Provinsi Bengkulu optimis memenuhi target perhutanan sosial yang telah dicanangkan. Merujuk Keputusan No. SK. 4865/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/9/2017 tentang Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial, target luasan yang akan dicapai hingga 2020 adalah 152.134 hektar.
Agus Priambudi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, menyatakan target tersebut dipastikan akan tercapai. Terhitung hingga akhir 2017, luasan perhutanan sosial yang ada sebesar 34.395 hektar. “Secara bertahap, kita lakukan,” kata Agus, usai lokakarya Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) Provinsi Bengkulu, baru-baru ini.
Dari kegiatan tersebut diketahui, Bengkulu menargetkan luasan perhutanan sosial pada 2018 sebesar 50.080 hektar. Sisanya, yakni 67.659 hektar akan dimaksimalkan pada 2019 dan 2020. Selain telah terbentuk tujuh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Hutan Produksi beserta Pokja PPS Provinsi Bengkulu, optimisme Agus juga berkaitan dengan program prioritas Pemerintah Bengkulu.
“Perhutanan sosial sejalan dengan program prioritas Pemerintah Provinsi Bengkulu, yakni mengupayakan pengentasan kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat desa di sekitar hutan,” terangnya.
Baca: Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan Ini Bertekad Selamatkan Situs Warisan Dunia
Direktur Penyiapan Kawasan dan Perhutanan Sosial Direktorat Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Erna Rosdiana juga menyatakan optimis. “Mendengarkan komitmen Pemerintah Provinsi Bengkulu, Komisi III DPRD Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Hutan Produksi, Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, BKSDA, Universitas Bengkulu, NGO dan pemegang izin yang terlibat dalam lokakarya, saya optimis target tercapai,” ujarnya.
Erna juga mengapresiasi dukungan Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) terhadap inisiatif Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama Desa Pal VIII Kabupaten Rejang Lebong yang mengajukan permohonan untuk diberdayakan melalui skema kemitraan kehutanan. Apalagi, inisiatif tersebut telah masuk target luasan perhutanan sosial di Bengkulu 2018. Menurut Erna, dukungan BBTNKS tersebut menunjukkan tidak ada diskriminasi terhadap perempuan. “Ini membuktikan tidak ada diskriminasi terhadap perempuan dalam perhutanan sosial.”
Erna meminta Pokja PPS Provinsi Bengkulu mendorong pegiat perhutanan sosial di Provinsi Bengkulu agar memiliki kepekaan atau sensitif terhadap gender. “Tolong diinformasikan dan diingatkan kepada para pendamping bahwa dari sisi regulasi, tidak ada diskriminasi. Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses kelola hutan melalui program perhutanan sosial. Pendamping harus sensitif gender,” kata Erna yang berharap bisa menghadiri penandatangan perjanjian kerjasama antara KPPL Maju Bersama dan BBTNKS nantinya.
Heri Suhartoyo, Sekretaris Bidang Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bengkulu, berpendapat potensi melibatkan mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan kehutanan untuk percepatan perhutanan sosial melalui program kuliah kerja nyata (kukerta) bisa dipertimbangkan.
Heri berencana mendiskusikannya bersama koleganya di LPPM Universitas Bengkulu. “Setidaknya, mahasiswa yang mengikuti kukerta bisa membantu sosialisasi program perhutanan sosial kepada masyarakat,” kata Heri yang juga Wakil Ketua Pokja PPS Provinsi Bengkulu.
Kesejahteraan perempuan
Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu Guswarni Anwar menyatakan, akan membantu meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan KPPL Maju Bersama terkait konservasi dan ekonomi produktif. “Saya terpanggil untuk berkontribusi mewujudkan upaya KPPL Maju Bersama. Selain melihat semangat dan keseriusan mereka, dari kunjungan lapangan bersama saya melihat cukup banyak potensi hasil hutan bukan kayu yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan,” kata Guswarni.
Salah satu potensi itu adalah kecombrang atau honje (Etlingera elatior). Bagian yang bisa dimanfaatkan adalah batang, bunga, dan buah. Batang untuk obat batuk, obat luka dan penyubur rambut, bunga untuk beragam menu masakan (lauk) dan minuman. Sementara buah untuk minuman, sirup, dan manisan. “Usaha pengembangan produk olahan dari bunga atau buah kecombrang berupa makanan atau minuman, prospektif bila dilakukan KPPL Maju Bersama. Saya juga akan mengajak kolega di kalangan akademisi untuk mewujudkan cita-cita ini,” terang Guswarni.