10 Rumah Sakit Di Bali Sepakat Perangi Penggunaan Sarana Medis Bermerkuri

Sepuluh rumah sakit milik pemerintah maupun swasta di Kota Denpasar, Bali, sepakat memerangi merkuri dengan mengurangi penggunaan peralatan kesehatan dan sarana medis yang lebih ramah lingkungan. Kesepakatan itu ditandatangani di Denpasar pada Jumat 23 November 2012 silam, dengan difasilitasi Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar dan Lembaga Swadaya Masyarakat Bali Fokus. Ini merupakan penandatanganan kesepakatan tahap kedua setelah kesepakatan serupa tahun lalu oleh 7 rumah sakit.

Kesepuluh rumah sakit yang menandatangani kesepakatan terdiri dari Rumah Sakit Sanglah, Rumah Sakit Wangaya, Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar, RS Angkatan Darat Denpasar, RS Ibu dan Anak Puri Bunda, Rumah Sakit Puri Raharja, Rumah Sakit Bali Royal Hospital, Rumah Sakit Balimed, Rumah Sakit Surya Husada, dan Rumah Sakit Indera.

Dalam perjanjian yang ditandatangani oleh para direktur kesepuluh rumah sakit, mereka sepakat untuk melaksanakan program sektor kesehatan yang bebas merkuri dan pengelolaan sampah limbah medis secara berkelanjutan. “Karena sampai saat ini, Bali belum memiliki alat pengolahan limbah merkuri. Jadi untuk sementara, semua rumah sakit kami sarankan untuk membangun tempat penampungan sementara untuk limbah merkurinya. Ini solusi sementara, agar limbah merkuri tidak dibuang sembarangan,” jelas Tri Wahyudi Purnomo, Direktur Bali Fokus yang bertindak selaku pendamping dalam pelaksanaan program tersebut.

Penanganan secara sembarangan terhadap limbah merkuri dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan sekaligus berbahaya bagi kesehatan manusia. Manusia yang terpapar merkuri dapat mengalami kerusakan sel saraf dan berakibat fatal pada otak dan ginjal.

“Selama ini limbah merkuri belum bisa dikelola oleh rumah sakit. Umumnya disimpan begitu saja tanpa sistem pengamanan yang layak. Bahkan kami mensinyalir ada juga beberapa praktik mencampur limbah medis biasa dengan limbah medis yang mengandung merkuri. Ini khan berbahaya. Penanganan limbah merkuri harus khusus, tidak bisa sembarangan,” tegas Tri Wahyudi.

Sebagian besar rumah sakit di Bali saat ini belum memiliki pengolahan limbah medis yang memadai, namun tergantung pada dua alat insenerator yang masing-masing dimiliki RS Sanglah dan RSUD Wangaya. Namun kedua rumah sakit itu hanya menerima limbah medis biasa yang tidak mengandung merkuri.

Contoh alat kesehatan bebas merkuri yang dibagikan kepada beberapa rumah sakit usai penandatanganan kesepakatan. Foto: Ni Komang Erviani

Penggantian alat-alat kesehatan yang mengandung merkuri, menurutnya, merupakan solusi terbaik yang harus diambil rumah sakit. Upaya mendorong penggantian alat-alat kesehatan tersebut, diakui masih menghadapi kendala. Selain karena faktor minimnya pengetahuan pengelola rumah sakit, masalah harga alat kesehatan yang bebas merkuri juga menjadi hambatan.

Untuk itu, secara berkelanjutan, Bali Fokus juga berjanji akan melakukan pelatihan-pelatihan kepada pengelola rumah sakit terkait pentingnya pengurangan merkuri. “Pelatihan rencananya kami lakukan sebulan sekali, agar berkelanjutan. Apalagi kendala utama yang sering kami hadapi adalah staf rumah sakit yang menangani masalah limbah terus berganti orang. Kalau jangka waktunya terlalu lama, kami khawatir programnya tidak bisa berkelanjutan,” jelas dia.

Direktur Medis Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda, dokter I Gusti Ayu Putu Yudihartini, menegaskan komitmen penuhnya untuk mendukung upaya pengurangan limbah merkuri lewat penggantian alat-alat kesehatan dengan yang lebih ramah lingkungan. Namun diakuinya, penggantian alat alat kesehatan itu harus dilakukan secara bertahap. “Yang pasti, setiap pengadaan alat kesehatan yang baru, selalu kami upayakan yang bebas merkuri. Tetapi pengadaan kami lakukan bertahap, jika ada alat lama yang rusak. Untuk alat yang masih berfungsi baik, masih kami gunakan,” jelas Yudihartini.

Yudihartini menjelaskan, saat ini RSIA Puri Bunda baru memiliki 2 alat tensimeter digital bebas merkuri, dari total 20 unit tensimeter yang dimiliki. Sementara itu, Puri Bunda juga memiliki 30 unit thermometer yang kesemuanya belum diganti dengan yang digital.

Komitmen serupa juga disampaikan Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Sanglah I Putu Putra. “Pelan pelan, tentu kita akan ganti semua alat-alat yang mengandung merkuri dengan yang bebas merkuri. Tetapi masalahnya khan keterbatasan anggaran. Kalau ada pengadaan baru, kita upayakan yang bebas merkuri. Tetapi tidak mungkin mengganti semuanya secara bersamaan,” tambahnya.

Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar, dokter Is Sarifin, juga menegaskan hal yang sama. “Saat ini, sekitar 60 persen alat-alat kesehatan yang kami gunakan memang masih mengandung merkuri. Tapi pelan-pelan akan kita kurangi. Targetnya di 2014, semua alat-alat yang kami gunakan sudah bebas merkuri,” tegasnya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar Anak Agung Bagus Bagus Sudharsana menegaskan kesepakatan kesepuluh rumah sakit itu diharapkan dapat terimplementasi dengan baik guna mengendalikan limbah merkuri di kota Denpasar. “Karena limbah merkuri sangat berbahaya dan masalahnya kita sama sekali belum punya tempat pengolahan limbah merkuri di Bali. Jadi kita harus berupaya mengurangi penggunaan alat-alat mengandung merkuri,” tegasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,