,

Komnas HAM Setuju Lahan yang Gagal Dikelola Perusahaan Diberikan ke Petani

Penegakan hukum terhadap perusahaan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) terkait kebakaran lahan gambut dan hutan di Indonesia, bukanlah solusi akhir dalam mengatasi persoalan bencana kabut asap, kemiskinan kaum tani, serta kerusakan ekosistem di Indonesia. Fakta membuktikan, perlu ada kebijakan pembatasan penguasaan lahan oleh perusahaan, dan pembagian lahan untuk para petani.

“Proses hukum terhadap perusahaan penting dilakukan untuk membuktikan tuduhan terhadap para petani selama ini sebagai penyebab kebakaran lahan gambut dan hutan yang tidak sepenuhnya benar. Atau setidaknya  membuktikan, perusahaan gagal menjaga lahan gambut dan hutan dari kebakaran,” kata Nur Kholis, Ketua Komnas HAM, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (26/09/15).

“Fakta ini juga menjadi dasar bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk mengeluarkan kebijakan membatasi penguasaan lahan bagi aktivitas perkebunan sawit, HTI, serta pertambangan,” katanya.

Selanjutnya, lahan yang sebelumnya dikuasai perusahaan harus diambil negara. Sebaiknya pula, sebagian dibagikan kepada masyarakat, khususnya kaum tani yang selama ini hidup miskin karena tidak memiliki lahan.

Pernyataan Nur Kholis ini terkait dengan pernyataan para petani di Sumatera Selatan (Sumsel) yang menyatakan siap menjaga lahan gambut dan hutan dari kebakaran jika diberi tanah untuk hidup.

“Pembagian lahan kepada para petani ini juga sebagai upaya untuk mencegah aktivitas mereka yang dinilai merusak hutan dan lahan gambut, seperti merambah dan bertani ladang berpindah,” katanya.

“Langkah ini jelas membuktikan pemerintahan Jokowi-JK benar-benar memenuhi hak-hak masyarakat, khususnya para petani, yang selama ini kehidupannya terampas oleh berbagai kebijakan pembangunan,” ujar Nur Kholis.

Tim khusus

Pembagian lahan bagi para petani tidak begitu saja dilakukan. Selain adanya komitmen lahan yang diberikan harus dikelola tidak dengan cara membakar, tanaman yang diutamakan berbasis pangan, juga tidak boleh diperjualbelikan. “Petani harus didampingi. Mulai dari pendidikan, bantuan alat dan pengawasan pengelolaan lahan tanpa membakar, bantuan bibit, perawatan, hingga pembangunan pasar bagi hasil pertanian,” kata Nur Kholis.

Oleh karena itu, Jokowi-JK harus membentuk sebuah tim khusus yang melibatkan semua kementerian saat proses pembagian lahan kepada para petani. “Bukan hanya KLHK dan BPN yang terlibat, juga kementerian perdagangan dan lainnya,” kata Nur Kholis.

Selain itu, lahan yang dikuasai kembali oleh negara dari tangan perusahaan, sebagian dikonservasi. Dijadikan hutan kembali. “Ini terutama di lahan gambut, yang kualitasnya kian menurun akibat aktivitas perkebunan sawit dan HTI. Ini juga sebagai pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan udara yang sehat, dan iklim yang baik,” ujarnya.

Sebaran marga di Sumatera Selatan. Sumber: AMAN Sumsel
Sebaran marga di Sumatera Selatan. Sumber: AMAN Sumsel

53 marga di Sumsel butuh lahan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatera Selatan memperkirakan sedikitnya masyarakat dari 53 marga membutuhkan lahan untuk bertani atau hidup.

“Setiap marga minimal tercatat minimal 500 kepala keluarga yang membutuhkan lahan. Dulu, mereka memiliki lahan, tapi karena berkonflik dengan perusahaan maupun negara, mereka kehilangan lahan untuk hidup,” kata Rustandi Adriansyah, Ketua BPH (Badan Pengurus Harian) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatera Selatan, Sabtu (26/09/15).

Tidak heran, sebagian besar masyarakat di pedesaan yang merupakan masyarakat adat, saat ini hidup miskin. “Untuk bertahan hidup mereka menjadi buruh tani atau perkebunan,” ujarnya.

Rustandi sepakat jika distribusi lahan kepada petani ini tetap berdasarkan sejumlah komitmen. Misalnya, tidak boleh diperjualbelikan, sebagian dijadikan hutan, pengelolaan lahan tidak boleh dengan cara membakar, serta menghindari berkebun tanaman yang merusak lahan seperti sawit.

“Jika masyarakat adat atau kaum tani memiliki lahan, saya percaya persoalan kerusakan hutan dan lahan gambut, seperti kebakaran dapat teratasi. Pemerintah harus yakin masyarakat jauh lebih bertanggung jawab dalam mengelola lahan dibandingkan perusahaan. Sudah 20-an tahun perusahaan tersebut mengelola lahan, dan kerusakan terus terjadi termasuk kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,