,

Minim Dana, Pemprov Bali Pertaruhkan Nasib Mangrove ke Tangan Swasta

Rencana pemerintah Propinsi Bali untuk menyewakan hutan mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Denpasar seluas 102 hektar dari total keseluruhan 1.373 hektar, masih terus berselimut perdebatan. Kekhawatiran akan rusaknya ekosistem mangrove akibat masuknya modal, menjadi alasan utama penolakan beberapa pihak. Sementara pemerintah yang sejak awal mengaku tak mampu mengelola wilayah ini akibat keterbatasan dana, Terus berupaya memuluskan izin kelola bagi perusahaan yang berniat menanamkan modal lewat huta mangrove ini.

Berdasarkan pembagian pengelolaan, Taman Hutan Raya Ngurah Rai di Denpasar ini dibagi dalam tiga blok oleh pemerintah pusat, yaitu blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok pengawetan, dimana pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah Propinsi Bali. Saat ini, izin yang telah diberikan kepada peruahaan swasta PT Tirta Rahmat Bahari untuk mengelola mangrove ini adalah 102 hektar dan berada di blok pemanfaatan. Masih ada sekitar 400 hektar lagi yang bisa dimanfaatkan.

Kendati dalam upaya pemanfaatan wilayah mangrove ini sudah tertera dengan jelas bahwa mereka tidak boleh merusak  ekosistem, namun beberapa pakar masih meragukan hal ini.

Pemerhati lingkungan yang juga akademisi Undiknas University Agung Wardana seperti dilaporkan oleh Bali Post, menilai keluarnya izin itu menunjukkan pemerintah tidak konsisten dengan wacana Bali clean and green yang digembar-gemborkan selama ini. Karenanya, ia menilai program itu hanya menjadi jualan dan bualan politik serta pemanis bibir. ”Konsep clean and green Pemprov Bali hanya jadi pernak-pernik dan tempelan politik, tetapi tidak pernah secara konsisten dijalankan. Bagaimana mau bilang clean and green kalau sekarang hutan mangrove dikontrakkan pada investor untuk membangun fasilitas pariwisata,” katanya, Senin 8 Oktober 2012 silam kepada Bali Post.

Ia tegas menolak hutan mangrove disewakan pada investor karena itu menunjukkan pemerintah hanya berorientasi bisnis dan mengorbankan lingkungan. ”Hutan kita sudah terbatas. Seharusnya dipertahankan, bukan malah digerogoti. Kalau ada lahan kosong di Tahura seharusnya ditanami, bukan malah dijelali bangunan,” ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Wahana Lingkunan Hidup (Walhi) Bali, Wayan Gendo Suardana, yang mengecam dan menyayangkan atas keluarnya izin dari Gubernur Bali terhadap pengelolaan Tahura oleh investor. Bahkan, Walhi menolak rencana itu karena dikhawatirkan hanya akan merusak lingkungan. ”Kami menolak rencana itu. Sejak awal telah curiga akan ada pembangunan seperti itu. Bahkan, kami mencurigai ini dilakukan oleh lingkaran kekuasaan Gubernur sehingga begitu mudahnya izin itu lolos,” katanya, Sabtu  6 Oktober 2012 kepada Bali Post.

Pemerintah sendiri, berargumen bahwa pemberian izin kepada PT Tirta Rahmat Bahari sudah melalui proses legal yang semestinya, seperti diungkapkan Kepala Bappeda Provinsi Bali Cokorda Ngurah Pemayun kepada Metro Bali, izin yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali sudah berdasarkan kajian dan pertimbangan yang mendalam. Dikatakan, pengeluaran ijin tersebut sudah sesuai dengan kajian teknis maupun yuridis. ‘‘Jika sekarang ada berita bahwa seolah-olah investor mencaplok dan mengkapling kawasan Tahura Ngurah Rai untuk kegiatan bisnis, berita itu itu tidak benar. Apalagi foto yang dipasang itu salah. Belum ada kegiatan pembangunan di sana,’’ kata Cokorda Ngurah Pemayun hari Sabtu 6 Oktober 2012 silam.

Pemerintah Tak Punya Dana

Pemerintah Propinsi Bali, sebelumnya seperti dilansir Berita Dewata tanggal 7 Oktober 2012, memang pernah mengakui bahwa mereka tidak mampu lagi mengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai di Bali seluas 1373 hektar. Beberapa masalah mendasar seperti pendanaan yang terbatas, menjadi kendala utama pengelolaan sehingga merasa perlu menyewakannya kepada pihak swasta untuk menangani hutan mangrove ini menjadi lebih produktif.

Menurut Kepala UPT Taman Hutan Rakyat Ngurah Rai, Irwan Abdullah, pemerintah sejak tahun anggaran 2012 tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk merawat hutan ini. Kerusakan di fasilitas tahura yang terjadi di sana sini kini semakin parah akibat tidak adanya aktivitas perbaikan.

Masalah lain yang terungkap adalah sampah yang masuk ke wilayah Tahura ini kini mencapai 4 truk per hari dan tidak tertangani oleh 5 orang tenaga petugas yang ada. Sementara fugsi pengawasan juga sangat lemah, dengan ketiadaan polisi kehutanan yang hanya berjumlah 15 orang.

Berdasarkan kondisi ini, menurut penjelasan Kepala Biro Humas Propinsi Bali, I Ketut Teneng kepada Berita Dewata, pengelolaan tahura bisa diserahkan kepada pihak swasta. Namun ia menampik bahwa tahura disewakan kepada pihak investor meski dalam rencana pengelolaan yang diajukan oleh PT Tirta Rahmat Bahari mereka akan membangun penginapan terapung sebanyak 75 unit, rumah makan terapung sebanyak 5 unit, lalu kios dan warung 5 unit, dan sisanya infrastruktur pendukung seperti loket masuk dan lainnya.

Taman Hutan Raya Ngurah Rai di Denpasar seuas 1.373 hektar adalah bagian dari wisata Pulau Serangan, Teluk Benoa dan sekitarnya dengan potensi wisata panorama hutan mangrove dan kekayaan flora dan fauna di dalamnya.

Mangrove Lebih Ampuh Daripada Hutan Tropis

Hutan mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon berkali-kali lipat dibanding hutan tropis. Jika kehilangan hutan mangrove, dampak emisi yang lepas ke udara jauh lebih parah dibanding menebang hutan. Hal ini diungkapkan oleh sebuah penelitian tentang mangrove yang dilakukan oleh Duke Uiversity di Amerika Serikat.

“Ekosistem wilayah pantai ini adalah sebuah wilayah yang sangat kecil, hanya sekitar 6% dari wilayah daratan yang tertutup oleh hutan tropis, namun emisi yang akan terjadi jika mereka lenyap adalah sekitar seperlima dari jumlah emisi akibat hilangnya hutan tropis di seluruh dunia,” ungkap Linwood Pandleton, salah satu penulis dan direktur dari Ocean and Coastal Policy Program di Nicholas Institute, Duke University dalam penyataannya.

“Setiap satu hektar, hutan mangrove bisa memuat karbon yang sama dengan emisi yang dihasilkan 488 mobil setiap tahun. Sebagai perbandingan, menghancurkan satu hektar hutan mangrove jumlah emisinya setara dengan menebang tiga hingga lima hektar hutan tropis.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,