DPRD Malinau, Kalimantan Utara, bekerja sama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam menyusun dua peraturan daerah (perda) yang bertujuan melindungi hak-hak masyarakat adat.
Perda itu, pertama, mengenai perlindungan lahan-lahan potensial untuk perkebunan dan pertanian bagi masyarakat adat di Kabupaten Malinau. Kedua, menyusun peraturan berkaitan dengan lembaga adat di sana.
Kabupaten Malinau, adalah salah satu Kabupaten di Kalimantan Utara telah mengambil inisiatif memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat. Tahun 2012, DPRD Malinau berinisiatif menyusun Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Kabupaten Malinau. Disahkan akhir tahun lalu.
DPRD Kabupaten Malinau merasa perda itu harus didukung peraturan lain. Tujuannya, membangun pertahanan kuat untuk membentengi hak-hak masyarakat adat dari serbuan investasi di masa depan.
Ketua DPRD Kabupaten Malinau, Martin Labo mengatakan, kerjasama dengan AMAN untuk mengkaji guna menyusun kedua peraturan daerah itu. “AMAN dan DPRD Malinau telah berdiskusi awal. Pembuatan perda ini akan dikerjakan oleh AMAN dan DPRD Kabupaten Malinau,” katanya di Jakarta, dalam acara tanda tangan nota kesepahaman, Jumat(8/2/13).
Sekjen AMAN Abdon Nababan mengatakan, kerja sama ini bukan hanya untuk rakyat Malinau. Sebab, persoalan di Malinau juga dialami masyarakat adat di nusantara. “Saya mohon pengertian karena sebenarnya perda yang kemarin disahkan sudah kami sosialisasikan ke daerah-daerah lain. Kami sudah bicarakan di Kementerian Dalam Negeri. Kami sudah sampaikan juga di Kementerian Hukum dan HAM sebagai contoh terbaik di tingkat kabupaten untuk melindungi rakyat.”
Dia mendengar, Bappenas sudah turun ke sana untuk mencermati proses perda ini. “Bahkan teman-teman dari Papua mau datang ke Malinau, katanya kalau boleh belajar dari DPRD Malinau. Kami sebenarnya sedang meminta supaya Panja DPR RI datang ke sana, sebagai contoh masyarakat adat siap menindaklanjuti jika RUU Masyarakat Adat disahkan,” ucap Abdon.
Martin senang atas capaian-capaian kecil dalam perjuangan masyarakat adat ini. Capaian-capaian ini, ujar dia, tidak mudah karena perjuangan masyarakat adat sudah begitu lama dan panjang.
“Saya pribadi menghabiskan lebih dari 30 tahun, bekerja bersama masyarakat adat. Saya belajar hidup di ‘universitas’ kehidupan masyarakat adat. Kita tahu, hak hidup masyarakat adat di negara ini tidak banyak dihargai.”
Perda perlindungan masyarakat adat ini penting. Sebab, nasib masyarakat adat di Indonesia, masih jauh dari pengakuan dan perlindungan negara. Pemerintah lewat kementerian- kementerian bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) justru memberikan izin konsesi pada perusahaan-perusahaan skala besar.
Pemberian izin-izin ini tanpa sosialisasi dan persetujuan masyarakat adat yang telah mendiami dan menguasai wilayah-wilayah peruntukan konsesi sejak lama. Masyarakat adat berdiam di wilayah konsesi itu secara turun temurun, bahkan jauh sebelum Republik Indonesia ada.