- Sejak beberapa hari terakhir, kualitas udara di Jakarta memburuk. Ia juga dinobatkan sebagai kota dengan polusi udara tertinggi di dunia. Berdasarkan data IQAir Senin (20/6/2022) pada pagi pukul 06.00 WIB, kadar polusinya mencapai 205 US AQI atau dalam kategori sangat tidak sehat.
- Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, polusi udara di Jakarta adalah masalah lintas batas. Tak hanya masalah Jakarta, juga Jawa Barat dan Banten. Dalam penanganan, membutuhkan peran pemerintah pusat, antara lain dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
- Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, bicara polusi udara, Greenpeace sudah kampanye sejak 2017. Saat itu, jawaban Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan malah mengatakan, Greenpeace gunakan alat tidak valid dan metode salah. Padahal, kualitas udara Jakarta buruk merupakan fakta tak terbantahkan. Kementerian Kesehatan pun, katanya, belum jadikan polusi udara sebagai prioritas untuk ditangani padahal sangat membahayakan kesehatan.
- Jeanny Sirait, pengacara publik LBH Jakarta mengatakan, polusi udara di Jakarta makin memprihatinkan karena pemerintah bersikap mengingkari terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Puluhan warga Jakarta dan Koalisi Ibukota ajukan gugatan hukum atas pencemaran udara di Jakarta, dan menang. Pemerintah pusat memutuskan banding atas putusan itu. Tiga pemerintah daerah yang digugat meskipun tak mengajukan upaya banding, langkah mereka untuk pemulihan kualitas udara, belum signifikan.
Kala membuka jendela di pagi hari, warga berharap mendapatkan hirupan udara segar. Tak begitu di Jakarta dan sekitar. Ketika buka jendela pagi, mata pedas dan hidung gatal. Seperti Minggu, (26/6/22) sekitar pukul 9.30, alat ukur kualitas udara (IQAir) di kawasan sekitar Gelora Bung Karno, Jakarta, mempelihatkan udara tak sehat, dengan tingkat PM 2,5 56 µg/m.³
Sejak beberapa waktu terakhir, kualitas udara di Jakarta memburuk. Ia juga dinobatkan sebagai kota dengan polusi udara tertinggi di dunia. Berdasarkan data IQAir Senin (20/6/2022) pada pagi pukul 06.00 WIB, kadar polusinya mencapai 205 US AQI atau dalam kategori sangat tidak sehat.
Data BMKG mencatat, konsentrasi PM2,5 di Jakarta dan sekitar mengalami lonjakan dalam beberapa hari terakhir, jauh melebihi ambang aman yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hasil pantauan konsentrasi PM2,5 di BMKG Kemayoran (Jakarta) menunjukkan, sepanjang Juni 2022, konsentrasi rata-rata PM2.5 berada pada level 41 µg/m³ (mikrogram per meter kubik) yang cenderung meningkat pada dini hari hingga pagi hari.
Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, bicara polusi udara, Greenpeace sudah kampanye sejak 2017. “Kita bilang waktu itu, polusi udara di Jakarta sudah mengkhawatirkan.” Saat itu jawaban Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan malah mengatakan, Greenpeace gunakan alat tidak valid dan metode salah.
Padahal, kualitas udara Jakarta buruk merupakan fakta tak terbantahkan. Kementerian Kesehatan pun, katanya, belum jadikan polusi udara sebagai prioritas untuk ditangani padahal sangat membahayakan kesehatan.
“Di Jakarta juga punya aplikasi JAKI dan saya ambil datanya… juga menyatakan tidak sehat. Artinya, tak bisa dibantah lagi data Jakarta tidak sehat bersanding data Air Visual, NAVAS, Kedutaan Besar Amerika Serikat, semua juga menyajikan hal sama,”katanya dalam jumpa pers daring 21 Juni lalu.
Dalam laporan tahunan Dinas Lingkungan Jakarta 2022 menyebut, udara ambien pada 2021 berstatus tercemar. Jumlah minimal stasiun pemantau kualitas udara kontinu disarankan 43 titik pantau. Jakarta hanya punya 5-7 stasiun pantau, masih jauh dari cukup.
“Uji emisi yang digadang-gadang Jakarta sebagai upaya menangani polusi udara di laporan ini disebutkan evaluasi belum bisa tuntas, perlu kajian lebih lanjut.”
