- Sumatera Selatan memiliki potensi energi [listrik] panas bumi [geothermal] sebesar 918 MW. Tapi, baru 16 persen potensi tersebut dimanfaatkan.
- Dua Perusahaan Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] yang sudah beroperasi di Sumatera Selatan, yakni PGE Lumut Balai dan PT. Supreme Energy Rantau Dedap.
- PGE Lumut Balai yang berada di Kecamatan Semendo Darat Laut, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, memproyeksikan di akhir 2024 memproduksi listrik sebesar 110 MW atau setara kebutuhan listrik untuk 110 ribu rumah.
- Aktivitas PLTP yang sebagian di kawasan hutan lindung menyebabkan terganggunya habitat satwa liar, seperti harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], sehingga PLTP yang beroperasi harus konsen dalam menata dan menjaga lingkungan.
Baca sebelumnya:
Perubahan Iklim dan Peluang Energi Bersih dari Sekam Padi di Sumatera Selatan
Energi Surya di Sumatera Selatan: Potensi Besar tapi Belum Dimaksimalkan
Pengembangan Listrik Minihidro dan Kerusakan Hutan di Sumatera Selatan
**
Berdasarkan Perpres No.22 Tahun 2017, Sumatera Selatan memiliki potensi energi panas bumi (geothermal) sebesar 918 MW (Megawatt). Sementara potensi total panas bumi di Indonesia sebesar 29,544 GW (Gigawatt).
“Sampai saat ini, hanya sekitar 16% potensi panas bumi di Sumatera Selatan dimanfaatkan,” kata Ira Rihatini, Kepala Seksi Konservasi Energi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan, saat mengikuti “Jelajah Energi Sumatera Selatan” yang diadakan Institute for Essential Services Reform ( IESR )dan Dinas ESDM Sumatera Selatan, 26 Februari-1 Maret 2024.
Baru dua Perusahaan Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] beroperasi Sumsel. Keduanya di Semendo, Kabupaten Muaraenim. Yakni, PT. Pertamina Geothermal Energy [PGE] Lumut Balai yang menghasilkan listrik 55 MW, di Kecamatan Semendo Darat Laut dan PT. Supreme Energy Rantau Dedap yang memproduksi listrik 86 MW di Semendo Darat Tengah.
“Kita berharap potensi panas bumi terus dimanfaatkan berbagai pihak, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan penggunaan energi bersih di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan.”
“Kebutuhan listrik di Sumatera Selatan per tahun sekitar 9.000 GWh [Gigawatt Hours]. Sementara surplus sekitar 1.052 MW,” jelas Ira.
Tahun 2014, dikutip dari Bisnis.com, Trisnaldi, saat menjabat Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, menyatakan terdapat enam lokasi panas bumi di Sumatera Selatan. Yakni Blok Rantau Dedap, Blok Lumut Balai, Blok Tanjung Sakti, Blok Empat Lawang, Blok Ranau, dan Blok Rawas.
Dikatakan Trisnaldi, listrik yang dihasilkan PLTP, yang memanfaatkan berbagai sumber panas bumi tersebut diprioritaskan untuk kebutuhan daerah penghasil.
110 Ribu rumah
Perjalanan menuju Bukit Lumut Balai, jajaran Pegunungan Bukit Barisan, di wilayah Semendo Darat Laut, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, tidaklah mudah. Selain jalan berkelok dan curam, juga dibutuhkan waktu sekitar enam jam perjalanan dari Kota Muaraenim, yang jaraknya sekitar 88,7 kilometer.
Di ketinggian 2.000 meter dari permukaan laut, terdapat PGE Lumut Balai. Sejak 2019, perusahaan ini mengoperasikan PLTP Lumut Balai Unit 1 dengan kapasitas terpasang sebesar 55 MW.
“Hingga kini, kami sudah menyuplai listrik ke 55 ribu rumah di sekitar wilayah kerja PGE Lumut Balai,” kata Aris Kurniawan, Manager Operasi PT. PGE Lumut Balai, Kamis [29/2/2024].
Pada Desember 2023, PGE melakukan groundbreaking untuk PLTP Lumut Balai Unit 2, yang kapasitas terpasangnya juga sebesar 55 MW.
“Jadi total kapasitas produksi kami 110 MW, yang diproyeksikan setara dengan listrik untuk 110 ribu rumah. PLTP Lumut Balai Unit 2 diharapkan beroperasi pada akhir 2024. Proyek ini menunjukkan komitmen PGE dalam mengembangkan infrastruktur energi bersih untuk mendukung kebutuhan masyarakat Indonesia,” kata Aris.
“Melalui strategi quick wins yang memanfaatkan teknologi binary, PGE juga berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi panas bumi sebagai langkah konkret menuju Net Zero Emission 2060.”
Dijelaskan Aris, potensi panas bumi yang teridentifikasi pada situs PGE, yakni Wilayah Kerja Pengusahaan Panas Bumi [WKP] Lumut Balai dan Margabayur, sekitar 300 MWe [Mega Watt Elektrik] setara MW. Dengan potensi tersebut, PGE melihat prospek yang cerah dalam pengembangan PLTP ke depan.
