- Indonesia merupakan rumah bersama enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia: penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang, penyu belimbing, penyu pipih, dan penyu tempayan
- Edi Suswanto alias Edi Bengkel, warga Desa Pulau Baru, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, melalui Komunitas Pecinta Alam Konservasi Penyu Mukomuko [KPAKPM], mengajak masyarakat untuk melestarikan penyu
- Edi tergerak melestarikan penyu setelah mengunjungi penangkaran penyu yang dikelola Kelompok Pemuda Pemudi Peduli Alam dan Lingkungan Hidup di kawasan Taman Wisata Alam Air Hitam, Mukomuko, 2015
- KPAKPM mencatat, sejak Januari 2015 hingga Mei 2019, sebanyak 14.368 butir telur penyu jenis lekang, hijau, sisik, dan belimbing telah diselamatkan. Sekitar 10.107 menetas
Dia bukan sarjana perikanan dan kelautan. Bukan juga seorang nelayan. Lelaki ini hanya tamatan SMP yang menghidupi keluarganya dari usaha bengkel motor skala mikro. Namun, warga Desa Pulau Baru, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu ini justru mengorbankan banyak hal untuk melestarikan penyu.
Edi Bengkel, biasa dipanggil, tidak hanya memberikan waktu, pikiran, dan tenaga, tetapi juga harga diri demi lestarinya satwa laut tersebut. “Kalau dikatai orang bodoh, orang gila atau lainnya, saya sudah biasa. Bahkan, saya pernah ‘disidang’ pemerintah desa karena dianggap membuat keresahan, akan merugikan masyarakat,” ujar Edi Suswanto, Ketua Komunitas Pecinta Alam Konservasi Penyu Mukomuko [KPAKPM] di rumahnya kepada Mongabay Indonesia, Minggu [20/5/2019] siang.
Dia ‘disidang’ terkait bantuan pembangunan balai konservasi penyu dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Maret 2018. Edi mengusulkan dibangun di tepi Pantai Batu Kumbang sekaligus berharap pemerintah desa mendukung. Namun, usulan tersebut dipersoalkan sejumlah tokoh masyarakat yang berujung polemik.
Baca: Langkah Pasti Zulkarnedi Melestarikan Penyu di Bengkulu

Pembangunan balai konservasi penyu dikhawatirkan merubah Pantai Batu Kumbang menjadi kawasan yang dilindungi, seperti cagar alam. Sehingga, masyarakat tidak bisa lagi beraktivitas di sana “Ada camat, sekretaris camat, babinkamtibmas, dan banyak pihak yang menyidang saya,” kenang pria kelahiran 1982.
Dampaknya, Edi membatalkan tawaran itu. Padahal, bangunan tersebut penting untuk konservasi penyu. “Mau menghibahkan tanah, sudah tidak punya lagi. Saya sudah memberikan 3 x 8 meter untuk Rumah Singgah Penyu,” ujarnya. Pembangunan Rumah Singgah Penyu, tempat penetasan telur dan pembesaran tukik, merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2017.
Sejatinya, sejak 2015, hampir setiap malam Edi mencari telur penyu di pesisir. Ia menelusuri pantai sepanjang 8 kilometer dengan sepeda motornya mulai pukul 00.00 hingga 04.00 WIB. Termasuk, membiayai perawatan telur dan tukik. “Banyak orang tidak percaya bila saya melakukannya sukarela, alias tanpa gaji. Oleh karena itu, saya disebut kurang kerjaan,” paparnya.

Konsisten
Edi tergerak melestarikan penyu setelah mengunjungi penangkaran penyu yang dikelola Kelompok Pemuda Pemudi Peduli Alam dan Lingkungan Hidup di kawasan Taman Wisata Alam Air Hitam, Mukomuko, 2015 lalu. Edi yang kala itu Ketua Komunitas Pecinta Alam Bukit Kumbang Ipuh [KPABKI] mengajak anggotanya untuk melestarikan penyu.
“Awalnya, saya berharap kegiatan tersebut membuat banyak orang datang ke Pantai Batu Kumbang. Kalau pariwisata menggeliat, peluang masyarakat membuka usaha atau menambah pendapatan semakin besar,” ujarnya.
Seiring waktu, Edi tidak lagi memandang pelestarian penyu sebagai daya tarik wisata semata. Kelestarian penyu sangatlah penting bagi keseimbangan ekosistem laut dan keberlanjutan hidup nelayan. “Penyu bermanfaat bagi ekosistem, termasuk terumbu karang yang penting bagi keberlanjutan ikan. Keberadaan ikan tentu saja penopang utama ekonomi nelayan,” jelasnya.

Edi berjanji, konsisten melestarikan penyu, walau banyak tantangan dihadapi. “Saya menemukan kebahagiaan ketika menyelamatkan telur penyu, menetaskan, membesarkan, dan melepasliarkan tukik [anak penyu] ke laut,” paparnya.
KPAKPM mencatat, sejak Januari 2015 hingga Mei 2019, sebanyak 14.368 butir telur penyu jenis lekang, hijau, sisik, dan belimbing telah diselamatkan. Sekitar 10.107 menetas. Rinciannya, pada 2015 [1.583 ekor tukik], 2016 [1.939 ekor tukik], 2017 [1.821 ekor tukik], 2018 [3.011 ekor tukik], dan hingga 22 Mei 2019 sebanyak 1.753 ekor tukik hadir ke Bumi.
Indonesia merupakan rumah bagi enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia. Enam jenis tersebut adalah penyu hijau [Chelonia mydas], penyu sisik [Eretmochelys imbricata], penyu lekang [Lepidochelys olivacea], penyu belimbing [Dermochelys coriacea], penyu pipih [Natator depressus], dan penyu tempayan [Caretta caretta].