

Ada berbagai bentuk lampu panel surya ini dengan berbagai ukuran dan bentuk. Yang lebih mahal sekitar Rp500 ribu, lampu panel surya dengan colokan USB untuk charger ponsel.

Ada belasan jenis benda-benda unik lain dengan label energi bersih yang dipajang di kantor sekaligus toko di Jalan Raya Pengosekan, Ubud, Kabupaten Gianyar. Berada di pusat wisata Ubud, memudahkan Kopernik menemui konsumen potensial yang sudah teredukasi soal penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti wisatawan dan warga asing yang bermukim di Bali.

Pengunjung akan dimanjakan dengan sejumlah alat dan teknologi tanpa menggunakan listrik dari bahan bakar fosil ini. Ada LifeStraw sejenis sedotan yang berfungsi sebagai filter air yang mudah dibawa dan secara efektif membasmi seluruh bakteri dan parasit penyebab penyakit diare.

Ada lagi sebuah bundel kain yang dinamakan Tas Mantap atau tas untuk masak tanpa api. Ini mengadopsi teknologi sederhana penyimpan panas untuk mematangkan masakan yang baru setengah jadi. Bukan memasak dari bahan mentah.

Aneka jenis produk lainnya bisa dicek di web kopernik.ngo. Bentuk dan fungsinya dijelaskan dengan detail. Di Indonesia beroperasi di bawah Yayasan Kopernik.

Ibu Inspirasi

Untuk memudahkan warga yang belum terakses listrik mencoba teknologi tepat guna ini, Kopernik membuat program Ibu Inspirasi. Kopernik mencatat lebih dari 80 juta penduduk Indonesia hidup tanpa akses terhadap listrik, dan bahkan lebih banyak lagi hidup dengan akses listrik yang sangat buruk.

Pemadaman listrik sangat sering terjadi dan menghambat produktivitas.Dalam situsnya disebutkan juga hampir 100 juta penduduk masih menggunakan tungku tiga batu yang sangat berasap dan tidak efisien untuk memasak.

Kopernik melibatkan perempuan Indonesia sejak 2011 untuk menjadikan teknologi energi bersih tersedia di wilayah terpencil. “Kami melatih ibu-ibu menggunakan teknologi tepat guna. Mereka juga bisa mendistribusikan teknologinya dan mendapat penghasilan,” kata Communications Officer Kopernik di Ubud, Saras Ratnanggana.

Tas masak tanpa api, salah satu perangkat berteknologi ramah lingkungan yang dijual Yayasan Kopernik di Ubud, Bali. Foto : Luh De Suriyani
Tas masak tanpa api, salah satu perangkat berteknologi ramah lingkungan yang dijual Yayasan Kopernik di Ubud, Bali. Foto : Luh De Suriyani

Penghasilannya dari selisih penjualan karena yang perlu dikembalikan ke Kopernik sekitar 70% untuk harga teknologi dan transportasi. Para perempuan yang mengelola rumah tangga ini menjadi semacam agen. Mereka dilatih pembukuan, pemasaran, dan lainnya.

Saras mengatakan banyak warga yang bisa membandingkan biaya menggunakan lampu minyak tanah dengan lentera panel surya. Syaratnya untuk menjadi Ibu Inspirasi ini adalah mengggunakan dulu salah satu teknologi. “Kalau ada ibu yang tertarik, terbuka untuk kemitraan,” lanjutnya.

Tiga benda yang diperkenalkan adalah lampu tenaga surya sederhana, saringan air, dan kompor ramah lingkungan. Para perempuan ini mendapatkan teknologi-teknologi melalui sistem konsinyasi dan mendapatkan komisi dari tiap penjualan.

Sejak 2011, Kopernik menyebut sudah bekerjasama dengan lebih dari 300 Ibu Inspirasi atau wirausahawati mikro-sosial yang hingga kini telah menjual sebanyak hampir 10.000 teknologi energi bersih. Teknologi ini diklaim telah mengurangi emisi CO2 sebanyak lebih dari 5000 ton.