Dalam laporan itu juga disebut, kontribusi pencemar udara tak selalu dari lokasi setempat. Terjadi juga pencemaran udara lintas batas (transboundary air pollution). Hal menarik dalam laporan itu, yakni konsentrasi PM 2,5 tinggi ketika curah hujan rendah. Konsentrasi rata-rata partikulat rendah saat curah hujan bulanan meningkat. Sebaliknya saat curah hujan rendah, konsentrasi partikulat meningkat.
Bondan mengatakan, diperkirakan lebih 5,5 juta kasus penyakit berhubungan dengan polusi udara di Jakarta pada 2010, antara lain ISPA 2,45 juta kasus, jantung coroner 1,2 juta kasus, asma 1,2 juta kasus, dan pneumonia 336.000 kasus. Kemudian, bronkopneunomia 154.000, dan paru obstruktif 154.000 kasus. Estimasi perawatan medis dari kasus itu mencapai Rp38,5 miliar. Kalau dihitung dengan kalkulasi inflasi pada 2020, mencapai Rp60,8 triliun.
“Demi melindungi kelompok rentan baik fisik dan finansial, pemerintah harus segera lakukan langkah nyata pengendalian sumber pencemar udara. Agar tak terjadi lebih banyak lagi kerugian ekonomi akibat polusi udara,” katanya.
Warga dan koalisi masyarakat sipil beberapa tahun lalu ajukan gugatan pencemaran Jakarta dan menang. “Sebagai bukti nyata [keseriusan pemerintah tangani polusi] jalankan perintah hakim dalam putusan pengadilan gugatan polusi udara,” kata Bondan.
Dia juga mendesak, pemerintah berkoordinasi antisipasi pencemaran agar tak terjadi kebijakan tumpang tindih. Melakukan kajian ilmiah untuk Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Juga gunakan berbagai kajian akademis yang ada sebagai dasar bertindak dan memiliki urgensi tinggi untuk mengendalikan sumber pencemar udara.
Polusi udara juga menimbulkan dampak kerugian ekonomi. Dalam penelitian Viktor Pirmana dari Universitas Padjajaran menyebut, total biaya lingkungan Indonesia pada 2010 mencapai Rp915,11 triliun. Lebih dua kali lipat anggaran pembangunan infrastruktur 2021. Biaya lingkungan dampak polusi udara merupakan kontributor kedua sebesar Rp348,35 triliun, setara 5% dari PDB Indonesia.
Penelitian itu juga menyebut, kontribusi biaya lingkungan terbesar akibat udara yang tercemar berasal dari beberapa sektor, yakni, listrik, industri besi dan baja termasuk pengolahannya, penambangan batubara, lignit dan ekstraksi gambut. Juga, transportasi laut dan pesisir pantai, budidaya padi sawah, industri produk karet dan plastik, peternakan dan hasilnya, industri semen, kapur dan plester, serta industri pupuk dan konstruksi.
“Sudah saatnya pemerintah melakukan tindakan nyata mengatasi pencemaran udara,” ucap Bondan.
Tak hanya persoalan Jakarta, tangani bersama
Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, polusi udara di Jakarta adalah masalah lintas batas. Tak hanya masalah Jakarta, juga Jawa Barat dan Banten. Dalam penanganan, membutuhkan peran pemerintah pusat, antara lain dari KLHK.
Kalau merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait gugatan warga September tahun lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah sudah jelas.
“Hakim menjelaskan pentingnya inventarisasi emisi dan target penurunan beban pencemaran dalam strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara. Putusan ini juga menilai, Gubernur Jakarta lalai dalam melaksanakan dua kewajiban itu,” katanya.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat juga memerintahkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk supervisi kepada Gubernur Jakarta, Jawa Barat dan Banten dalam inventarisasi emisi lintas batas.
Kalau melihat sumber pencemaran udara di Jakarta, kata Fajri, industri dan pembangkit listrik berbahan bakar batubara cukup signifikan berkontribusi terhadap buruknya kualitas udara Jakarta. Tambah lagi, kendaraan bermotor.
Pemerintah pusat perlu mengambil ikut menyelesaikan permasalahan polusi udara di Jakarta. Apalagi, saat ini sudah ada aturan terkait perencanaan perlindungan dan pengelolaan mutu udara. Dalam aturan itu, terbagi dalam empat tahap.
