Tebang Satu Pohon Bakau, Denda Rp500 Ribu Telah Menunggu!

Akibat aktivitas pertambakan udang dan ikan, serta pembangunan infrastruktur di pantai Lampung yang panjangnya sekitar 1.105 kilometer, ratusan hektare hutan mangrove mengalami kerusakan. Berbagai upaya pelestarian dan perbaikan pun dilakukan sejumlah organisasi lingkungan hidup dan masyarakat. Misalnya di Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Warga atau pihak mana pun yang menebang satu pohon bakau akan didenda Rp500 ribu.

“Persoalan kerusakan mangrove di Lampung sudah mengkhawatirkan. Lampung terlihat gagal menjaga kelestarian laut dan pantainya akibat perikanan dan pertambakannya,” kata Rizani Ahmad dari Mitra Bentala kepada Mongabay Indonesia, akhir November 2016.

Desa Gebang, ujar Rizani, merupakan satu dari sekian desa di Pesawaran yang mangrovenya (bakau rawa) sudah rusak, termasuk pula terumbu karangnya. Tahun 2000-an, dari 230 hektare luasan hutan bakaunya, sekitar 170 hektare mengalami kerusakan akibat pertambakan udang, ikan, dan lainnya.

Sejak 2011, Mitra Bentala bersama masyarakat melakukan upaya penjagaan hutan bakau tersisa dengan membentuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mangrove Desa Gebang. Hingga 2016, sekitar delapan hektare sudah direhabilitasi.

Hidupan liar merupakan bagian ekosistem lingkungan yang harus dijaga kehidupannya. Foto: Rhett Butler
Hidupan liar merupakan bagian ekosistem lingkungan yang harus dijaga kehidupannya. Foto: Rhett Butler

Apa yang membuat masyarakat Desa Gebang tertarik untuk menjaga mangrove atau turut merehabilitasi hutan bakau yang rusak?

“Penyakit malaria. Itu yang pertama. Sejak mangrove rusak, masyarakat di Desa Gebang banyak yang terserang malaria. Saat mangrove membaik, penyakit tersebut berkurang. Ini yang membuat masyarakat mendukung gerakan penyelamatan dan pelestarikan mangrove,” kata Bambang, Ketua Pokmas Mangrove Desa Gebang.

Kecemasan masyarakat akan serangan tsunami jika anak Gunung Krakatau meletus mendorong masyarakat menjaga mangrove. “Di masyarakat Pesawaran ada kisah selamatnya sejumlah warga dari hantaman tsunami saat Krakatau meletus 1883. Warga yang selamat karena memeluk pohon bakau.”

Keseriusan Desa Gebang menjaga hutan mangrove terlihat dari diterbitkannya Peraturan Desa Nomor 1/V/Tahun 2015 tentang Penataan dan Pelestarian Pesisir Desa Gebang. “Salah satu sanksi terhadap mereka yang terbukti menebang bakau adalah denda Rp500 ribu per pohon,” kata Dadang, Kepala Desa Gebang.

Dijelaskan Dadang, perdes tersebut berlandaskan sejumlah azaz, seperti meningkatkan peran pemerintah dalam mengatur wilayah, keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akutanbilitas dan keadilan. “Ruang lingkupnya, selain pesisir pantai Desa Gebang juga pada empat pulau kecil yang masuk wilayah desa: Mahitan, Tegal, Bakau, dan Pasir Timbul.”

Hutan bakau di Desa Gebang yang masih terjaga. Foto: Taufik Wijaya
Hutan bakau di Desa Gebang yang masih terjaga. Foto: Taufik Wijaya

Pariwisata lestari

Pariwisata lestari bakal dikembangkan di Desa Gebang. Pariwasata ini, kata Dadang, bukan sebatas menjual keindahan alam. “Ada unsur pendidikan dan aksi melestarikan mangrove.”

Artinya, setiap wisatawan yang berkunjung ke Desa Gebang, selain diberi pengetahuan tentang pentingnya mangrove dan terumbu karang, juga akan diwajibkan melakukan penanaman mangrove. “Pihak-pihak yang mengusahakan wisata pun akan diawasi agar tidak melakukan pengrusakan lingkungan ketika membangun infrastruktur. Harus adaptif dengan lingkungan,” ujarnya.

Sebagai informasi, pada 25 November 2016, Kabupaten Pesawaran telah dicanangkan sebagai kabupaten pariwisata di Lampung. Pencanangan itu bersamaan dengan pembukaan Festival Pahawang Teluk Ratai, di Marine Eco Park, Piabung.

Dendi Romadhona, Bupati Pesawaran, mengatakan keputusan itu berdasarkan potensi wilayah Pesawaran yang cocok dikembangkan sebagai daerah pariwisata. “Kami  memilik 37 pulau yang layak dikembangkan jadi kawasan wisata. Ada tiga pulau terbesar yakni Legundi, Pahawang, dan Kelagian yang tengah dikembangkan sebagai destinasi wisata. Kami juga punya Teluk Ratai yang indah dan dekat Bandar Lampung. Itu sebabnya, festival pariwisata dikemas dengan nama Pahawang Teluk Ratai.”

Salah sudut pemukiman warga Desa Gebang. Mangrove yang rusak dinilai sebagai penyebab banyak warga menderita penyakit malaria. Foto: Taufik Wijaya
Salah sudut pemukiman warga Desa Gebang. Mangrove yang rusak dinilai sebagai penyebab banyak warga menderita penyakit malaria. Foto: Taufik Wijaya

Perda wisata konservasi

Rizani menyambut baik pencanangan Pesawaran sebagai kabupaten pariwisata di Lampung. Tetapi, dia mencemaskan, pengembangan pariwisata tersebut justru memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang tidak berkeadilan terhadap masyarakat.

Rizani berharap, pemerintah Lampung atau Kabupaten Pesawaran mengeluarkan peraturan daerah terkait kekayaan hayati laut sebagai potensi wisata lestari. “Mungkin, saya menyebutnya wisata konservasi berbasis masyarakat dan berkeadilan.”

Pembuatan tambak udang dan ikan modern dengan memanfaatkan tambak tradisional yang ditelantarkan di Desa Gebang. Bukit dikikis dan belum terlihat pembuatan zona pelindung ke pantai. Batas dengan pemukiman hanya berupa gundukan tanah. Foto: Taufik Wijaya
Pembuatan tambak udang dan ikan modern dengan memanfaatkan tambak tradisional yang ditelantarkan di Desa Gebang. Bukit dikikis dan belum terlihat pembuatan zona pelindung ke pantai. Batas dengan pemukiman hanya berupa gundukan tanah. Foto: Taufik Wijaya

Artinya, wisata bahari tersebut lebih mengutamakan kelestarian lingkungan hidup dan kepentingan masyarakat. “Misalnya, pengembangan dan pengelolaan wisata sepenuhnya diberikan kepada masyarakat. Juga, penerapan aturan terhadap wisatawan yang berkunjung untuk tidak merusak lingkungan, dan justru melestarikan lingkungan, seperti didenda jika membuang sampah sembarangan.”

Menurut Rizani, umumnya, jika ada objek wisata di suatu daerah, masyarakat setempat hanya sebagai penonton. Uang yang beredar di masyarakat lokal sangat rendah dibandingkan para investornya. Selain itu muncul pula persoalan sampah, kriminalitas, maupun perilaku tidak lestari oleh wisatawan. “Oleh karena itu, harus ada jaminan hukum guna menjadikan masyarakat Pesawaran makmur dan alam yang lestari,” tegasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,