Para perempuan ini disebut pemilik Tech Kiosk dan Agen Teknologi. Tech Kiosk merupakan warung-warung kecil yang menjual teknologi energi bersih serta kebutuhan sehari-hari. Kopernik meresmikan jaringan Tech Kiosk di Nusa Tenggara Timur pada September 2013 dan sampai sejauh ini telah membuka 50 Tech Kiosk.

Agen Teknologi menjual teknologi-teknologi dari rumah mereka, melalui kenalan mereka, di pasar, atau di acara-acara komunitas. Program Ibu Inspirasi memenangkan kompetisi IIX-N-Peace Innovation Challenge.

Maria Loretha, tokoh perempuan pengampanye pangan alternatif sorghum di NTT ini membuat testimoni pentingnya teknologi tepat guna bagi perempuan saat perayaan ulang tahun Kopernik di Ubud beberapa waktu lalu. “Perempuan terlibat 90% di mata rantai produksi makanan. Perlu teknologi tepat guna bukan yang berat-berat,” serunya.

Ia berkisah pada 2013 hidup tanpa listrik. Masak pakai kayu api. “Di NTT banyak sumber energi tapi daerah tertinggal. Saya dibawakan lampu seharga Rp 100 ribu waktu itu,” tuturnya tentang lentera panel surya itu.

Maria juga menceritakan sejumlah teknologi lain yang menarik warga seperti kantong air seperti drum yang bisa dipindah, kantong kedap udara untuk wadah panen untuk menghindari kutu, dan lainnya. “Pengupas mente belum bisa digunakan,” ia terkekeh mengingatkan staf Kopernik soal teknologi yang baru dikembangkan dan diujicoba itu.

Sejumlah hasil panen seperti kopi, kelapa menurutnya perlu teknologi tepat guna. “Pascapanen perlu teknologi tanpa listrik. Saya diprotes biar punya mesin perontok. Sekarang masih numbuk sorghum biar lepas dari tangkainya,” harapnya.

Penghargaan Internasional

Pada Januari lalu, Kopernik juga mendapat penghargaan Zayed Future Energy Prize for the Non-Profit Organisation (NPO). Penghargaan diberikan di Abu Dhabi dalam acara Abu Dhabi Sustainability Week.

The Zayed Future Energy Prize ini memberikan penghargaan untuk inisitif penggunaan teknologi terbarukan bagi pribadi maupun lembaga global. Penghargaan ini dibuat untuk penghormatan bagi founding father United Arab Emirates, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan.

Kopernik disebut menjembatani kebutuhan energi bersih untuk warga terutama yang termarjinalkan sekaligus upaya mengurangi kemiskinan. Sejak 2010, Kopernik disebut sudah mendistribusikan 65ribu unit teknologi yang berdampak ke lebih dari 300 ribu orang.

Lembaga ini menerima hadiah US$1,5 juta. Ewa Wojkowska, salah satu pendiri Kopernik dan Chief Operating Officer (COO) mengatakan lembaganya adalah penerima hadiah pertama dari Indonesia dan ini akan meluaskan dampak distribusi teknologi ini.

Berbagai perangkat berteknologi ramah lingkungan dan tepat guna yang dijual Yayasan Kopernik di Ubud, Bali. Foto : Luh De Suriyani
Berbagai perangkat berteknologi ramah lingkungan dan tepat guna yang dijual Yayasan Kopernik di Ubud, Bali. Foto : Luh De Suriyani

Tri Mumpuni, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), tercatat sebagai salah satu anggota dewan Yayasan Kopernik. Tri yang mengampanyekan peralihan penggunaan tenaga diesel ini sudah mengimplementasikan lebih dari 60 proyek mikrohidro di pedesaan.

Perempuan yang kini menjadi salah satu staf ahli kementerian ESDM ini mengingatkan pembangunan instalasi energi terbarukan banyak yang gagal keberlanjutannya di lapangan. “Karena tak bangun komunitas, tak ada kontribusi lokal, kurang transfer teknologi, dan tak ada penanggungjawabnya,” ingatnya tentang pengembangan energi bersih.

Ia meyakini teknologi akan memudahkan perempuan yang lebih banyak bertanggung jawab pada pasokan kebutuhan pokok keluarga.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,