Sementara pengurangan emisi karbon yang dapat diwujudkan PLTP Lumut Balai [Unit 1 dan Unit 2] diperkirakan sebesar 581.784 tCO2eq per tahun. Melalui pengurangan Hydrogen sulfide [H2S] dan pencairan CO2, serta berpotensi menghasilkan green hydrogen melalui elektrolisis air untuk green methanol.
“Ini sejalan dengan komitmen PGE mendukung Indonesia mencapai target 23 persen dari national grid mix sumber energi terbarukan tahun 2025 dan menuju Net Zero Emission 2060,” kata Aris.
“Selain itu, PGE juga merekrut tenaga kerja lokal, mendukung pengembangan ekonomi kreatif melalui program pelatihan dan pengembangan UMKM [Usaha Mikro Kecil Menengah], serta mendukung pemberdayaan masyarakat melalui berbagai inisiatif, termasuk pengembangan objek wisata rafting yang meraih apresiasi dari Kementerian ESDM.”
Faricha Hidayati, Proyek Dekarbonisasi Industri IESR, menyebutkan apabila potensi panas bumi ini dimanfaatkan secara baik, Indonesia akan memiliki 23,7 GW energi bersih dan mencapai emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat.
“Tapi, tidak semua masyarakat memahami atau mengetahui potensi energi melimpah ini. Diharapkan, masyarakat Indonesia menjadi lebih bijak dalam menggunakan energi listrik dan sejenisnya, kemudian mengawal bersama kebijakan pemerintah dalam mendorong transisi energi Indonesia menjadi lebih hijau dan berkelanjutan.”
Kajian IESR berjudul Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050, panas bumi adalah salah satu energi yang dapat dikembangkan untuk pemenuhan kebutuhan energi terbarukan, selain dari surya dan lainnya.
“Kendalanya, tidak lepas dari karakter alamiah panas bumi sendiri, yaitu terletak di kawasan post volcanic atau dataran tinggi yang jauh dari permukiman, infrastruktur terbatas, serta topografi permukaan yang berbukit atau pegunungan yang umumnya ditutupi kawasan hutan sebagai habitat flora dan fauna,” kata Rizqi Prasetyo, Koordinator Subnasional Program Akses Energi Berkelanjutan IESR.
Ditambah lagi, jelas Rizqi, panas bumi terletak di bawah permukaan bumi atau tidak kasat mata, sehingga terdapat ketidakpastian.
“Kombinasi berbagai hal tersebut dapat membuat pengembangan panas bumi memerlukan waktu yang lama dan investasi tinggi. Belum termasuk jika ada batasan secara lingkungan atau kawasan, serta resistensi sosial.”
Habitat harimau Sumatera
“Perusahaan PT. Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) dan PGE Lumut Balai memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH])di Hutan Lindung Bukit Jambul Gunung Patah dan Bukit Jambul Asahan seluas 248,27 hektare. Seluas 115 hektar untuk SERD dan seluas 133,27 hektar untuk PGE Lumut Balai,” kata Adios Syafri dari Hutan Kita Institute (HaKI), Rabu (6/3/2024).
Dijelaskan Adios, kedua perusahaan tersebut secara aktif membangun dan mengoperasikan geothermal mulai pembangunan akses jalan, infrastruktur PLTP, fasilitas pendukung, serta pengeboran sumur geothermal.
Kegiatan tersebut adalah alih fungsi lahan atau deforestasi areal tapak, sehingga berdampak penurunan kualitas air sungai, dan timbul getaran dari kegiatan pengeboran sumur, yang selanjutnya menurunnya produksi kopi masyarakat, serta menggangu habitat bagi satwa liar, terutama harimau Sumatera [Panthera tigris sumatrae].
Empat tahun lalu (2019) beberapa harimau Sumatera menyerang manusia hingga tewas di Kabupaten Muaraenim, Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam.
“Kiranya penting dilakukan sebuah kajian atau penelitian tentang kondisi harimau Sumatera di Hutan Lindung Bukit Jambul Gunung Patah dan Bukit Jambul Asahan, sejak kehadiran dua perusahaan PLTP tersebut,” kata Adios.
Apa solusinya agar aktivitas PLTP tetap beroperasi dan lingkungan tetap terjaga?
HaKI menyampaikan empat upaya yang harus dilakukan PLTP, pemerintah, dan masyarakat.
Pertama, memastikan aktivitas geothermal sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan, sebagai upaya memitigasi dampak-dampak yang timbul.
Kedua, memastikan pemegang IPPKH mencegah kegiatan pembukaan lahan dan meningkatnya aktivitas manusia di sekitar tapak proyek, yang akan menambah terganggunya habitat satwa liar.
Ketiga, memastikan pemegang IPPKH membantu upaya perlindungan dan pemulihan (restorasi) kawasan hutan lindung yang menjadi habitat beragam satwa liar, serta melakukan pembinaan livelihood masyarakat yang ramah lingkungan. Terutama, yang telanjur memanfaatkan hutan lindung.
Keempat, instansi terkait (Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta pemerintah setempat) melakukan pemantauan secara intensif terhadap kegiatan-kegiatan geothermal tersebut, sehingga dampak-dampak yang timbul akan dapat dicegah sedini mungkin.
Konflik Manusia dengan Harimau, Harmoni Kehidupan yang Perlahan Hilang