- Bencana gempa disertai tsunami berpotensi terjadi di pesisir selatan Jawa Timur mulai pantai Pacitan hingga Banyuwangi.
- Sumber gempa yaitu zona megathrust. Selain itu tujuh sesar darat aktif meliputi sesar naik pati, sesar Kendeng, sesar Pasuruan, Pribolinggo, Wongsorejo, Rembang-Madura-Kangean-Sakala (RMKS) dan sesar Bawean.
- Tsunami dan gelombang tinggi terjadi pada 1840, 1843 dan 1859. Sedangkan pada 1994 terjadi tsunami di Banyuwangi dengan ketinggian 13,9 meter yang menewaskan 259 jiwa.
- BPBD dan BMKG telah melakukan mitigasi bencana berupa pembuatan peta risiko bencana gempa bumi, peta terdampak tsunami, pemasangan alat penerima peringatan dini dan sosialisasi peringatan dini bencana
Indonesia terletak dalam kawasan Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik, sehingga berpotensi terjadi gempa, tsunami dan letusan gunung api. Peta gempa Indonesia pada 1987-2017 menunjukkan hampir semua kawasan selatan Jawa dan Sumatera, terjadi gempa. Sedangkan Kalimantan relatif aman, lantaran ada satu lempeng, yakni lempeng eurasia.
Sedangkan secara historis tercatat terjadi gempa darat di Malang pada 1958 dengan skala VIII Modified Mercalli Intensity (MMI) dan 1967 skala VIII-IX MMI. Sedangkan pada 19 Februari 1967 terjadi gempa dengan kekuatan 6,2 Skala Richter (SR).
“Belum teridentifikasi pusat gempa dari sesar lokal,” kata Kepala Stasiun Geofisika, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangkates Malang, Ma’muri dalam seri webinar Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami di Malang yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, akhir Maret.
Selama lima tahun terakhir, kata Ma’muri, terdapat lompatan aktivitas kegempaan. Potensi kejadian gempa bumi di Malang cenderung meningkat. Sehingga mendorong BMKG mengeluarkan rekomendasi kepada pemeritah setempat agar meningkatkan upaya mitigasi bencana gempa. Tercatat pada 2017 sebanyak 453, pada 2018 sebanyak 554 kejadian, sedangkan 2019 sebanyak 504 kejadian, pada 2020 meningkat sebanyak 512 kejadian.
Bencana gempa disertai tsunami berpotensi terjadi mulai pantai Pacitan hingga Banyuwangi. Sebagai daerah yang berhadapan dengan zona subduksi, maka pantai selatan Jawa Timur berpotensi diterjang tsunami. Ada zona seismik gap di selatan Jatim yang patut diwaspadai, yakni zona yang relatif aktif secara tektonik tapi jarang terjadi gempa dalam waktu lama. “Sehingga menyimpan energi besar yang bisa terakumulasi jika terjadi gempa,” katanya.
Zona seismik gap, peluang besar terjadi gempa karena ada patahan di lokasi tersebut. Pada 1994, terjadi tsunami di Banyuwangi yang dampaknya sampai di Malang. Dari Kajian geologi di Jatim ada tiga sumber gempa. Meliputi segmen megathrust, sesar darat aktif, dan gempa karena gunung api.
baca : Ring of Fire dan Tsunami: Teknologi Alternatif dan Perlunya Edukasi bagi Publik
Peta Terdampak Tsunami
Dalam peta wilayah terdampak tsunami di Indonesia, terdapat 127 kabupaten/kota yang berada di zona bahaya sangat tinggi tsunami. Dengan tinggi gelombang diprediksi lebih dari lima meter dengan populasi 3,2 juta jiwa. Sedangkan 46 kabupaten/kota berada di zona bahaya tinggi dengan ketingian antara 3-5 meter populasi 758 ribu jiwa dan 26 kabupaten/kota yang berada di zona bahaya sedang potensi tsunami 1-3 meter dengan populasi 109 ribu jiwa.
Sementara di Selatan Jawa hampir seluruh wilayah berpotensi diterjang tsunami. Tsunami gelombang sesar terjadi pada 1840, 1843 dan 1859. Sedangkan pada 1994 terjadi tsunami di Banyuwangi dengan ketinggian 13,9 meter yang menewaskan 259 jiwa. Frekuensi tsunami dan aktivitas gempa terus meningkat. Untuk itu, Ma’uri meminta masyarakat sekitar pesisir selatan agar waspada.
