,

Reklamasi Teluk Palu Tetap Jalan Meski Dapat Peringatan Ombudsman. Mengapa Begitu?

Reklamasi Teluk Palu, terus berjalan. Meski sebelumnya Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah telah mengirimkan surat rekomendasi kepada pemerintah Kota Palu agar menghentikan penimbunan pantai di pusat kota tersebut.

Aries Bira, Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng mengatakan, bahwa pemerintah Kota Palu abai terhadap dua undang-undang. Pertama, Undang–undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia pasal 1 ayat (7). Poin kedua, kata Aries, yaitu pemerintah dianggap melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 351 ayat (4).

“Penjelasan pada ayat (5), kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian, serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk,” ungkap Aries dalam pernyataan yang dikiriman kepada Mongabay, Senin (29/06/2015).

Menurutnya, pemerintah selama ini tidak pernah terbuka dalam rencana reklamasi Teluk Palu. Contohnya, reklamasi di Kelurahan Lere atau wilayah eks Taman Ria yang diduga luasannya bukan hanya 24 hektar. Dan yang terbaru, kata Aries, reklamasi pantai dilakukan di depan patung kuda, salah satu ikon Kota Palu.

“Untuk itu kami mengharapkan pemerintah Kota Palu lebih terbuka dalam perencanaan  reklamasi sebagai bagian dari implementasi pemerintahan yang baik,” kata Aris.

Sebelumnya, pada 31 Oktober 2014, Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tengah telah melayangkan surat ke Walikota Palu, perihal saran pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Palu. Dalam surat itu disebutkan, Ombudsman telah meminta keterangan beberapa pihak seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu dan provinsi, Perusahaan Daerah Kota Palu yang menjalankan reklamasi, para ahli, serta melakukan dialog terbuka dengan menghadirkan instansi terkait, mahasiswa, dan masyarakat.

Menurut Ombudsman, telah ditemukan adanya mal-administrasi dalam pelaksanaan reklamasi Teluk Palu. Antara lain, sesuai Keputusan Walikota Palu Nomor : 650/2288/DPRP/2012 tanggal 10 Desember 2012 tentang penetapan lokasi pembangunan sarana wisata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, pada poin ketiga huruf c.

Hal ini tentunya bertentangan dengan izin pelaksanaan reklamasi nomor: 520/3827/Disperhutla yang diterbitkan 23 Desember 2013 tentang rencana peruntukan lokasi sebagai kawasan Central Business Equator Commerce Point.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Ombudsman Sulawesi Tengah memberikan saran kepada Walikota Palu agar menghentikan proses pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Palu guna menghindari masalah hukum dan lingkungan. Serta, me-review seluruh dokumen reklamasi dan menyesuaikannya dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Reklamasi pantai di Kelurahan Talise oleh PT. Yaury Property Investama yang kami tahu belum dilakukan. Kabar terbaru, sudah dilakukan reklamasi di Kelurahan Lere oleh PT. Palu Mahajaya dan kami masih mempelajarinya,” kata Nasrun, Asisten Kepala Perwakilan Ombudsman Sulawesi Tengah, kepada Mongabay.

Aksi penolakan Teluk Palu beberapa waktu lalu dan hingga kini tetap dilakukan penolakan. Foto: Walhi Sulteng

Keliru

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola, dikutip dari kabarselebes.com, mengatakan bahwa ia mengakui apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu soal reklamasi pantai adalah hal yang keliru.

Menurut Longki, sudah menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi untuk membina pemerintah Kota Palu terkait reklamasi pantai, namun perlu tindak lanjut dan mempelajari hal tersebut.

“Persoalan kewenangan itukan ada dimasing-masing wilayah, paling kita bisa memperingatkan Walikota bahwa apa yang Anda lakukan itu adalah keliru.”

Longki Djanggola menerima surat dari Kementerian Dalam Negeri perihal rencana reklamasi pantai Teluk Palu, pada 26 November 2014. Dalam surat yang ditandatangani oleh Muhamad Marwan selaku Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, salah satu poin yang disebutkan adalah kegiatan reklamasi pantai harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk itu, penentuan lokasi reklamasi dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) provinsi, kabupaten, dan kota, atau sesuai RTRW provinsi, kabupaten, dan kota. Poin lainnya adalah kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat.

Merespon surat itu, gubernur mengirimkan surat ke Walikota Palu tertanggal 23 Desember 2014. Dalam surat itu disebutkan, berdasarkan pertimbangan peraturan yang ada, rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai dapat disusun apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi, seperti RTRW yang sudah ditetapkan melalui peraturan daerah dan mendeliniasi kawasan reklamasi pantai, serta lokasi reklamasi pantai sudah ditetapkan dalam SK bupati atau walikota, baik yang akan direklamasi atau sudah dilakukan. Syarat lainnya, ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian kelayakan properti dan studi investasi, serta studi amdal kawasan regional.

“Kegiatan reklamasi pantai Teluk Palu dilaksanakan sesuai dengan RTRW Kota Palu dan atau sesuai ketentuan yang berlaku,” tulis Longki dalam suratnya.

Warga melihat Pantai Talise yang ditimbun. Foto: petisi Save Teluk Palu di Change.org
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,