Navicula Rilis Video Klip Harimau! Harimau!

Taman Baca Kesiman, di Jalan Sedap Malam No 234, Denpasar Bali, pada Sabtu, 5 Juli 2014 kemarin ramai dihadiri oleh para penggemar grup band “Green Grunge Gentlemen” asal Bali, Navicula. Grup band dengan personil Dankie pada guitar, Gembull pada Drum, Made pada Bass dan Robi pada Vocal ini merilis video klip “Harimau! Harimau!” yang disutradarai oleh Riri Riza dan diproduseri oleh Greenpeace Indonesia di saluran Youtube mereka pada hari Selasa, 1 Juli 2014. “Harimau! Harimau!” adalah satu dari 16 lagu yang mengisi “Love Bomb”, album ketujuh mereka yang dirilis pada akhir tahun 2013 lalu.

Dalam video klip tersebut diceritakan, seekor ‘harimau’ kebingungan di belantara kota, mencari suaka di antara keserakahan manusia yang merampas rumahnya.

“Do you care I’m longing for home?

As I face the future all alone..”

Begitulah sedikit kutipan lirik tersebut. Dalam lantunan yang menghentak dan berteriak ini sesungguhnya adalah sebuah kisah sedih tentang harimau-harimau Sumatera terakhir di muka bumi ini. Jumlahnya terus berkurang dan habitat mereka yang tidak lain adalah hutan terus tergerus.

Salah satu data Greenpeace Indonesia yang ditampilkan dengan apik dalam video ini menyebutkan bahwa saat ini jumlah harimau Sumatera yang tersisa hanya kurang dari 400 ekor saja. Nyaris punah adalah status yang kini disandang oleh mantan raja hutan ini. Sendiri, tanpa rumah dan cinta.

Yuyun Indradi selaku Juru Kampanye Politik Hutan, Greenpeace Indonesia kepada Mongabay  mengatakan, lagu dan video klip “Harimau! Harimau!” yang di sutradarai oleh Riri Riza (Miles Film) tersebut merupakan bentuk kampanye Greenpeace Indonesia dengan menggandeng Navicula yang men-support lewat lagu, Adapun dipilihnya harimau karena kami melihat satwa endemik hutan Sumatera tesebut terus berkurang. Hal ini berbanding lurus dengan habitat Harimau itu sendiri yaitu hutan Sumatera yang semakin terdegradasi.

“Kami memilih Harimau dari pada Badak Sumatera, Gajah ataupun Orangutan yang juga terancam kepunahannya hanya sebagai ikon saja. Hampir semua satwa di hutan Sumatera punya keterancaman punah yang cukup tinggi karena luas hutannya yang terus berkurang,” kata Yuyun.

Yuyun menambahkan, selain perambahan hutan, kebakaran hutan yang rutin terjadi di Sumatera juga menjadi ancaman besar bagi satwa-satwa endemic hutan Sumatera, apalagi Harimau. Sebagai contohnya di hutan Leuser, Aceh, hutan di sana bisa dibilang yang cukup baik. Satwa-satwa yang ada didalam hutan Leuser juga masih sangat beragam, namun keterancaman juga tinggi, apalagi dengan dugaan keterlibatan para pemanggku kebijakan.

Dengan hadirnya video “Hariamu!Harimau” ini diharap bisa membuat masyarakat lebih peduli dan punya perhatian bersama untuk menyelamatkan hutan Sumatera yang terus terancam. Selain itu, semakin banyak masyarakat yang peduli harapannya bisa menjadi tekanan terhadap pemerintah yang seharusnya menjalankan mandat untuk menjaga hutan Sumatera lebih baik lagi.

“Pemerintah punya banyak data kerusakan hutan, sebab rusaknya dan tahu siapa pelaku perusakan hutan. Namun, perlu ketegasan pemerintah untuk menegakkan aturan hukum yang sudah ada dan jangan sampai pemerintah sendiri yang ikut jadi pemain dalam perusakan hutan,” kata Yuyun.

