- Sustainable Fishery Partnership (SFP) bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia untuk membantu nelayan skala kecil di Makassar untuk mendapatkan Pas Kecil.
- Pas Kecil sendiri adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diperuntukan bagi kapal-kapal dengan tonase kotor kurang dari 7 GT, yang sebagian besar terdiri dari kapal-kapal tradisional dan kapal nelayan.
- Manfaat Pas Kecil ini dari sisi administrasi lebih pada pendaftaran kapal untuk membantu pemerintah dalam mengidentifikasi jumlah kapal skala kecil yang ada di Indonesia dan menelusuri produk perikanan yang berasal dari nelayan kecil.
- Bagi nelayan, Pas Kecil penting sebagai persyaratan membeli BBM bersubsidi di SPBN yang ada di Lelong dengan jatah sekitar 500 liter per bulan per nelayan.
Hari menjelang sore, di tengah panas terik matahari, puluhan perahu nelayan berjejer rapi di pesisir pantai Pulau Langkai, Makassar, Sulawesi Selatan. Sejumlah petugas dari Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar tampak sibuk mengukur kapal. Kapal diukur sebelum kemudian difoto untuk kelengkapan dokumentasi dan administrasi.
Kegiatan pengukuran kapal hari itu, akhir September 2023 silam, untuk kebutuhan penerbitan surat kapal nelayan, atau biasa disebut Pas Kecil. Para pengukur adalah petugas bersertifikat dari Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar.
Pas Kecil sendiri adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diperuntukan bagi kapal-kapal dengan tonase kotor kurang dari GT 7, yang sebagian besar terdiri dari kapal-kapal tradisional dan kapal nelayan.
Pagi hari sebelumnya rombongan berangkat dari Makassar menuju Pulau Langkai, salah satu pulau terdepan Kota Makassar dengan waktu tempuh sekitar 4 jam, menggunakan perahu pinisi.
Kegiatan pengukuran kapal untuk nelayan skala kecil hari itu adalah bagian dari program Sustainable Fishery Partnership (SFP) bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia serta didukung oleh Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia, untuk membantu nelayan skala kecil di Sulsel. Kegiatan di Pulau Langkai ini adalah kali pertama dilakukan untuk administrasi nelayan.
“Ini sebuah proyek percontohan bagaimana kami memfasilitasi nelayan untuk mendapatkan administrasi kenelayanan, baik itu sisi nelayan seperti Kusuka, dari kapal itu ada Pas Kecil, ada buku kapal perikanan, dan nomor induk berusaha atau NIB terkait pelaksanaan UU Cipta Kerja,” ungkap Irham Rapy, Fishery Co-Management Coordinator SFP.
baca : Menguatkan Tata Kelola Perikanan Skala Kecil Menuju Produk Keberlanjutan di Sulsel
Proyek SFP di Sulsel sudah dimulai sejak 2021 di mana sekitar 500 nelayan telah didampingi. Pengukuran kapal di Pulau Langkai Makassar ini adalah kegiatan awal untuk administrasi kenelayanan dan direncanakan akan dilakukan di lokasi-lokasi lain di Sulsel.
Untuk kegiatan di Pulau Langkai ini jumlah perahu yang berhasil diukur adalah 90 perahu milik nelayan di Pulau Langkai dan Lanjukang. Data pengukuran hari itu lalu dimasukkan untuk mendapatkan Pas Kecil oleh staf YKL Indonesia ke sebuah aplikasi bernama SiKapel.
“Untuk pengukuran, memang yang berwenang melakukan adalah pihak Syahbandar, kami bantu mengumpulkan data-data, lalu nanti ada verifikasi oleh pihak Syahbandar terkait kelengkapan dokumen yang juga disesuaikan dengan hasil pengukuran Syahbandar. Kalau sudah lengkap akan diterbitkan Pas Kecil yang disahkan oleh Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar,” jelas Irham.
Sebagai syarat untuk mendapatkan Pas Kecil ini adalah harus memiliki perahu, KTP, surat tukang yang diketahui lurah atau kepala desa dan surat permohonan untuk mendapatkan Pas Kecil ke Kementerian Perhubungan.
Kegiatan ini sendiri awalnya hanya menargetkan 50 pas kecil, meskipun kemudian jumlah kapal yang terukur dan potensi mendapatkan Pas Kecil sebanyak 90 perahu.
“Untuk selanjutnya, kami targetkan akan lakukan kegiatan yang sama di semua lokasi yang kami dampingi di Sulsel, sebanyak 5 lokasi. Selain Pas Kecil nanti juga ada yang namanya Buku Kapal Perikanan yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan dan untuk dapat buku kapal ini harus terbit Pas Kecil dulu.”
