Jatam dan KontraS mendesak kepolisian menghentikan kriminalisasi terhadap warga dan aktivis yang menolak keberadaan tambang emas, PT Gemala Borneo Utama (PT GBU).
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyesalkan langkah Polda Maluku yang menetapkan Oyang Orlando Petrusz sebagai tersangka.
Oyang Orlando, salah satu tokoh masyarakat Maluku Barat Daya, yang selama ini aktif menyuarakan ketidakadilan dan perusakan lingkungan. Dia ditahan atas tuduhan kasus pencemaran nama baik Bupati Maluku Barat Daya.
Sebelumnya, 25 April 2012, sekitar jam 19.30 Oyang Orlando dianiaya dan ditikam dua orang tidak dikenal. Pada hari sama, peristiwa ini dilaporkan ke Polres Ambon.
“Namun hingga hari ini tidak ada perkembangan cukup berarti dilakukan Kepolisian Resort Ambon atas laporan itu,” kata Hendrik Siregar dari Jatam, Minggu(15/7/12).
Justru Polda Maluku pada 13 Juli 2012, menetapkan Oyang Orlando sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik Bupati Maluku Barat Daya, Barnabas Orno.
Kriminalisasi tidak hanya terhadap Oyang Orlando, pada 28 Juni 2012, sebanyak 27 warga pulau Romang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Sektor Kisar Maluku Barat Daya.
“Mereka disangkakan melakukan pengrusakan terhadap fasilitas perusahaan. Atas penetapan 27 tersangka ini, hampir 400 warga mendatangi Mapolsek Kisar dan bertahan hingga hari ini,” ucap Hendrik.
Dia mengatakan, kriminalisasi ini tak bisa dipisahkan dari upaya warga Pulau Romang menolak PT GBU beroperasi.
Penolakan warga, didasari kekhawatiran pertambangan akan merusak lingkungan hidup dan kelestarian alam pulau Romang dan sekitar.
Chrisbiantoro dari KontraS menambahkan, kriminalisasi ini berkait erat dengan upaya Oyang Orlando melaporkan kasus PT GBU yang memberi gratifikasi kepada Bupati Maluku Barat Daya.
Untuk itu, KontraS dan Jatam menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama, Kapolda Maluku diminta menghentikan kriminalisasi terhadap Oyang Orlando.
Semestinya, polisi mendahulukan pelaporan penerimaan gratifikasi kepada Maluku Barat Daya, bukan menetapkan pelapor menjadi tersangka.
“Sikap polisi ini bertentangan dengan Surat Edaran Bareskrim Nomor B/345/III/2005/Bareskrim tertanggal 7 Maret 2005. Di sana menyatakan, Polri menetapkan perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan.”
Kedua, mendesak Kepolisian Resort Ambon, segera menindaklanjuti laporan penganiayaan dan penikaman Oyang Orlando. “Penyelesaian masalah laporan ini mempertaruhkan reputasi dan profesionalitas kepolisian dalam mengungkap tindak kejahatan yang menimpa masyarakat,” kata Chrisbiantoro.
Ketiga, mendesak Kepolisian Resort Kisar Maluku Barat Daya, membebaskan 27 warga Pulau Romang yang saat ini ditahan. Termasuk menghentikan intimidasi terhadap warga yang mengadvokasi penolakan tambang emas beroperasi di wilayah mereka.
Keempat, mendesak Komnas HAM segera menindaklanjuti laporan yang disampaikan warga.
Kelima, mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan jaminan dan perlindungan hukum terhadap Oyang Orlando. Juga warga Pulau Romang yang saat ini ditahan kepolisian.