Pertama, inventarisasi udara, kedua, penyusunan dan penetapan baku mutu udara ambien (BMUA). Ketiga, penyusunan dan penetapan wilayah perlindungan dan pengelolaan mutu udara. Keempat, penyusunan dan penerapan rencana perlindungan dan pengelolaan mutu udara.
Berdasarkan aturan itu, katanya, ada dua kemungkinan penyusunan wilayah perlindungan dan pengelolaan mutu udara (WPPMU) dan perlindungan dan pengelolaan mutu udara (RPPMU) di Jakarta.
Pertama, Menteri LHK menetapkan WPPMU lintas provinsi untuk area Jakarta, Jabar dan Banten. “Dengan begitu, kewenangan penyusunan RPPMU untuk WPPMU lintas provinsi ini berada di Menteri LHK,” katanya.
Kemungkinan kedua, katanya, Menteri LHK menentukan WPPMU provinsi berdasarkan batas wilayah ketiga provinsi itu. Dengan begitu ketiga gubernur mengemban kewajiban untuk menyusun RPPMU untuk masing-masing provinsi.
“Baik WPPMU lintas provinsi maupun WPPMU provinsi, Menteri LHK memiliki tanggungjawab dalam penyusunan dan penetapan RPPMU untuk kedua jenis WPPMU itu. Gubernur menetapkan RPPMU provinsi pun harus mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri LHK.”
Perbedaan jenis WPPMU dan RPPMU untuk masalah pencemaran udara lintas batas ini, kata Fajri, akan menentukan pejabat mana yang punya porsi besar dalam menentukan langkah pengendalian pencemaran udara di daerah masing-masing.
“Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi tak lagi perlu saling tuding ataupun berdebat mengenai sumber pencemar udara di Jakarta.
Seharusnya, mereka dengan cepat menyusun langkah-langkah pengendalian pencemaran udara yang lebih ketat bersama. Baku mutu emisi baik untuk kendaraan bermotor maupun industri seperti pembangkit-pembangkit listrik bertenaga fosil harus diperketat. “Sumber pencemar udara sama-sama perlu diperketat.”
Jeanny Sirait, pengacara publik LBH Jakarta mengatakan, polusi udara di Jakarta makin memprihatinkan karena pemerintah bersikap mengingkari terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pemerintah pusat memutuskan banding atas putusan itu. Tiga pemerintah daerah yang digugat meskipun tak mengajukan upaya banding, langkah mereka untuk pemulihan kualitas udara, belum signifikan.
September tahun lalu, 32 warga Jakarta bersama Koalisi Ibukota menang dalam gugatan warga negara atas polusi udara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Faktanya, warga ibukota masih belum bisa menikmati kemenangan dengan mendapatkan udara bersih.
“Pemerintah yang denial ini tidak bersedia taat pada perintah pengadilan,” kata Jeanny.
Aksi pemerintah pusat mengajukan upaya banding, dia nilai sebagai tindakan buying time atau upaya menunda menjalankan tanggung jawab untuk pemulihan kualitas udara di Jakarta. Padahal, hal itu sudah ada aturan yang mereka buat sendiri.
“Upaya buying time ini sama sekali tidak melanggar hukum. Ini melanggar hak atas kesehatan dan udara bersih.”
Beberapa riset menunjukan, polusi udara di Jakarta bukan hanya tidak sehat lagi, bahkan berbahaya. “Ada nyawa yang dipertaruhkan, terutama bagi kelompok rentan.”
Sisi lain, pemerintah daerah meskipun tak mengajukan upaya banding, menurut Jeanny, langkah mereka dalam menanggulangi polusi udara juga tidak signifikan dan terukur.
“Akhirnya saling menyalahkan. Pemerintah pusat menyalahkan pemerintah daerah secara khsuus Jakarta. Bilang Pemprov Jakarta tidak melakukan upaya dengan signifikan karena gubernur sibuk buat persiapan 2024. Pemerintah pusat juga tidak melakukan apapun, malah banding terhadap putusan PN Jakpus.”
Jeanny bilang, jadikan polusi udara sebagai komoditas politik merupakan hal tak manusiawi. Udara bersih merupakan hak asasi.