Menurut Irham, manfaat Pas Kecil ini dari sisi administrasi lebih pada pendaftaran kapal untuk membantu pemerintah dalam mengidentifikasi jumlah kapal skala kecil yang ada di Indonesia. Sementara dari sisi ketertelusuran dapat membantu nelayan terutama dalam hal suply chains, untuk menelusuri produk perikanan yang berasal dari nelayan kecil.
“Keuntungan bagi nelayan adalah sebagai persyaratan membeli BBM bersubsidi di SPBN yang ada di Lelong dengan jatah sekitar 500 liter per bulan per nelayan,” jelasnya.
baca juga : Nelayan Kecil di Pusaran Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Selain Pas Kecil dan TDKP juga ada nomor induk berusaha (NIB) yang dikeluarkan oleh OSS di PTSP, yang bisa didaftar secara mandiri, yang merupakan pengakuan pada usaha nelayan kecil.
“Dengan terbitnya berbagai dokumen ini, bagi teman-teman pengusaha juga akan sangat penting, karena untuk kebutuhan ekspor ke keluar negeri sangat butuh kelengkapan administrasi, yang jika tidak lengkap maka akan dianggap sebagai produk ilegal. Apalagi per Januari 2024 semua nelayan harus terdaftar, karena terkait ketertelusurannya produk mulai dari nelayan sampai ke user terakhir di luar negeri.”
Menurut Irham, meski syarat dan proses penerbitan Pas Kecil dan berbagai dokumen ini mudah, namun kenyataannya tak banyak nelayan yang mengurus.
“Ada kesulitan nelayan untuk akses bukan karena dipersulit tapi masalah keterbatasan akses saja, serta kurangnya pengetahuan dan informasi. Tantangan lain pada faktor lokasi di mana nelayan harus ke daratan Kota Makassar. Susah menyeberang karena jauh dan cuaca, sehingga kemudian mereka memang harus didatangi.”
Tantangan lain adalah karena faktor keengganan nelayan karena pengurusan dokumen-dokumen pendukung yang butuh waktu dan biaya.
“Sebenarnya ada gerai dari Perhubungan Pelayanan Prima tapi kadang tidak berhasil karena penyiapan dokumen yang dianggap susah oleh nelayan.”
Irham berharap, kesuksesan kegiatan pengukuran kapal ini bisa menjadi model untuk kemudian bisa dilakukan di tempat lain.
“Dengan berbagai kelengkapan ini, maka nelayan bisa lepas dari tudingan IUU fisihing, mereka mendapat pengakuan dan kemudahan memperoleh BBM bersubsidi. Kita nantinya akan lakukan juga di Pulau Satanga, Barrang Caddi, Sarappo Lompo, dan Galesong.”
Menurut Irham, salah satu faktor pendukung kesuksesan kegiatan pengukuran kapal dan penerbitan Pas Kecil ini adalah keberadaan Forum Komunikasi Kakap Kerapu Indonesia, yang mau berkomitmen untuk mendaftarkan kapal anggota-anggotanya.
baca juga : Kala Nelayan dan Petani Terdampak Perubahan Iklim
Agus A. Budhiman, Senior Policy Advisor Asia-Pasific SFP, berharap kegiatan ini akan memberikan hal yang baik dalam memajukan para nelayan kecil.
“Kegiatan ini kita harapkan mendukung para nelayan agar tidak terjerat illegal reporting dan unregulated fishing karena ketiadaan dokumen-dokumen,” katanya.
Menurut Agus, SFP sendiri secara progresif sedang membangun nota kesepahaman dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk tiga tahun ke depan.
“Kami bergerak di bidang pemasarannya, di mana kami membantu para buyer di luar negeri, bagaimana kemudian memenuhi persyaratan sebagai pemasok, di mana salah satu hal yang penting adalah memenuhi administrasi perkapalan bagi nelayan kecil agar mereka tidak termasuk dalam illegal fishing.”
Dijelaskan Agus, SFP telah bekerja di 23 negara dengan 20 proyek yang bermitra dengan lembaga lokal, perguruan tinggi serta lembaga penelitian sejak 2019. Mereka juga bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan di lokasi proyek.
Di Indonesia, SFP bekerja di Bali, Sulsel, Sulteng dan Jawa Tengah dengan komoditas yang berbeda-beda. Untuk Jawa Tengah misalnya terkait kepiting rajungan, lalu di Bali dengan tuna, sementara di Sulsel dan Sulteng terkait gurita dan kakap kerapu.
“Tujuan kami bagaimana nelayan kecil bisa terangkat perekonomiannya, dan produknya dapat ditelusuri darimana asal usulnya. Dalam hal ini, kami mengembangkan apa yang disebut dengan fisheris improvement project,” pungkasnya. (***)