- Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] kembali melepasliarkan orangutan ke Hutan Kehje Sewen dan Pulau Nas, di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
- Sejumlah individu orangutan yang telah melewati masa rehabilitasi di Sekolah Hutan Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, antri untuk dilepaskan ke hutan.
- Masalah orangutan, menurut Jamartin Sihite [CEO BOSF], kompleks. Regulasi untuk mendapatkan hutan pelepasliaran rumit. Harus melakukan permohonan berulang. Dukungan pemerintah pusat dan daerah diharapkan untuk mengatasi persoalan ini.
- Di Taman Nasional Betung Kerihun – Danau Sentarum [TNBK-DS], Kalimantan Barat, dua individu orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus pygmaeus] jantan bernama Oscar dan Gagas dilepasliarkan. Pelepasliaran ini merupakan yang ke empat.
Akhir Juni dan awal Juli 2019, Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] telah melepasliarkan 6 individu orangutan ke Hutan Kehje Sewen dan 1 individu ke Pulau Nas, di Kabupaten Kutai Timur [Kutim], Kalimantan Timur. Mereka adalah Laila, Litto, Elder, Anna Friel, Mori, Edgar, serta Matt Dodo yang ke Pulau Nas.
Proses pelepasan di Kehje Sewen terbagi dua tahap, bagian utara dahulu lalu di selatan. Medan di kedua hutan ini berbeda. Semakin jauh jarak tempuh, semakin berat rintangannya.
CEO BOSF Jamartin Sihite mengatakan, sejumlah individu orangutan yang telah sukses melewati masa rehabilitasi di Sekolah Hutan Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, siap dilepaskan. “Masih banyak orangutan yang antri untuk dirilis ke hutan, jumlahnya mencapai ratusan. BOSF di Samboja Lestari dan yang ada di Kalimantan Tengah, sudah kelebihan kapasitas, jadi harus segara dilepasliarkan,” katanya, baru-baru ini.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya membutuhkan hutan luas untuk menampung ratusan orangutan yang masih dirawat di pusat rehabilitasi BOSF. “Ada 500 ratus individu, Rinciannya 140 orangutan di Samboja Lestari dan 360 di Nyaru Menteng. Lebih dari separuhnya siap dilepasliarkan.”
Baca: Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?
Tidak semua bagian hutan itu bagus. Untuk satu kali pelepasliaran, harus diketahui dulu kondisinya, apakah ada pakan yang cukup, bagaimana jenis tumbuhannya, juga ancaman. “Tidak semua bagian dari Hutan Kehje Sewen itu cocok didiami orangutan. Satu individu orangutan memiliki ruang jelajah puluhan kilometer,” jelasnya.
Masalah lain adalah biaya pelepasliaran, diperkirakan satu orangutan memerlukan dana hingga 50 juta Rupiah. “Jumlah ini dari pelepasan hingga monitoring selama tiga bulan. Pemantauan dilakukan untuk mengetahu kondisi, misalnya ada jantan berkelahi karena rebutan tempat. Atau sakit dan tidak bisa bertahan di hutan.”
Masalah orangutan, menurut Jamartin, kompleks. Regulasi untuk mendapatkan hutan pelepasliaran rumit. Harus mohon berulang. “Untuk pelepasliaran, apapun akan saya tempuh. Rumah orangutan ya hutan.”
Pihaknya berharap dukungan penuh pemerintah pusat dan daerah untuk mendapatkan areal pelepasliaran dalam skema IUPHHK-RE. “Orangutan ini milik kita, seharusnya kita paham. Kalau hutan tidak dihuni mereka, bagaimana benih-benih tumbuhan bisa diserbarkan. Orangutan itu penolong manusia,” ujarnya.
Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa, mendukung penuh pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOSF. Menurut dia, upaya ini sangat membantu pemerintah menjaga kehidupan orangutan. “Kami sangat terbantu. Kami berharap semua pihak bahu-mambahu menyelamatkan satwa terancam punah ini,” paparnya.
