,

RAPP Terus Melaju di Pulau Padang, Kendati Kajian Amdal Meragukan

Kendati adanya kajian beberapa organisasi lingkungan di Riau yang menyatakan bahw Pulau Padang terus mengalami penurunan permukaan tanah hingga mencapai 1 meter dalam beberapa tahun terakhit, namun PT Riau Andalan Pulp and Paper nampaknya masih akan terus melakukan operasinya di pulau tersebut.

Hal ini terungkap dalam laporan kontan.co.id yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut kini siap memulai kembali perputaran produksi hutan tanaman industri mereka di Pulau ini yang sempat terhenti akibat konflik dengan masyarakat setempat. Saat ini mereka tinggal menunggu penyelesaian tata batas partisipatif dan perizinan Kementerian kehutanan untuk beroperasi.

Terkait penghentian operasi RAPP sementara ini, pihak perusahaan sendiri tidak sepenuhnya memenuhi komitmen mereka, dengan ditemukannya beberapa aktivitas kerja di lapangan saat dilakukan sidak oleh beberapa penduduk Pulau padang.

Peta: Konsesi RAPP di Pulau Padang sebelum SK Menhut No. 327 Tahun 2009 . Peta STR

Misno Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang  mengatakan, sekitar 800 an warga Pulau Padang, masuk hutan. Sampai ke areal PT RAPP mereka menemukan banyak aktivitas masih berjalan di sana. “Ini bukti kalau RAPP melanggar aturan Kemenhut untuk menghentikan operasi sementara sampai batas waktu belum ditentukan,” katanya kepada Mongabay Indonesia tanggal 4 Juli 2012 silam.

Pihak Departemen Kehutanan RI sendiri nampaknya memberi lampu hijau bagi beroperasinya kembali RAPP.Hingga kini, perkembangan tata batas partisipatif yang dilakukan RAPP di Pulau Padang telah mencapai 85,7% dari total kewajiban sepanjang 230 kilometer. Pemetaan batas yang melibatkan masyarakat juga tinggal menyelesaikan 2 desa, dari 14 desa yang berada dekat areal kerja.

Bambang Hendroyono, Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kemhut kepada kontan.co.id mengaku mendukung operasionalisasi RAPP di Pulau Padang. Sebab, menurut Bambang, pengelolaan HTI mampu melestarikan hutan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. “Proses tata batas bisa tuntas dalam waktu dekat sehingga RAPP bisa segera beroperasi,” katanya kepada KONTAN, Jumat 28 September 2012 silam.

Sementara itu, Direktur Utama RAPP, Kusnan Rahmin mengaku, pihaknya telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah. RAPP juga telah melakukan penanaman 500.000 batang pohon setiap hari. “Tim tata batas telah menyelesaikan sebagian besar proses, sekitar 80% dari seluruh total area yang akan ditata batas secara partisipatif,” katanya.

Wilayah konsesi RAPP yang bertambah pasca keluarnya SK Menhut 327 Tahun 2009 Peta: STR

Kementerian Kehutanan sendiri, seperti dilaporkan oleh Riau Terkini, sudah menyiapkan 8 ribu hektar Hutan Tanaman Rakyat untuk masyarakat Pulau Padang. “Lahan seluas 8000 ribu hektar untuk HTR masyarakat Pulau padang sudah saya tandatangani. Selanjutkan tugas Bupati Meranti yang akan membagikan ke masyarakat, ” kata Menhut di Jakarta, Kamis 4 Oktober 2012 kepada Riau Terkini.

Menhut minta pemerintah daerah setempat memastikan bahwa lahan yang telah dialokasikan ini tidak hanya diperoleh oleh satu atau sekelompok masyarakat saja, tapi dibagikan ke seluruh masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut.

”Kita minta juga kepada anggota DPR RI khususnya berasal dari Riau untuk mengawasinya, sehingga program ini betul-betul dibagikan dan dikelola oleh masyarakat,” pinta politisi dari PAN itu.

Namun demikian Menhut mengatakan bahwa lahan yang dibagikan itu bukan untuk dimiliki, melainkan hanya diberikan hak kelola untuk dimanfaatkan menanam tanaman jenis kayu-kayuan. ” Perlu diingat tidak boleh menanam tanaman jenis sawit,” kata dia menjelaskan.

Dalam pemberitaan sebelumnya di Mongabay Indonesia, kasus Pulau Padang mencuat ke permukaan, bahkan hingga ke pemerintah pusat, setelah beberapa penduduk pulau ini mengancam akan melakukan bakar diri di depan Istana Negara jika kasus ini tidak mendapat perhatian pemerintah pusat.

Kasus konflik lahan ini memanas setelah warga masyarakat di Pulau Padang melaporkan adanya pengambilalihan lahan mereka oleh RAPP berdasar SK 327 tahun 2009 yang memberi tambahan areal seluas 115.025 hektar kepada PT RAPP, seluas 45.205 hektar di antaranya ada di Pulau Padang– Izin itu tersebar di Kubupaten Kampar, Singingi, Siak, Pelalawan dan Bengkalis. Izin itu diberikan oleh Menhut MS Kaban detik-detik dirinya lepas dari Kabinet SBY periode pertama. SK ini kemudian berbuntut panjang dengan pecahnya konflik antara masyarakat dengan PT RAPP.

SK ini menambah luasan wilayah konsesi RAPP yang sebelumnya sudah diperoleh di wilayah Riau yang diantara konsesi tambahannya terdapat di hutan gambut Pulau Padang dan Semenanjung Kampar.“

Penyimpangan hukum atas terbitnya SK 327 tersebut setidaknya terdapat pada proses kelengkapan administrasi, konfirmasi kawasan, penyusunan Amdal dan pelanggaran terhadap aturan hukum lainnya. Dari pelanggaran proses perizinan ini wajar saja protes dari masyarakat terus terjadi karena ini menyangkut pengambil-alihan hak penguasaan tanah dari generasi mereka,” kata Riko Kurniawan, juru bicara koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Meranti, Pulau Padang.

Selain itu, Pulau Padang sejatinya masuk dalam kategori pulau kecil dan terbentuk dari kubah gambut yang sangat rentan jika ada aktifitas konversi hutan skala luas. Dengan pola pengelolaan secara tradisional, berdasarkan pengamatan kasat mata di Pulau Padang menunjukkan tingkat penurunan permukaan tanah gambut mencapai 1 meter lebih dalam beberapa tahun terakhir.

Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Pulau Meranti melalui media rilis, Rabu 5 September 2012 silam, menyesalkan pernyataan Budi Indra Setiawan Ketua Tim Verifikasi Kerentanan Lingkungan dan Gambut HTI PT RAPP di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang menyatakan bahwa Pulau Padang akan tenggelam adalah isu belaka dan industri HTI tidak membahayakan Pulau Padang.

Pihak Koalisi juga menilai Tim Verifikasi Departemen Kehutanan yang bertugas untuk menindaklanjuti konflik yang ada antara masyarakat dengan industri Hutan Tanaman Industri PT RAPP di Pulau Padang belum melakukan tugasnya secara maksimal, karena tidak melakukan verifikasi prosedur AMDAL setempat. Menurut pihak koalisi, AMDAL yang ada tidak dibuat dengan prosedur yang semestinya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,