Ma’muri membuat simulai gempa bumi berkekuatan 8,7 SR. Melalui permodelan tersebut diestimasikan gelombang tiba di Tambak Rejo dan Sempu yang terdekat dengan pesisir antara 18 menit sampai 20 menit. Sehingga dibuatkan peta untuk kesiapsiagaan. Agar masyarakat siap dan waspada.
BMKG dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang bakal turun ke lapangan menyiapkan jalur evakuasi. Serta menentukan lokasi mana tinggi yang aman untuk evakuasi mandiri. “Tinggi gelombang tsunami antara setengah sampai lebih dari 14 meter,” katanya.
Diseminasi peringatan dini bencana gempa dan tsunami disampaikan menggunakan media sosial, dan pesan pendek atau SMS. Selain itu, juga memasang sistem penerima peringatan atau Warning Receiver System (WRS) data gempa tsunami yang ter-update dalm tiga menit. Data langsung terkirim ke BPBD Kabupaten Malang.
Sehingga jika terjadi gempa kuat, katanya, masyarakat diminta melakukan evakuasi mandiri. “Jika menunggu perintah (akan) lama, sedangkan gelombang tiba sekitar 30 menit. Jika menungu terlambat,” katanya.
Untuk itu, masyarakat yang berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Malang agar mengenali daerahnya. Jika merasakan gempa kuat dan berlangsung lama agar segera menjauhi pantai.
baca juga : Potensi Tsunami Besar di Laut Selatan Jawa, Widjo: Siapkan Mitigasi (Bagian 1)
Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami
Plt. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Malang Sadono Irawan menjelaskan Kabupaten Malang memiliki 10 ancaman bencana. Meliputi banjir, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit, letusan gunung api, cuaca ekstrem, tanah longsor dan tsunami.
Sedangkan bencana gempa bumi dan tsunami kategori penduduk terpapar tinggi. Intensitas kejadian gempa di Kabupaten Malang tergolong naik. Sepanjang 2020 ada 151 kejadian, sedangkan sampai Maret 2021 tercatat 122 kejadian. “Tak ada sejengkal pun daerah di Kabupaten Malang yang aman dari gempa,” katanya.
BPBD telah menyusun peta risiko bencana gempa bumi bersama BMKG. Peta rawan bencana tsunami mulai Donomulyo, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing, Tirtoyudo dan Ampelgading. BPBD telah melakukan mitigasi bencana mulai prabencana, saat darurat bencana sampai pascabencana.
Kesiapsiagaan salah satunya membentuk desa tangguh bencana, di lokasi yang memiliki kerawanan tinggi. Serta memasang rambu evakuasi di pesisir selatan. Setiap tahun dipasang 100 titik rambu evakuasi. “Jumlah rambu kecil tak sebanding dengan luasan panjang pantai,” katanya.
Apalagi setelah terbangun Jalur Lintas Selatan (JLS), banyak pantai terbuka untuk wisata. Selain itu, juga dipasang peringatan dini termasuk memasang automatic wheater station (AWS) di beberapa pantai. “Setahun lalu dipasang di Balekambang dan Tambak Rejo, tapi alat tak bertahan lama. Setahun rusak,” katanya.
Daripada menganggarkan dana ratusan juta untuk alat, katanya, lebih baik digunakan meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap peringatan dini bencana. Termasuk membentuk desa tangguh bencana.
Geologist merdeka Andang Bachtiar menuturkan jangan menanyakan kapan gempa dan tsunami terjadi. Lantaran di sepanjang jalur gempa dan tsunami di Indonesia pasti terjadi. “Gempa dan tsunami ini seperti orang mati, itu pasti. Apa 200 tahun, 300 tahun sekali. Palangkaraya 4-5 tahun lalu ada gempa dalam, rumah retak,” katanya.
