, ,

Mengenalkan Pengelolaan Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat di Kepulauan Sangihe

Perikanan laut merupakan mata pencaharian utama bagi nelayan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, tidak terkecuali Kampung Batuwingkung dan Kampung Lesabe yang terletak di Kecamatan Tabukan Selatan serta Kampung Nusa dan Kampung Bukide yang terletak di Kecamatan Nusa Tabukan, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Agar perikanan dikelola lebih lestari, Yapeka dan Sampiri dengan dukungan dari CEPF Wallacea untuk mendorong kegiatan pengelolaan pesisir dan laut, di kampung tersebut

 Sebenarnya, sudah ada program pemerintah di Kampung Batuwingkung, namun mereka  masih menghadapi permasalahan di wilayah pesisir dan laut.

Risno Mangune, Kepala Kampung Batuwingkung menyatakan bahwa nelayan mulai sedikit mendapat ikan hasil melaut. Bisa jadi hal tersebut disebabkan kerusakan habitat ikan di laut. Demikian juga halnya dengan  Kampung Lesabe, Nusa, dan Bukide, bahwa mereka pun mengalami nasib yang sama. Oleh karena itu, kampong tersebut menyambut baik program pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang akan dilakukan di kampong mereka.

Merancang kegiatan bersama

 Pengelolaan pesisir dan laut penting, terlebih dalam pengelolaanya perlu dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat dan pihak terkait. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengembangan daerah perlindungan laut (DPL) atau bisa disebut juga sebagai “bank ikan”. Artinya wilayah pesisir dan laut dikelola atau diatur pemanfaatannya secara berkelanjutan.

Steve Jansen dari Yapeka menjelaskan lebih lanjut bahwa pengelolaan tersebut merupakan bagian dari penyelamatan lingkungan pesisir dan laut, sedangkan modelnya akan disepakati oleh masyarakat apakah ada wilayah yang harus ditutup 100% dan sekitar lokasi tersebut sebagai zona penyangga atau akan dibuat sistem buka tutup dimana saat-saat tertentu wilayah tersebut ditutup untuk sementara waktu dan kemudian pada waktu tertentu pula wilayah tersebut dibuka untuk menangkap ikan.

Salah satu warga yang juga Kaur Pemerintahan Kampung Batuwingkung (Kec. Tabukan Selatan), Efra, menyampaikan bahwa alangkah baiknya hasil-hasil survey yang telah dilakukan Yapeka dan Sampiri dapat disosialisasikan kembali ke masyarakat sehingga masyarakat mengetahui potensi yang ada tersebut dan didampingi dalam pengembangannya.

Sementara itu, Steve dari Yapeka menyampaikan bahwa memang focus program ini adalah pesisir dan laut, namun tidak menutup kemungkinan untuk pendukung program di darat karena pendekatan yang dilakukan secara bentang alam.  Selain itu juga mendorong ekowisata dapat dilakukan di kampung ini ke depannya.

“Penting untuk mensinergikan program dari bawah dan atas sehingga dapat bertemu serta memberikan manfaat bagi masyarakat, selain itu masyarakat terlibat secara aktif dari proses perencanaan hingga pemantauan dan evaluasi” tambah Steve.

Di lokasi yang sama, dilakukan pula pendidikan lingkungan kepada anak sekolah di SMP Satu Atap. Jhonli dan Sadam dari Sampiri menjadi pembicara pada acara tersebut dengan membagikan informasi tentang pentingya pelestarian lingkungan, terutama di wilayah pesisir dan laut.

Antusiasme siswa sekolah tersebut cukup tinggi dengan terlibatnya dalam diskusi secara aktif. Kegiatan ini didukung juga oleh Kepala Sekolah dan Guru yang ikut mendampingi selama kegiatan tersebut. Siswa sekolah menjadi mengerti dan memahami bagaimana seharusnya wilayah pesisir dan laut, serta dapat menularkan informasi yang didapat kepada keluarga masing-masing.

Pendidikan Lingkungan di SMP Satu Atap Batuwingkung, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut.  Foto : Jhonli/Yapeka-Sampiri
Pendidikan Lingkungan di SMP Satu Atap Batuwingkung, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut.
Foto : Jhonli/Yapeka-Sampiri

Kemudian di Kampung Lesabe, penyampaian materi tentang pengelolaan pesisir dan laut serta program yang dapat dilakukan di kampung tersebut disampaikan oleh Yapeka dan Sampiri. Masyarakat disuguhi pembelajaran dari Minahasa Utara dan bagaimana pendekatan tersebut dapat diterapkan di Lesabe sesuai dengan karakter yang ada.

