Duapuluh lima spesies primata yang paling terancam di dunia diungkap di sela Konvensi Keragaman Biologi Dunia COP11 di Hyderabad, India, tanggal 15 Oktober 2012. Laporan bertajuk Primates in Peril: The World’s 25 Most Endangered Primates 2012-2014 ini disusun oleh Grup Spesialis Primata dari Species Survival Commission IUCN (International Union Conservation of Nature) dan Persatuan Primatologis Internasional (IPS), bersama dengan Conservation International (CI) dan Bristol Conservation and Science Foundation (BCSF).
Laporan ini disusun setiap dua tahun oleh para ahli primata di seluruh dunia, dan selalu memperbarui data berbagai jenis spesies yang memiliki tingkat keterancaman paling tinggi di dunia, dan jumlah yang tersisa, terkait dengan tingkat kerusakan lingkungan, deforestasi hutan tropis dunia, perdagangan hewan ilegal dan perburuan daging hewan.
Pygmy Tarsier (Tarsius Gunung), primata mungil yang ditemukan kembali di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah tahun 2008 setelah sempat dikira punah sejak tahun 1921, menjadi salah satu spesies primata yang paling terancam dari wilayah Indonesia. Spesies mini dari Sulawesi ini kembali ditemukan oleh seorang ahli primata Amerika Serikat, Sharon Gursky-Doyen dari Texas A&M University sekitar bula Oktober 2008 silam.
Pygmy Tarsier berbeda dari tarsier lainnnya, karena spesies ini hanya berbobot 50 gram dan jari-jemarinya tidak memiliki kuku, tetapi ia memiliki cakar dan hidup di ketinggian sekitar 2.100 hingga 2.400 meter dari permukaan laut.
Selain Pygmy Tarsier, dari Indonesia masih ada dua nama primata yang sangat terancam, yaitu Javan Slow Loris atau Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di pulau Jawa dan Pig-Tailed Langur atau Monyet Simakobu (Nasalis concolor) yang ada di kepulauan Mentawai, di pantai barat pulau Sumatera.
Dalam daftar spesies primata terancam punah ini sembilan spesies berasal dari Asia, enam dari Madagaskar, lima dari Afrika dan lima sisanya dari wilayah neotropik. Jika ditilik dari negara per negara, Madagaskar memiliki 25 spesies paling terancam di dunia, Vietnam memiliki lima, Indonesia tiga, dari Brasil ada dua, sementara dari Cina, Kolombia, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Ekuador, Guinea Ekuator, Ghana, Kenya, Peru, Sri Lanka, Tanzania dan Venezuela masing-masing memiliki satu.
Selain Pygmy Tarsier dari Indonesia, lemur-lemur Madagaskar juga semakin terancam akibat kerusakan habitat yang parah dan perburuan ilegal, yang meningkat sangat drastis sejak tahun 2009. Lemur yang terlangka, Northern Sportive Lemur (Lepilemur septentrionalis) kini tinggal tersisa 19 individu di alam liar. Dalam sebuah lokakarya tentang lemur yang dilakukan oleh IUCN SSC Primates Specialist Group di bulan Juli tahun ini, mengungkapkan fakta bahwa 91% dari 103 spesies dan sub-spesies kini terancam kepunahan. Ini adalah angka tertinggi yang pernah tercatat yang mengancam sekelompok vertebrata, atau hewan bertulang belakang.
“Sekali lagi, laporan ini menunjukkan bahwa primata dunia ada dalam ancaman akibat aktivitas manusia. Kendati kita belum kehilangan satu spesies pun dalam abad ini, namun beberapa diantara mereka ada dalam kondisi yang sangat berbahaya,” ungkap Dr. Chritoph Schwitzer, Kepala Riset di Bristol Conservation and Science Foundation (BSCF).
Lebih dari 54% dari 633 spesies primata dunia dan sub-spesiesnya kini masuk dalam kategori terancam punah dalam Daftar Merah IUCN Tentang Spesies Terancam. Ancaman utama adalah kerusakan habitat akibat pembakaran dan penebangan hutan tropis serta perburuan priata untuk kebutuhan makanan dan perdagangan satwa liar ilegal.
“Primata adalah kerabat terdekat manusia dan mungkin adalah saah satu spesies utama dalam hutan hujan tropis, dan 90% diantaranya kini ada dalam kondisi terancam punah,” ungkap Dr. Russel Mittermeier, Ketua IUCN SSC Primate Specialist Group dan Presiden Conservation International. “Ajaibnya, kami terus menemukan spesies baru setiap tahun sejak tahun 2000. Ditambah lagi, primata semakin meningkat jumlahnya yang menjadi atraksi pariwisata alam dan menonton satwa menjadi salah satu sumber kehidupan bagi banyak komunitas lokal yang hidup di sekitar kawasan lindung dimana spesies ini muncul.”