Sehingga yang terpenting, bagaimana mitigasi bencana agar mengurangi risiko, mencegah korban jiwa dan kerugian material. “Selama ini kita ribut dan gugup. Bagaimana kita harus bersiap? Bagaimana sistem peringatan dini,” katanya.
baca juga : Berkat Aplikasi Cuaca, Nelayan Malang Bisa Antisipasi Gelombang Pasang dan Banjir Rob
Potensi Gempa, Tsunami dan Likuifaksi
Di Indonesia, lanjut Andang, ada 15 lokasi yang berpotensi gempa, tsunami dan likuifaksi yang menjadi prioritas mitigasi. Meliputi megathrust Mentawai, megathrust Selat Sunda, patahan Cimandiri, patahan Lembang, patahan naik Surabaya-Bojonegoro, patahan naik Selat Madura, Palu-Koro Segmen Selatan, patahan naik offshore Sulbar, zona penunjaman Sulawesi Utara, gempa-tsunami Tarakan, patahan Sumatra, patahan Baribis, megathrust Jember-Banyuwangi, megathrust Bali Lombok, patahan Sorong dan zona penujaman Papua Utara.
Sedangkan Malang bisa terimbas gempa di zona Kendeng, patahan naik Surabaya-Bojonegoro, megathrust Jember-Banyuwangi, megathrust Bali Lombok. Sedangkan di Malang juga patahan meliputi patahan normal di Sumbermanjing Wetan, dan patahan mendatar di Dampit. “Apakah patahan ini aktif? Kalau tidak aktif hanya menimbulkan longsor. Kalau aktif bisa menjadi sumber gempa,” katanya.
Berbahaya, katanya, jika ada gerakan dari megathrust yakni lempeng benua disusupi lempeng samudera. Begitu bergerak lapisan sedalam 30 kilometer, selebar 100 kilometer dan panjang 500 kilometer bergerak bersama-sama bisa menimbulkan gempa yang luar biasa. Tsunami di Aceh 2004, katanya, lantaran lempeng dengan lebar 100 kilometer, dengan pusat gempa sedalam 30 kilometer, dan panjang 1000 kilometer sampai Myanmar.
“Daya rusak luar biasa, menghancurkan,” ujar Andang. Jika megathrust bergerak, Malang berpotensi terimbas tsunami. Pemerintah diharapkan memetakan patahan di Malang, dan patahan mana yang paling rawan. BPBD dan BMKG harus melakukan penelitian dan berjejaring dengan pecinta alam untuk pendataan.
perlu dibaca : Begini Mitigasi Potensi Tsunami Selatan Jawa
Sejak 2006, Andang Bachtiar bersama Adventurers & Mountain Climbers (AMC) Malang meneliti kawasan mulai Pacitan sampai Banyuwangi sejauh 60 kilometer. Mereka berjalan dan mencatat jalur evakuasi dan bekas bencana. Sedangkan saat ini, bisa melibatkan para pecinta alam dengan menggunakan media sosial. Para pecinta alam dilibatkan meneliti dengan mendokumentasi dengan koordinat lokasi yang diunggah di media sosial.
“Foto dengan GPS diunggah di media sosial. Data dikumpulkan bersama dengan tagar tertentu,” katanya. Model jejaring ini, meringankan beban kerja pemerintah dan bisa melakukan mitigasi bencana secara cepat.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Purnawan D Negara mengatakan sejumlah kawasan yang menjadi benteng alami tsunami dalam kondisi kritis. Ada alih fungsi kawasan lindung, menjadi hutan produksi terbatas. Kawasan lindung dialihfungsi menjadi kawasan tambang pasir besi.
“Malang Selatan dalam kondisi ekologis kritis di pesisir. Diancam pula dengan Jalur Lintas Selatan,” katanya.
Ketua Sahabat Alam Andi Syaifudin menjelaskan fenomena alih fungsi lahan tersebut merugikan warga pesisir selatan. Lantaran ruang hidup mereka terancam jika terjadi bencana tsunami. Untuk mitigasi bencana, dibutuhkan pendampingan dari para pihak.
“Butuh pendampingan relawan dan akademikus. Masyarakat tak memiliki pemahaman mitigasi bencana,” katanya. Sementara sejumlah nelayan yang mulai melek teknologi. Seperti di Kondangmerak yang menggunakan aplikasi untuk memprediksi angin dan gelombang. Sehingga saat banjir rob, mereka selamat. Selain itu, kerugian material berkurang.