Salah satu warga menyampaikan bahwa mereka menyadari bahwa penting melindungi mangrove, padang lamun, dan terumbu karang, namun apa dasar hukumnya dari perlindungan tersebut.  Menjawab tanggapan dari warga tersebut, Steve menyampaikan bahwa aturan bisa diperkuat dengan Peraturan Kampung (Perkam) untuk mengelola pesisir dan laut bersama masyarakat.

Selain itu ditambahkan oleh Jhonli bahwa aturan tentang konservasi pesisir, termasuk hutan bakau/mangrove diperkuat oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014-2034.

Aturan tersebut mencantumkan pengelolaan dan larangannya serta pemulihan ekosistem yang dapat dilakukan. Status perlindungan yang ada di Kampung Lesabe nantinya akan disesuaikan dengan kearifan lokal yang ada, misalnya sekek atau mane’e, yaitu pemanfaatan ikan dengan cara tradisional dan ditangkap pada saat tertentu dalam 1 tahunnya.

Tim selanjutnya menaiki perahu menuju ke Kampung Nusa. Acara mengenai pengelolaan pesisir dan laut dibuka oleh Camat Nusa Tabukan, John Hiwoi, yang menyampaikan bahwa pengelolaan pesisir penting dan sangat mendukung upaya pelestarian pesisir di Kecamatan Nusa Tabukan.

“Program ini bagus dan bermanfaat untuk lingkungan dan masyarakat, dan pemerintah daerah, khususnya Kecamatan Nusa Tabukan,” ungkap  John Hiwoi.

Selanjutnya penyampaian informasi hasil studi ekologi yang dilakukan 26-29 Februari oleh Tim Yapeka dan Sampiri. Sadam Onthoni dari Sampiri yang menyebutkan adanya temuan beberapa jenis mangrove (Aegiceras corniculatum, Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata), padang lamun (Enhalus acoroides,Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata dan jenis lamun lainnya), serta beberapa jenis terumbu karang dengan bentuk karang cabang, padat, lembaran, dan meja.

Masyarakat merespon kegiatan pelestarian pesisir dan laut dengan baik namun mengingatkan untuk tidak melupakan kearifan local serta kesepakatan masyarakat yang ada.

Diskusi bersama masyarakat di Kampung Lesabe mengenai pengelolaan pesisir dan laut yang lestari bersama dengan Yappeka dan Sampiri.  Foto: Jhonli/Yapeka-Sampiri
Diskusi bersama masyarakat di Kampung Lesabe mengenai pengelolaan pesisir dan laut yang lestari bersama dengan Yappeka dan Sampiri. Foto: Jhonli/Yapeka-Sampiri

Dan pada hari terakhir, tim bergerak ke Kampung Bukide menggunakan perahu untuk melakukan kegiatan yang sama.  Kepala Kampung Bukide, Sumaila, menyampaikan apresiasi kepada Tim dalam upaya mengajak masyarakat untuk pelestarian lingkungan.

Pada sesi diskusi, Mantan Kepala Kampung Bukide, Boni Lalo, menyampaikan bahwa tujuannya bagus, namun perlu diperjelas ke masyarakat apa dasarnya kegiatan tersebut, apa manfaatnya, dan bagaimana peran masyarakat ke depannya.

 Tantangan ke depan

Di empat kampung tersebut telah disepakati perkiraan titik-titik mana yang akan dijadikan lokasi perlindungan. Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk melakukan pendampingan lebih intensif guna menentukan secara lebih jelas lokasi yang dimaksud dengan melakukan pemetaan kampung bersama masyarakat tentunya.

Disalah satu kampung yaitu Batuwingkung, telah ada kelompok pesisir dengan dukungan alat selam yang dahulu membantu transplantasi karang, namun saat ini tidak berfungi optimal dan alat tersebut belum dikelola dengan baik.

Perlu keseriusan penguatan kelompok pengelola agar lebih optimal guna mendukung upaya pengelolaan pesisir dan laut.Dari sisi kebijakan, porsi lingkungan perlu menjadi perhatian melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) sebagai perangkat untuk sinergitas program yang akan dilaksanakan di kampung dari empat kampung (Batuwingkung, Lesabe, Nusa, dan Bukide) yang akan menyelenggarakan pengelolaan pesisr dan laut berbasis masyarakat. Sehingga pengelolaan pesisir dan laut secara berkelanjutan yang berbasis masyarakat dapat terwujud.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,