Cabut izin lingkungan perusahaan pencemar
Aksi kecil dibuat Jakarta. Dinas Lingkungan Hidup Jakarta mencabut izin lingkungan PT Karya Citra Nusantara (KCN) karena dalam mengelola pelabuhan bongkar muat di Marunda, Jakarta Utara, timbulkan pencemaran. Perusahaan, tak bisa memenuhi sanksi administratif hingga batas waktu yang ditentukan.
Pencabutan izin lingkungan itu tertuang dalam Keputusan Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara Nomor 21/2022 tentang pemberatan penerapan sanksi administratif. Sanksi ini berupa pencabutan keputusan kepala kantor pengelola lingkungan hidup Kota adminstrasi Jakarta Utara Nomor 56/2014 tertanggal 28 Januari 2014 soal izin lingkungan kegiatan bongkar muat KCN. Keputusan ini ditandatangani 17 Juni 2022.
“Substansi utama keputusan ini adalah mencabut izin lingkungan karena KCN belum melaksanakan kewajiban dalam sanksi administratif paksaan pemerintah Nomor 12/2022, tertanggal 14 Maret 2022,” kata Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta dalam rilis yang diterima Mongabay.
“Sebagai tindak lanjut atas pencabutan izin lingkungan hidup KCN, Dinas Lingkungan Hidup akan bersurat kepada Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan setelah dicabutnya izin lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.
Achmad Hariadi, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, mengatakan, dalam keputusan pencabutan izin lingkungan itu, KCN diperintahan menghentikan seluruh kegiatan bongkar muat.
“Dengan ditetapkan surat keputusan ini, izin lingkungan bongkar muat Karya Citra Nusantara dinyatakan tidak berlaku.”
Pemerintah Provinsi Jakarta mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 66/2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang mencakup kegiatan antara lain peningkatan infrastruktur untuk integrasi transportasi umum, peningkatan uji emisi, dan peningkatan pengawasan emisi dari industri. Salah satu instruksi ini, memperketat pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tak bergerak terutama pada industri di wilayah Jakarta.
Dalam mengawasi kegiatan perindustrian, kata Hariadi, mereka melakukan pengawasan aktif dan pasif. DLH lakukan peninjauan lapangan ke perusahaan untuk menilai ketaatan sesuai persetujuan lingkungan dan peraturan perundangan yang berlaku. Pengawasan pasif, katanya, juga dilakukan di mana perusahaan menyerahkan laporan dampak lingkungan dari kegiatan usaha secara berkala.
“DLH melakukan verifikasi lapangan berdasarkan laporan warga dan akan ditindaklanjuti sesuai ketetapan yang berlaku,” kata Hariadi.
Fajri menilai, tindakan kepada KCN ini merupakan respon dari suatu pelanggaran. Sedang tindakan pencegahan dalam artian pengetatan batas emisi untuk industri dan lain-lain itu masih belum terlihat.
“Tindakan preventif belum terlihat. Dalam konteks pengawasan dan penegakan hukum, contoh kepada KCN ini bagus. Tapi catatan sampingnya, karena kasus KCN ini cukup ramai dibicarakan publik.”
Sejauh ini, DLH Jakarta belum maksimal dalam menyampaikan informasi terkait pengawasan dan penegakan hukum yang sudah mereka dilakukan.
“Saya terakhir memeriksa website DLH Jakarta Maret tahun ini. Informasi hasil pengawasan dan penegakan hukum itu bentuknya masih format power point saja. Membuat kompilasi, mereka sudah mengawasi beberapa perusahaan di Jakarta. Hasilnya melanggar atau tidak, itu yang tidak diinformasikan,” katanya.
Menurut Jeanny, pencabutan izin lingkungan KCN itu menunjukkan sebenarnya negara bisa bertindak tegas.
“Problemnya apakah pencabutan izin KCN ini tetap atau sementara? Apa izinnya bisa dikembalikan? Bagaimana kalau terjadi perlawanan dari KCN? Itu juga harus diantisipasi.”
Terpenting lagi, kata Jeanny, pencabutan izin lingkungan KCN ini hanya tindakan kecil dibandingkan tindakan besar yang bisa diambil pemerintah.
“KCN bukan satu-satunya pelaku. Ada 21 PLTU di Banten yang menjadi faktor pencemaran udara di Jakarta. Anehnya, pemerintah masih mengupayakan 9-10 PLTU tambahan.”
********