Dalam rilis Navicula yang diterima Mongabay,  Riri Riza selaku sutradara disela-sela pengambilan gambar video klip mengatakan, “Apa betul yang terancam hanya harimau? Sikap ingin merebut atau memperluas lahan terus-menerus dengan tujuan ekonomi semata adalah ancaman bagi kita sendiri di masa depan.”

Riri Riza selaku sutradara video klip Harimau! Harimau! Foto : Navicula
Riri Riza selaku sutradara video klip Harimau! Harimau! Foto : Navicula

Pernyataan yang dilontarkan oleh sang sutradara benar adanya. “Harimau! Harimau!” memang tidak semata membicarakan soal satwa langka, spesies yang nyaris punah. Kerusakan masif hutan sebagai habitat harimau, ekspansi gila sawit dan kertas yang menjadi biangnya, keserakahan segelintir manusia dan ketidakpedulian manusia lainnya adalah sebagian dari kompleksitas yang melatarbelakangi ditulisnya lagu ini oleh Robi (vokalis Navicula) pada tahun 2009. Membawa auman “Harimau! Harimau!” lebih lantang lagi, Navicula juga menandatangani Tiger Manifesto dalam rangkaian kampanye Protect Paradise yang diluncurkan oleh Greenpeace Indonesia untuk menyuarakan penyelamatan hutan dan harimau Sumatera, November tahun lalu.

Pada launching video klip kemarin juga bersamaan dengan konser tunggal Navicula. Setelah pertunjukan tunggalnya Navicula mengajak penonton untuk nonton bareng debat calon presiden putaran terakhir dengan tema pangan, energi, dan lingkungan.

“Siapa yang menjadi presiden sangat menentukan tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia. Dari beberapa diskusi dengan kawan-kawan LSM, sangat disayangkan bahwa laju deforestasi di Indonesia cukup tinggi di 10 tahun terakhir. Misalnya, informasi dari pihak Greenpeace yang tahun lalu merilis laporan deforestasi sepanjang periode 2003-2013 dalam buku Menuju Nol,” kata Robi sang vocalis.

Navicula tidak sedang latah menyikapi pemilihan presiden Indonesia yang diadakan minggu depan. Namun nyata bahwa politik adalah salah satu faktor penentu kualitas lingkungan hidup. Kebijakan atau ketidakbijakan politis mengenai lingkungan hidup menjadi kunci, dan mengawal kebijakan politik menjadi perlu dilakukan dalam usaha penyelamatan lingkungan hidup.

Moratorium hutan yang ditandatangani oleh Presiden SBY pada tahun 2011 ternyata tidak membawa perubahan bagi kondisi lingkungan Indonesia. Luas hutan moratorium sendiri malah berkurang hingga 7 juta hektar hingga saat ini. Menyadari eratnya keterkaitan antara peran eksekutif politik dan kualitas lingkungan hidup, menjelang pemilu presiden 2014-2019 Greenpeace Indonesia meluncurkan kampanye 100% Indonesia yang mendesak para calon presiden untuk berkomitmen 100% kepada penyelamatan lingkungan hidup.

“Tingginya korupsi dan lemahnya implementasi hukum juga menjadi masalah kunci bagi deforestasi di Indonesia. Bahkan kabar terbaru laju deforestasi di Indonesia sudah melampaui Brazil, atas hutan Amazon-nya. Jadi kita merasa isu ini sudah menjadi hal yang sangat urgent bagi Indonesia. Siapapun yang dipilih jadi presiden, saya berharap untuk menempatkan isu ini dalam agenda penting, demi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial,” lanjut Robi.

Navicula juga telah menyaksikan sendiri sebagian kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia lewat Tur “Kepak Sayap Enggang” bersama Greenpeace pada tahun 2012 lalu. Tidak hanya habitat spesies-spesies payung seperti orangutan, harimau, dan gajah, deforestasi juga merampas rumah dan menyulut kekerasan terhadap masyarakat adat di sekitar hutan.

http://www.youtube.com/watch?v=RdQ0Jgiay1U&index=2&list=UUsrHssPiftCFyBvjJ3Pdzig 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,