- Tumpahan batubara kembali mencemari pantai di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Tumpahan bahan baku pembangkit listrik itu, sudah terjadi berulang kali dan tidak ada tindakan serius dari pemerintah.
- Kejadian ini terus-menerus terjadi sejak tahun 2017, di tahun 2023 saja sudah menjadi kali ketiga.
- Belum ada tindakan berarti dari pemerintah, baik di level Kabupaten Aceh Barat maupun Provinsi Aceh.
- Wilayah perairan di Meureubo merupakan rumah bagi terumbu karang, penyu, dan berbagai spesies ikan. Namun, sejak batubara mencemari laut dan pantai, terumbu karang di kawasan konservasi laut (KKL) itu mulai rusak.
Sejak akhir September 2023, batubara yang tumpah di laut kembali mencemari pantai Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, kejadian ini bukan pertama kali, tapi sudah terjadi berkali-kali dan sejak tahun 2023 saja, batubara yang mencemari pantai tersebut sudah terjadi tiga kali.
Kawasan perairan Meureubo merupakan kawasan konservasi laut (KKL) dan menjadi bagian dari kawasan adat tradisional Panglima Laot.
Suhendri, salah seorang nelayan di Kecamatan Meureubo mengatakan, batubara tersebut sudah sangat sering mencemari pantai, dan terjadi setiap tahun. Batubara itu bertebaran di pantai karena terbawa arus laut.
Di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh beroperasi satu perusahaan yang menambang batubara, PT Mifa Bersaudara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang juga menggunakan batubara untuk memproduksi listrik.
“Ada diantara perusahaan ini yang melakukan bongkar muat batubara di laut lepas, kami duga batubara yang mencemari pantai ini berasal dari proses pembongkaran di lepas pantai ini,” kata Suhendri (12/10/2023).
Suhendri mengatakan, sejak beroperasi PLTU dan PT Mifa Bersaudara, batubara sering berserakan di pantai, di dasar laut hingga merusak terumbu karang.
“Kami jadi kesulitan mencari ikan saat ini, ikan sudah sangat jarang [di pinggir pantai], kami mencari ikan juga harus lebih jauh saat ini,” ujar Suhendri.
Arman, warga Kecamatan Meureubo mengatakan, batubara yang tumpah kali ini mulai dikumpulkan oleh masyarakat dan dijual ke PT Mifa Bersaudara.
“Dalam satu karung ukuran 50 kg, batubara yang dikumpulkan oleh masyarakat dibeli dengan harga Rp50 ribu,” kata Arman.
Baca juga: Tumpahan Batubara itu Mencemari Perairan Aceh
Pemda Aceh Barat telah melaporkan tumpahan batubara tersebut kepada Pemerintah Aceh atau kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh. Pemda Aceh Barat dan pihak perusahaan juga pernah bertemu untuk membahas tumpahan batubara tersebut.
Sebelumnya, pada Senin, 17 Juli 2023, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Barisan Masyarakat Peduli Tambang (BMPT) sempat berunjuk rasa di Kantor Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh, Banda Aceh. Mereka mendesak pemerintah memperkuat pengawasan pertambangan batubara dan memberikan sanksi kepada pihak pencemar.
Koordinator BMPT Saiful Mulki saat berorasi ketika itu mengatakan, batubara milik PLTU Nagan Raya dan perusahaan tambang telah berulang kali tumpah di laut dan pantai Kabupaten Aceh Barat dan Nagan raya, dia menuntut agar pemerintah tegas dengan hal ini.
“Hal ini berulang kali terjadi karena tidak ada sanksi dari pemerintah, sementara masyarakat khususnya nelayan sudah sangat menderita karena tumpahan batubara ini. Kasus pencemaran batubara di laut dan pantai ini sudah terjadi sejak tahun 2017,” katanya.
Saiful mengatakan, tumpahan batubara itu selain berdampak untuk masyarakat, juga berdampak untuk biota laut.
“Zat karbon dan besi sulfida pada batubara dapat mengubah kondisi air laut. Perubahan air laut akan memicu migrasi ikan,” sebut Saiful.
Alam Hutan dan Lingkungan Barat (AHAN) Barsela mencatat, sejak tahun 2023, tumpahan batubara yang berserakan di pantai Meureubo telah terjadi tiga kali. Namun, belum ada tindakan berarti dari pemerintah, baik di level Kabupaten Aceh Barat maupun Provinsi Aceh.
Rufa Ali Ketua AHAN menyebut wilayah perairan di Meureubo merupakan rumah bagi terumbu karang, penyu, dan berbagai spesies ikan. Namun, sejak batubara mencemari laut dan pantai, terumbu karang mulai rusak.
“Terumbu karang sendiri berperan penting sebagai tempat bagi para organisme laut mencari makan, berlindung, hingga berkembang biak dan terumbu karang merupakan rumah bagi 25 persen spesies laut,” katanya.
Selain itu, terumbu karang menyediakan fungsi alami sebagai pemecah gelombang yang dapat meminimalisir gelombang laut yang besar. Dengan begitu, keberadaan karang laut dapat melindungi kawasan pesisir dari gelombang laut yang dapat mengancam keselamatan penduduk yang tinggal dan beraktivitas di pesisir. Terumbu karang yang sehat pun menjadi jaminan bagi penghasilan nelayan, terutama para nelayan adat di kawasan adat Panglima Laot.
Menurut Rufa, Tim Pansus Perizinan Pertambangan, Minerba dan Energi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pernah melakukan penelusuran tumpahan batu bara yang terjadi pada April 2023.
”Saat itu, Tim Pansus mengatakan pemilik batubara tersebut antara PLTU Nagan Raya atau PT Mifa Bersaudara. Namun, hasil dari penyelidikan itu tak pernah dipublikasikan kepada publik sampai saat ini,” pungkas Rufa.