Tim Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS) bersama jajaran Polda Bengkulu berhasil menangkap dan memproses hukum lima anggota jaringan perburuan dan perdagangan ilegal harimau sumatera. Para pelaku diringkus di dua tempat berbeda, di Kabupaten Bengkulu Utara pada Sabtu (13/05/17) dan di Mukomuko, Rabu malam (12/07/17). Dari tangan mereka disita barang bukti berupa tiga lembar kulit harimau beserta tulang belulangnya.
“Mereka tergiur harga tinggi di pasaran, meski mengetahui risiko yang harus ditanggung dari perbuatan terlarang itu,” tutur Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tongkagie Arief, kepada Mongabay Indonesia melalui telepon seluler, Kamis (13/07/17).
Menurut Tongkagie, penangkapan kawanan ini dilakukan dua kali. Pertama terhadap Sa, warga Kecamatan Marga Sakti Seblat, Bengkulu Utara, dan Aw, warga Kecamatan Air Rami, Mukomuko. Saat diamankan, Sa dan Aw membawa satu lembar kulit dan belulang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) untuk dijual, menggunakan sepeda motor.
Sa dan Aw mengatakan, barang-barang tersebut didapatkan di seputaran TNKS dan mereka berdalih tidak mengetahui bila menjual kulit dan tulang harimau adalah perbuatan haram. “Kini, Sa dan Aw berstatus tersangka, proses hukumnya terus berjalan.”
Baca juga: Ditangkap, Pedagang Satwa Liar Dilindungi yang Berkeliaran di Taman Nasional
Sedangkan penangkapan kedua, dilakukan Rabu (12/07/17) terhadap Su, warga Kecamatan Tapan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Ra, warga Kecamatan IV Kota, Mukomuko. Su yang mengendarai sepeda motor dari Kecamatan Tapan menuju Kecamatan Penarik berjanji menemui Ra yang menunggunya di dalam mobil.
Saat mereka bertransaksi, petugas langsung menyergap dan mengamankan barang bukti berupa dua lembar kulit harimau dan tulang belulangnya. “Dari pengembangan, petugas juga menangkap dan menetapkan Fa sebagai tersangka. Sehingga, jumlah tersangka sebanyak tiga orang,” tambah Tongkagie. Fa juga merupakan warga Kecamatan IV Kota, Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Tongkagie menjelaskan, pengawasan kawasan TNKS memang harus ditingkatkan. Di Provinsi Bengkulu, luasnya sekitar 345.841,30 hektare yang membentang di wilayah Kabupaten Mukomuko (150.036 ha), Lebong (98.287,2 ha), Bengkulu Utara (71.702,70 ha), dan Kabupaten Rejang Lebong (25.815,60 ha). Dibandingkan Lebong dan Rejang Lebong, menurut Tongkagie, aksi perburuan dan perdagangan kulit harimau beserta belulangnya lebih marak di Bengkulu Utara dan Mukomuko.
Hal tersebut dipicu kondisi TNKS di Bengkulu Utara dan Mukomuko yang relatif lebih bagus dan tidak bersentuhan langsung dengan permukiman warga. Antara TNKS dan pemukiman warga terdapat hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Sehingga, anggota jaringan perburuan dan perdagangan liar ini lebih leluasa beraksi. “Saya kira faktor-faktor tersebut yang membuat perburuan harimau sumatera di Mukomuko lebih banyak dibandingkan daerah lain.”
Tongkagie menduga, tiga tersangka yang ditangkap Rabu lalu, merupakan anggota jaringan lintas provinsi dan negara. Diperkirakan, jaringan mereka tidak hanya terhubung antara Bengkulu dan Sumatera Barat, tetapi juga terkoneksi dengan jaringan di Provinsi Riau dan Sumatera Utara. “Tidak menutup kemungkinan, mereka juga anggota jaringan internasional,” ujarnya.
Mengkhawatirkan
Perburuan harimau sumatera di Provinsi Bengkulu memang mengkhawatirkan. Hasil penelitian Tilson et al (2010) memperlihatkan, Bengkulu merupakan wilayah terbanyak harimau yang dibunuh dibandingkan lima provinsi lain di Pulau Sumatera pada rentang 1990 – 2000. Sebanyak 215 individu dibunuh, atau 35% dari total jumlah di enam provinsi (619 individu).
Bila dilihat dari asalnya, jumlah harimau sumatera yang dibunuh lebih banyak dari taman nasional (369 individu atau 58%) dibandingkan dii luar taman nasional (260 individu atau 42%). TNKS merupakan taman nasional dengan jumlah terbanyak, yakni 122 individu atau 33% dari jumlah keseluruhan.
Perburuan harimau di Bengkulu, tulis Tilson et al (2010), melibatkan 63 orang (24 profesional, 33 amatir, dan 6 orang lainnya yang dimungkinkan masuk kategori amatir). Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan di Lampung yang melibatkan 25 orang (8 profesional dan 27 amatir) serta Sumatera Selatan yang melibatkan 11 orang (2 profesional dan 9 amatir).
Hasil investigasi PHSKS wilayah Bengkulu mengidentifikasi kelompok pemburu harimau di Bengkulu berkisar 10 – 15 kelompok. Setiap kelompok berjumlah 2 – 5 orang. Kelompok dibiayai pemodal atau sendiri. “Beberapa pernah sekelompok, kemudian pindah ke kelompok lain atau membentuk kelompok baru bersama anggota kelompok lain. Atau merekrut anggota baru,” papar Koordinator Polisi Kehutanan Balai Besar TNKS Nurhamidi beberapa waktu lalu.
Referensi tambahan
Tilson, Richard; Nyhus, Philip J; Sriyanto and Rubianto, Arief; “Poaching and Poisoning of Tigers in Sumatra for the Domestic Market” dalam Tilson, Ronald and Nyhus, Philip J. (Eds.), “Tigers of the World: The Science, Politics, and Conservation of Panthera tigris”, 2010.