Baca: Bukan Kandang Rehabilitasi, Orangutan Butuh Hutan Sebagai Tempat Hidupnya
Betung Kerihun
Di Taman Nasional Betung Kerihun – Danau Sentarum [TNBK-DS], Kalimantan Barat, dua individu orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus pygmaeus] jantan bernama Oscar dan Gagas dilepasliarkan, Kamis [18/7/2019]. Keduanya berumur tujuh tahun.
Lokasinya di Seksi Pengelolaan Taman Nasional [SPTN] Wilayah III Padua Mendalam. Tepatnya di Sub DAS Mendalam yang secara administratif masuk wilayah Desa Datah Diaan, Kecamatan Putussibau Utara.
Pelepasliaran ini yang ke empat. Tiga individu dilepasliarkan November 2017, dua individu April 2018, dan satu individu Oktober 2018. Total delapan individu orangutan dilepasliarkan di TNBK.
Baca juga: Kehidupan Orangutan di Alam Harusnya Bebas Ancaman
Manajer Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang [YPOS] Vicktor Vernandes melalui surat elektronik kepada Mongabay, Sabtu [27/7/2019] mengatakan, Oscar ditemukan warga di area Taman Nasional Danau Sentarum. Telah dipelihara 1,5 tahun sebelum diserahkan ke petugas TNBK yang akhirnya direbilitasi di YPOS. Sementara Gagas diselamatkan tim BKSDA Kalimantan Barat di Kabupaten Landak, saat berumur 1,8 tahun dalam keadaan kurang nutrisi.
“Untuk memastikan kemanan orangutan yang dilepasliarkan, kami bersama Balai Besar TNBK – DS membangun stasiun pelepasliaran di muara Sungai Mentibat, batas masuk taman nasional di Sub DAS Mendalam. Setiap hari ada anggota tim berjaga,” ujarnya.
Monitoring pascapelepasliaran YPOS dan BBTNBKDS dibagi tiga kegiatan selama tiga bulan. Pertama, pengamatan harian untuk memastikan orangutan yang dilepasliarkan menyesuaikan diri dengan habitat barunya.
Kedua, field check, pemeriksaan langsung masing-masing orangutan melalui alat bantu telemetri. Tim ke lokasi yang diperkirakan akan ditemukan orangutan. Ketiga, patrol, pemeriksaan lokasi atau area tertentu untuk mencari tanda-tanda keberadaan orangutan.
“Di YPOS saat ini, ada 36 orangutan yang direhabilitasi. Namun, ada beberapa individu yang tidak bisa dilepasliarkan karena fisiknya atau masih sangat bergantung manusia,” ungkapnya.
Kepala Bidang Teknis BBTNBKDS Ardi Andono mengatakan, secara umum kondisi orangutan yang sudah dilepasliarkan tidak mengalami kendala berarti. “Pada pelepasliaran ketiga, jantan tunggal, dia sudah masuk ke hutan. Tidak perlu rehabilitasi, karena berasal dari kawasan taman nasional. Sifat liarnya masih ada.”
TNBK kata Ardi, secara keseluruhan, kondisinya aman untuk dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan. Untuk memastikan keamanan, pihaknya terus memantau berkala. “Kami monitoring, cari jejaknya. Biasanya, setelah tiga bulan mereka masuk jauh ke hutan. Artinya, orangutan itu sudah bisa beradaptasi di alam liar,” ucapnya.
Di TNBK, lanjut Ardi, berdasarkan survei 2018, terdapat 704 individu orangutan. Dari sisi keamanan, masyarakat sudah sadar menjaga taman nasional. “Harapannya, populasi orangutan meningkat. TNBK merupakan habitat terbaik di Kalimantan Barat untuk subspesies Pongo pygmaeus pygmaeus. Penelitian mendalam bisa dilakukan di sini,” tandasnya.