,

Ramai-ramai Tanam Karang di Pulau Pramuka

Minggu pagi (16/3/14),  sekitar 67 muda-mudi tergabung dalam London School of Public Relations- Climate Change Champion Club (LSPR 4C)), sudah tiba di pelabuhan Muara Angke, Jakarta. Mereka begitu bersemangat. Satu per satu turun dari bus menuju pelabuhan.

Bau amis menyeruak. Kapal nelayan tradisional berjajar tak beraturan di depan dermaga. Air laut berwarna kecoklatan. “Hari ini kita akan menanam karang. Kita mau bersih-bersih pantai. Maret ini bulan spesial buat kita,” kata Bagaskoro, mahasiswa jurusan komunikasi massa semester III.

Maret menjadi spesial bagi mereka karena di bulan itu, setiap minggu selalu digelar kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. Maret disebut sebagai “environment month.” Penanaman karang ini agenda mereka pada minggu ketiga. Sebelumnya,  mereka menggelar class garden dan flash mob kampanye peduli lingkungan. Minggu keempat fun bike, dan ditutup Earth Hour di penghujung Maret.

Bagas mengatakan, agenda penanaman karang di Pulau Pramuka adalah pengalaman pertama bagi mahasiswa LSPR. Mereka pernah beberapa kali  menanam mangrove.“Kita memilih Pulau Pramuka karena lokasi mudah dijangkau. Kita juga survei Pulau Tikus. Akhirnya pilihan jatuh ke Pulau Pramuka. Ini agenda tahunan 4C. Kalau untuk acara ini khusus internal LSPR.”

Perjalanan dari Pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Pramuka memakan waktu selama dua jam. Perjalanan akan menjadi lebih lama jika cuaca sedang buruk. Cuaca dan gelombang sangat berpengaruh terhadap durasi perjalanan.  Beruntung saat itu, cuaca cukup cerah.

Pukul 09.01, baru tiba di Pulau Pramuka. Gerimis menyambut. Suasana pulau itu tampak tertata rapih. Fasilitas umum sebagai penunjang wisatawan sudah tersedia. Penginapan, dive shop, kantor pemerintahan, jaringan listrik tersedia. Tak heran jika pulau itu dijadikan sebagai salah satu destinasi favorit di Kepulauan seribu.

Climate Change Champion Club!!!” Pekik Egent, ketua panitia acara ini ketika tiba di depan penginapan.

Think green, act green, start from our hand!!”  Semua peserta, serentak menyuarakan tagline mereka. Riuh, penuh semangat.

Tagline ini terpampang di depan kaos berwarna hijau yang mereka kenakan hari itu. Seolah merefleksikan semangat ikut berperan aktif menjaga bumi dari ancaman pemanasan global.

Setelah berkumpul, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok diberi dua buah plastik sampah. Mereka berkeliling pantai memungut tiap sampah di sana.

Mahasiwa yang tergabung dalam LSPR 4C ini mulai menanam karang di perairan Pulau Pramuka. Foto: Indra Nugraha
Mahasiwa yang tergabung dalam LSPR 4C ini mulai menanam karang di perairan Pulau Pramuka. Foto: Indra Nugraha

Selesai menaruh barang bawaan pada satu kamar, mereka langsung berpencar. Bergerilya memungut sampah di sepanjang pantai dan jalanan di pulau itu. Beberapa orang lain sibuk menyiapkan penanaman karang.

“Kita memilih Pulau Pramuka karena pas survei tahu kalau terumbu karang tak dibiarkan begitu saja tapi dirawat masyarakat. Kita bisa memantau perkembangan secara berkala,” kata Egent.

Setelah membersihkan pantai, mereka bersiap menanam karang.  Sembilan rak berjejer dibuat dari pipa paralon diberi semen. Tujuannya, agar paralon terbenam di air laut. Ukuran 1×1 meter, di tengah ada jaring untuk menyimpan terumbu karang. Satu rak berisi 49 bibit karang.

“Kita ada program coral adoption. Jadi kita menggalang donasi ke teman-teman mahasiswa maupun dosen di LSPR. Banyak dari luar LSPR yang ikut,” kata Sally Puspita Sari, koordinator media relations 4C-LSPR.

Besaran donasi Rp20.000 per orang. Nama donatur akan tertera di karang yang ditanam.

Mahmudin, fasilitator transplantasi  karang mengatakan, dulu terumbu karang di Pulau Pramuka, rusak berat karena banyak yang mengambil dengan brutal.  “Saya juga dulu tetapi lama-lama saya berpikir kok terumbu karang pertumbuhannya lamban. Ini juga berpengaruh pada tangkapan ikan jadi makin berkurang.”

Dia memulai penanaman karang sejak 2000. Awalnya, hanya sendiri, lambat laun masyarakat sekitar ikut serta. Sejak 2003, dia berkerjasama dengan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

“Sekarang ada 24 kelompok di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang..  Masing-masing kelompok lima orang. Di Pulau Pramuka saya. Taman Nasional membantu monitoring,” kata May, panggilan akrabnya.

Dia menjamin, terumbu karang di Pulau Pramuka, terus dirawat. Dalam waktu satu hingga empat bulan, terumbu karang harus dipantau. Masyarakat sekitar bergiliran membersihkan jangan sampai tumbuh lumut. “Jika lumut tumbuh, karang akan mati.”

LSPR 4C sendiri adalah klub yang terbentuk di LSPR–Jakarta tahun 2009. Mahasiswa LSPR membentuk organisasi itu  karena kepedulian terhadap perubahan iklim. Kegiatan mereka lebih banyak berkaitan penyelamatan lingkungan hidup.

“Setiap minggu kita ada kegiatan mengumpulkan kertas yang sudah tidak terpakai. Nanti kertas ini kita ijual ke vendor. Kita punya bank kertas. Keuntungan dari penjualan kertas itu untuk kegiatan organisasi,” kata anggota 4C, Stephani Bella.

Kegiatan yang dilakukan 4C lebih pada penyadaran mahasiswa LSPR dimulai dari hal-hal paling kecil, seperti mengajak mahasiswa menggunakan skripsi bolak-balik.

“Kalau dalam pembuatan skripsi menggunakan kertas bolak-balik otomatis menghemat kertas. Ini juga akan berkontribusi pada penyelamatan lingkungan. Terlihat sepele namun berdampak besar.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,